Liputan6.com, Jakarta - Badan Pangan Nasional (Bapanas/NFA) mengatur kembali harga gula di tingkat ritel modern. Kini, gula kemasan 1 kg dijual seharga Rp 16.000. Aturan ini diberlakukan untuk pelaku usaha di ritel modern anggota APRINDO dan HIPPINDO.Â
Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan NFA I Gusti Ketut Astawa beralasan, penetapan harga gula ini sebagai respons dari kenaikan harga gula dari tingkat produsen hingga harga gula internasional belakangan ini.
Baca Juga
Ketut merinci, harga gula di tingkat konsumen menjadi Rp 16.000 per kg, atau Rp 17.000 per kg khusus di wilayah Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Papua Pegunungan, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Barat Daya, dan wilayah 3TP (Tertinggal, Terluar, Terpencil, dan Pedalaman).
Advertisement
Perlu dicatat, harga acuan penjualan (HAP) sebelumnya yang berlaku adalah Rp 14.500 per kg di tingkat konsumen, dan Rp 15.500 per kg di wilayah Indonesia Timur dan 3TP. Sementara, Rp 12.500 per kg di tingkat produsen.
"Sehubungan dengan adanya kenaikan harga gula di dalam negeri maupun internasional, maka telah dilakukan rapat koordinasi lintas kementerian dan lembaga untuk membahas harga gula yang wajar di tingkat konsumen. Berdasarkan hasil input tersebut, kami menghimbau kepada seluruh pelaku usaha ritel untuk dapat mengimplementasikan relaksasi harga dimaksud," ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (9/11/2023).
Ketut menyampaikan, perubahan harga gula konsumsi di tingkat konsumen diberlakukan bagi pelaku usaha di ritel modern (APRINDO dan HIPPINDO) agar bisa menjual di atas Harga Acuan Penjualan (HAP) sesuai kewajaran harga yang ditetapkan dengan mempertimbangkan harga gula di produsen atau harga internasional, biaya kemasan, biaya distribusi dan sebagainya.
"Relaksasi ini diberlakukan mengingat harga gula sudah berada di atas HAP. Fleksibilitas ini akan terus dievaluasi secara berkala sampai harga gula kembali ke level wajar," tambah Ketut.
Â
Produkai Gula Turun
Sebagaimana diketahui akibat El Nino diperkirakan terjadi potensi penurunan produksi dari estimasi awal 2,6 juta ton menjadi sekitar 2,2 – 2,3 juta ton. Sementara realisasi impor Gula Kristal Mentah (GKM) baru sebesar 180.000 ton atau sekitar 22,61 persen dan Gula Kristal Putih (GKP) sebesar 126.941 ton atau 58,82 persen.
Realisasi impor yang masih minim juga disebabkan beberapa perusahaan yang memiliki kuota impor GKM masih belum ada realisasi (0 persen). Hal ini antara lain karena tingginya harga gula internasional sehingga tidak menjangkau untuk penjualan sesuai HAP di tingkat konsumen.
"Jadi selain optimalisasi penyerapan dalam negeri dan percepatan importasi, diusulkan adanya fleksibilitas harga penjualan di tingkat konsumen. Ke depan pelaku usaha ritel bisa menjual gula konsumsi dengan harga 16 ribu rupiah per kilogram," pungkasnya.
Â
Advertisement
Terlambat Impor
Sebelumnya, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi yang menyatakan minimnya stok gula konsumsi nasional akibat rendahnya penyerapan dalam negeri dan terlambatnya realisasi pengadaan dari luar negeri. Sehingga perlu dilakukan relaksasi di beberapa kanal perdagangan, salah satunya ritel modern.
"Kalau sekarang sudah terlanjur, harganya di luar negeri sudah tinggi. Ya sudah, kita harus sepakat bahwa ketersediaan itu nomor satu, berapa pun harganya ya sekarang harus dilakukan importasi karena nanti kalau tidak malah tidak punya stok. Tapi ini buat saya sesuatu yang tidak bagus, harusnya sudah dapat ijin importasi awal ya mereka lakukan importasi, harganya waktu itu kan masih di bawah," terang Arief.
Intervensi pemerintah terhadap pemenuhan ketersediaan gula konsumsi di tingkat konsumen dilakukan untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan serta pengendalian inflasi nasional, sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo dalam berbagai kesempatan yaitu untuk menjaga kewajaran harga di tingkat produsen, pelaku usaha, dan konsumen.
Adapun dari data Panel Harga Pangan NFA tanggal 8 November 2023 harga rata-rata nasional gula konsumsi di tingkat konsumen sebesar Rp 16.211/kg, lebih tinggi 11,80 persen di atas HAP. Sedangkan dari data Tradingeconomics mencapai 27,95 sen dolar AS per pon, mencapai level tertinggi dalam periode 5 tahun.
Â
Tak Tahan Impor
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi meminta perusahaan yang mendapat kuota impor gula untuk tak menahan diri. Pasalnya, harga gula saat ini dalam keadaan mahal.
Arief menyebut, salah satu upaya untuk melakukan stabilisasi harga adalah memperbanyak stok gula di pasaran. Salah satunya didapat lewat impor, baik oleh BUMN maupun perusahaan swasta.
"Realisasi impor kita hanya 26 persen sehingga secepatnya saudara-saudara kita yang memegang kota impor harus merealisasikan importasinya, termasuk BUMN di bidang pangan RNI dan PTPN," ujarnya dalam peluncuran Gerakan Pangan Murah, di Kantor Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (16/10/2023).
Tak cuma BUMN, Arief mewanti-wanti perusahaan swasta juga segera melakukan impor. Dia menduga, kebiasaan perusahaan swasta kerap menahan impor ketika harga tinggi.
"Private (swasta) juga sama, hanya melakukan importasi kalau untung, maka kalau harga diluar lebih tinggi mereka enggak melakukan importasi. Enggak begitu caranya, importasi bukan cuma harga, tetapi pemenuhan stok," urainya.
Dia memastikan, dengan melakukan impor gula, tidak akan membuat rugi para pelaku usaha. Bapanas, kata dia, akan melakukan reviu harga jual, termasuk juga akan dibahas bersama para pelaku usaha.
"Sehingga tolong disampaikan kepada seluruh importir supaya melakukan penugasan seperti yang sudah disampaikan. Harganya stabilisasi pangan di Bapanas akan mereview jadi nggak usah khawatir akan rugi. jadi tolong dipenuhi stoknya. Kita akan duduk sama-sama," ungkap dia.
Advertisement