Liputan6.com, Jakarta Ombudsman RI mengungkap laporan pelaku usaha terkait dugaan maladministrasi pada penyelenggaraan pelayanan penerbitan Surat Persetujuan Impor bawang putih yang dilakukan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika, mengatakan pihaknya telah menerima pengaduan dari pelaku usaha tersebut pada akhir Juli 2023. Awalnya, pelaku usaha alias pelapor telah menyampaikan permohonan melalui Sistem Indonesia National Single Window (SINSW) pada awal tahun 2023.
Kemudian, pada Februari 2023, pelapor mengalami beberapa kali pengembalian dokumen di Sistem Inatrade hingga dokumen dinyatakan lengkap secara sistem.
Advertisement
Selanjutnya, pada Juni-Juli 2023, akibat belum ada tindak lanjut, pelapor menyampaikan pengaduan kepada Kementerian Perdagangan namun tidak mendapatkan respon.
"Lalu pada akhir Juli 2023, pelapor menyampaikan pengaduan kepada Ombudsman. Pelapor dirahasiakan berdasarkan ketentuan Pasal 24 ayat 2 Undang-undang Nomor 37 tahun 2008 tentang ombudsman Republik Indonesia," kata Yeka dalam penyerahan LAHP Maladministrasi pelayanan Penerbitan SPI Bawang Putih di kantor Ombudsman, Jakarta, Selasa (17/10/2023).
Ada Kejanggalan
Lebih lanjut, Yeka menyebut pelapor telah bertahun-tahun berusaha di bidang impor. Pelapor menyampaikan saat ini terdapat kejanggalan dimana disparitas antara harga post border dengan harga jual importir di pasaran yang terlalu jauh, yakni sebesar Rp 7.000/Kg. Dimana nilai bawang putih di Pelabuhan sekitar Rp 18.000/Kg, namun harga jual importir saat ini sekitar Rp 25.000/Kg;
Disisi lain, Pelapor menyampaikan informasi terdapat pemohon yang baru memohon, namun dalam waktu tidak terlalu lama kemudian diterbitkan SPInya, dengan bukti tangkapan layar SPI Bawang Putih yang diterbitkan pada tanggal 27 Juli 2023 yang diajukan pada tanggal 13 Juli 2023.
Â
Syarat Wajib Tanam
Alhasil, Pelapor keberatan dengan mekanisme Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) yang mensyaratkan wajib tanam, lebih baik pelaku usaha membayar sejumlah tarif kepada Kementerian Pertanian agar Kementerian Pertanian dapat menanam sendiri bawang putih di tempat yang sesuai, sebab pelaku usaha tidak semua paham terkait budidaya bawang putih.
Disamping itu, Pelapor menduga permasalahan yang dialaminya ini disebabkan oleh permainan Menteri Perdagangan dan oknum Kementerian Perdagangan dengan inisial SA.
"Bahwa Pelapor pernah ditawari seseorang yang mengaku dapat melancarkan penerbitan SPI Bawang Putih dengan biaya Rp 4.500/Kg hingga Rp 5.000/Kg," ujar Yeka.
Selain itu, Kementerian Perdagangan sama sekali tidak menanggapi pengaduan Pelapor. Ternyata, disisi lain juga banyak importir dengan permasalahan serupa dengan Pelapor, namun enggan untuk melapor karena diduga mendapat intimidasi dari oknum Kementerian Perdagangan berupa ancaman agar tidak memohon SPI dengan volume di atas 5.000 ton dan agar tidak mengadukan ke pihak lain.
Adapun konsekuensi bila tetap melakukan hal tersebut adalah SPI pemohon tersebut tidak akan diterbitkan.
Advertisement
Ombudsman Minta Kemendag Jalankan 3 Tindakan Korektif Soal Impor Bawang putih
Ombudsman RI menyampaikan 3 tindakan korektif yang harus dilakukan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, terkait 5 temuan maladministrasi dalam Pelayanan Penerbitan Surat Persetujuan Impor (SPI) Bawang Putih di Kementerian Perdagangan.
Diketahui, 5 temuan maladministrasi tersebut diantaranya, pertama, pengabaian kewajiban hukum. Kedua, melampaui wewenang. Ketiga, penundaan berlarut. Keempat, penyimpangan prosedur. Kelima, diskriminasi.
"Terhadap temuan 5 maladministrasi ini kami menyimpulkan ada 3 tindakan korektif yang harus dilakukan Dirjen perdagangan luar negeri Kemendag dan ini harus dilakukan dalam 30 hari kerja. Jika tindakan korektif ini tidak dilakukan maka Ombudsman akan mengeluarkan rekomendasi," kata anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika dalam media briefing di kantor Ombudsman, Jakarta, Selasa (17/10/2023).
Adapun Tindakan korektif yang pertama, menerbitkan SPI bawang putih kepada pemohon yang terlebih dahulu dokumennya dinyatakan lengkap oleh sistem (First in, First served), sebagaimana kebutuhan rencana impor yang telah ditetapkan pada Rakortas Kemenko Ekon tanggal 25 Januari 2023 sebesar 561.926 ton, sebagai bentuk peningkatan kinerja pelayanan publik dalam pencegahan praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) di lingkungan Ditjen Daglu Kemendag.
Kedua, Mencabut Peraturan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kebijakan dan Pengaturan Impor Bawang Putih.
"Ini peraturan selain lemah dari posisi kedudukannya, karena berlawanan dengan peraturan yang lebih tinggi, dan tidak membuat pelayanan lebih baik. Pak Jokowi mengatakan bahwa pelayanan publik itu sebagai wujud kehadiran negara, kalau mau capai seperti itu maka cabut Dirjen Daglu ini karena membuat pelayanan lebih buruk," ujarnya.
Â
Terbitkan Pedoman Pelaksanaan
Tindakan korektif ketiga, yakni menyusun dan menetapkan Keputusan Menteri Perdagangan terkait Penyelenggaran Sistem Inatrade Keputusan Mendag tersebut merupakan salah satu pedoman dalam pelaksanaan Permendag Nomor 25 Tahun 2022 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor untuk memastikan SLA penerbitan SPI dijalankan sesuai dengan amanat Pasal 8 Permendag Nomor 25 Tahun 2022 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Terkait dengan hal tersebut, maka jangka waktu pelayanan penerbitan SPI pada sistem Inatrade yakni SPI diterbitkan 5 (lima) hari kerja, harus dimulai semenjak dokumen permohonan SPI yang secara sistem Inatrade telah dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, berhasil diterima oleh Anggota-2.
"Jika sudah diterima anggota-2 lengkap maka disitulah 5 hari kerja jalan, kalau enggak maka secara otomatis sistem memberikan izin kepada pemohon," tegasnya.
Â
Advertisement