Pedagang Lokal Masih Bisa Jualan Barang Impor Meski Permendag 50/2020 Direvisi

Pemerintah tengah mempercepat implementasi revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tentang jual beli di social commerce

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 10 Agu 2023, 13:00 WIB
Diterbitkan 10 Agu 2023, 13:00 WIB
Ilustrasi e-commerce
Ilustrasi e-commerce/Shutterstock-ESB Professional.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah tengah mempercepat implementasi revisi  Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Upaya ini dilakukan sebagai bentuk perlindungan UMKM terhadap serangan barang-barang impor yang dijual di marketplace atau e-commerce.

Meski aturan tersebut direvisi, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki menjamin pedagang lokal masih bisa menjual barang impor.

"Tidak masalah (pedagang lokal jual barang impor) karena barangnya sudah masuk dalam mekanisme impor biasa," kata Teten ditulis Kamis (10/8/2023).

Platform Berbeda

Teten menegaskan, dalam pelaksanaannya, pedagang lokal yang ingin jualan barang impor harus memiliki pplatform yang berbeda.

"Mesti dipisah sosial media dengan e-commerce, nggak boleh disatu tempatkan. ketiga, nggak boleh platform menjual White label mereka sendiri atau perusahaan afiliasi, karena persaingan tidak sehat," tegas Teten.

 

Revisi Permendag 50/2020: Platform Digital Tak Boleh Jadi Produsen

Kemendag
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memimpin langsung pemusnahan barang impor senilai Rp13,31 miliar di Kawasan Industri Keroncong, Tangerang, Banten pada Jumat (9/6)/Istimewa.

Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan berjanji revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik selesai awal Agustus ini.

Zulkifli Hasan menjelaskan, Kementerian Perdagangan sudah mengambil langkah awal soal itu. Sehingga, hanya tinggal diharmonisasikan saja dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

“Justru kita dari awal ambil inisiatif tapi kan pembahasannya antar kementerian, itu lama kalau kita sudah dari awal, Tapi ini sudah selesai, tinggal diharmonisasi Kemenkumham,” kata Zulkifli Hasan di Kantor Kemendag, pada Selasa (1/8/2023).

Menurutnya, harmonisasi ini perlu karena perdagangan online ini tidak hanya melibatkan satu instansi tetapi banyak lembaga. Contohnya soal lisensi dengan Kementerian Koperasi dan UKM dan pajak dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Ia juga mengatakan dalam revisi ini platform digital tidak boleh jadi produsen.“ Yang kedua kita minta, itu kan platform digital. Dia tidak boleh berlaku sebagai produsen, TikTok Jualan baju merek TikTok”, jelasnya.

 

Demi Persaingan Sehat

Ilustrasi belanja online, ecommerce, e-commerce, toko online
Ilustrasi belanja online, ecommerce, e-commerce, toko online. Kredit: athree23 via Pixabay

Marketplace juga dilarang memproduksi barang yang akan dijual di platform. Hal itu untuk menciptakan persaingan pasar yang sehat.

“Nah, itu nggak bisa ada larangan penjualannya. Kami juga mengusulkan dia nggak boleh jadi produsen,” ucapnya.

Ketiga, ia juga mengusulkan penetapan pelarangan penjualan produk impor di bawah USD 100 untuk melindungi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

"Barang yang dijual itu juga ada harganya, masa kecap satu harus impor, yang benar saja, sambel, UMKM kita kan bisa bikin sambal, misalnya. Maka saya usulkan harganya USD 100," pungkas Zulkifli Hasan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya