Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menargetkan Pendapatan Negara pada 2024 mencapai Rp 2.781,3 triliun. Jumlah tersebut terbagi antara Penerimaan Perpajakan sebesar Rp 2.307,9 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 473,0 triliun. Di luar itu, penerimaan dari Hibah ditargetkan sebesar Rp 0,4 triliun.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memiliki strategi untuk mengoptimalkan penerimaan perpajakan yang ditargetkan lebih dari Rp 2.000 triliun tersebut. Pemerintah sudah menyiapkan empat strategi.
Baca Juga
Hal itu disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Pidato Presiden pada Penyampaian Keterangan Pemerintah Atas Rancangan Undang-Undang Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2023 beserta Nota Keuangan, Rabu (16/8/2023).
Advertisement
Pertama, menjaga efektivitas reformasi perpajakan untuk perluasan basis pajak, peningkatan kepatuhan dan penggalian potensi.
"Kedua, implementasi sistem inti perpajakan, serta perbaikan tata kelola dan administrasi perpajakan," ujar Jokowi.
Ketiga, implementasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dalam rangka meningkatkan rasio perpajakan.
"Keempat, pemberian berbagai insentif perpajakan yang tepat dan terukur diharapkan mampu mendorong percepatan pemulihan dan peningkatan daya saing investasi nasional, serta memacu transformasi ekonomi," ujarnya.
Di sisi lain, upaya peningkatan PNBP terus dilakukan melalui perbaikan proses perencanaan dan pelaporan dengan menggunakan teknologi informasi yang terintegrasi,penguatan tata kelola dan pengawasan, optimalisasi pengelolaan aset dan sumber daya alam, serta mendorong inovasi layanan dengan tetap menjaga kualitas dan keterjangkauan layanan.
Pemerintah Janji Beri Insentif Pajak Lebih Banyak bagi Devisa Hasil Ekspor
Sebelumnya, Pemerintah berencana memberikan insentif fiskal lebih banyak untuk devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) yang disimpan dalam sistem keuangan Indonesia (SKI).
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 123 Tahun 2015, pemerintah sudah memberikan insentif pajak penghasilan (PPh) berupa bunga deposito dalam bentuk valuta asing (valas) untuk DHE SDA.
Rinciannya, bunga deposito DHE SDA yang tidak dikonversi ke rupiah (dalam bentuk dolar Amerika Serikat/USD), yakni 1 bulan 10 persen, 3 bulan 7,5 persen, 6 bulan 2,5 persen, dan lebih dari 6 bulan 0 persen.
Namun dengan adanya PP Nomor 36 Tahun 2023, pemerintah berencana membuat revisi PP 123/2015 yang bakal memberikan insentif pajak lebih. Khususnya untuk empat sektor SDA yang wajib menahan DHE di dalam negeri selama 3 bulan, yakni pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan.
"Sekarang sedang disiapkan RPP (123/2015) perlakuan PPh atas penghasilan dari penempatan DHE SDA. Jadi nanti akan lebih diberikan insentif fiskal lebih banyak lagi," ujar Susiwijono di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (14/8/2023).
Advertisement
Masih Dibahas
Susiwijono menyampaikan, perubahan PP 123/2015 ini tengah dibahas cukup intensif oleh Kementerian Keuangan. Menurut dia, regulasi tersebut sebenarnya sudah memberikan insentif PPh atas bunga deposito valas. Namun belum spesifik menerjemahkan 7 instrumen penempatan DHE SDA yang disiapkan dalam PP 36/2023.
"Sekarang sedang dituangkan. Bocorannya insentifnya akan menarik lagi. Besarannya berapa? Masih tahap finalisasi," imbuh dia.
"Yang jelas bu Menkeu Sudah menyampaikan insentif pajak akan lebih menarik, akan jauh lebih kompetitif. Baik dari sisi insentif besaran bunga, maupun PPh atas bunga deposito dalam semua instrumen tadi," tutur Susiwijono Moegiarso. Â