Liputan6.com, Jakarta Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menyoroti pemanfaatan sumber daya alam (SDA) Indonesia. Dia menegaskan, Indonesia tak lagi bisa bergantung pada bahan mentah dari sumber daya alam.
"Kita menyadari bahwa kita tidak dapat bergantung pada sumber daya alam mentah," ujar dia dalam Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI-DPD RI, Jakarta, Rabu (16/8/2023).
Untuk itu, dibutuhkan upaya hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah bagi negara. Menurutnya, pemerintah sudah mulai serius untuk mendatangkan berbagai investasi untuk menggenjot hilirisasi ini.
Baca Juga
"Pemerintah telah bekerja keras dan meyakinkan seluruh stakeholder, agar berpartisipasi aktif dalam proses hilirisasi, dengan berinvestasi langsung di Indonesia untuk membangun, dan mengembangkan kapasitas industri domestik, sebagai penyerap sumber-sumber mineral," paparnya.
Advertisement
Hilirisasi
Pria yang akrab disapa Bamsoet ini menilai, hilirisasi harus terus didorong. Harapannya, ada nilai tambah dari proses lanjutan dari barang mentah menjadi barang jadi tersebut. Dengan demikian, bisa menambah pemasukan dan manfaat juga bagi negara.
"Sumber daya alam mentah yang ada harus mampu dikelola sendiri di dalam negeri, sehingga menghasilkan produk yang mempunyai nilai jual lebih tinggi, dan menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi dalam negeri," urainya
"Hilirisasi industri adalah ikhtiar mewujudkan perekonomian nasional yang efisien dan berkeadilan sebagaimana diamanatkan Pasal 33 UUD 1945," sambung Bamsoet.
Perlu Perubahan Mindset
Menyusul upaya hilirisasi tadi, Bamsoet menilai perlu adanya perubahan dari sisi pola pikir atau mindset dari setiap pemangku kepentingan. Mulai dari pemerintah, pelaku bisnis, hingga masyarakat.
"Diperlukan perubahan mindset pembangunan yang melekat di masing-masing stakeholder, baik di kalangan pemerintah, pelaku bisnis maupun masyarakat, agar terjadi kolaborasi multi pihak, untuk menata ulang pembangunan ekonomi yang dapat menghasilkan pertumbuhan, yang berkualitas serta berkelanjutan," ungkapnya.
Menurutnya, hal itu dapat diwujudkan dengan mempromosikan model ekonomi yang berbasis sirkularitas, atau mengupayakan efisiensi sumber daya. Serta melakukan upaya pemanfaatan kembali residu yang dihasilkan dari industri, untuk diolah kembali dan memberikan nilai tambah yang lebih besar serta berulang.
"Paradigma sirkularitas tentunya hanya dapat berjalan ketika kualitas industri nasional, sudah mampu secara seksama melakukan pemrosesan material sumber daya dari hulu ke hilir, sebagaimana yang digagas pemerintahan Presiden Joko Widodo tentang hilirisasi mineral; emas, bauksit, nikel, tembaga dan bijih besi," bebernya.
"Mineral tersebut didorong untuk proses hilirisasi, yang dibarengi dengan upaya pelarangan ekspor mineral mentah. Kebijakan ini menunjukkan konsistensi pemerintah terhadap upaya meningkatkan kualitas industri nasional," tegas Bambang Soesatyo.
Advertisement
Tak Berdaya Ditengah Gejolak Global
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menyoroti banyaknya sumber daya alam (SDA) yang dimiliki oleh Indonesia. Namun, ada tantangan dimana saat ini situasi ekonomi global tengah bergejolak.
Pria yang karib disapa Bamsoet ini menerangkan, SDA menjadi penopang pembangunan Indonesia sejak awal berdiri. Dia mencatat ada setoran devisa ke negara dari pemanfaatan SDA tersebut.
"Perlu disadari bersama, pembangunan nasional Indonesia saat ini masih bergantung kepada daya dukung sumber daya alam," kata dia dalam Sidang Tahunan MPR RI, DPR RI, dan DPD RI, di Jakarta, Rabu (16/8/2023).
Menurutnya, selama sekitar 45 tahunan, SDA dalam bahan mentah memegang peranan penting dalam memberikan sumbangan devisa. Itu terhitung sejak Indonesia berdiri di 1945 hingga periode 1990-an.
"Di awal kemerdekaan hingga tahun 90-an, sumber daya alam berupa minyak mentah, gas alam dan batubara serta hasil alam lainnya, menjadi penopang utama sumber devisa yang berkonsekuensi pada stabilitas moneter," urainya.
Kendati begitu, kayanya sumber daya alam ini tidak serta merta mampu menopang ekonomi Indonesia ketika dihadapkan oleh tantangan. Misalnya, kondisi gejolak ekonomi dunia yang saat ini sedang berlangsung.
"Namun, kekayaan alam yang luar biasa besar tersebut, tak berdaya di tengah situasi global yang berubah dan melahirkan badai ekonomi besar di kawasan," tegasnya.
Kondisi Geopolitik
Pada awal paparannya, Bamsoet menyoroti kondisi geopolitik dalam 20 tahun terakhir. Kondisi itu menghadirkan dampak pada berbagai aspek, termasuk ekonomi di banyak negara.
"Kita menyadari, bahwa dalam 20 tahun terakhir, dinamika geopolitik dunia telah mengalami perubahan yang signifikan. Di tingkat kompetisi global, terjadi pergeseran keseimbangan kekuatan di arena geopolitik, dan perluasan pengaruh ekonomi dan militer beberapa negara," paparnya.
"Di tingkat kompetisi regional, pada berbagai wilayah geopolitik, terjadi peningkatan kompetisi antar negara untuk mempengaruhi dan mengamankan minat mereka sendiri, yang mencerminkan persaingan politik dan ekonomi yang sangat kompleks," sambung Bambang Soesatyo.
Advertisement