PLN Group Target Co-firing Biomassa Kontribusi 3,6% ke Bauran EBT 2025

Co-firing biomassa berkontribusi sebesar 3,6% dari total target bauran EBT 23% di tahun 2025

oleh Septian Deny diperbarui 23 Nov 2023, 07:47 WIB
Diterbitkan 23 Nov 2023, 07:45 WIB
PLN berhasil melakukan uji coba penggunaan 75 persen biomassa Woodchips (kepingan kayu) untuk bahan bakar pengganti batu bara (cofiring) di PLTU Bolok dengan kapasitas 2x16,5 Megawatt (MW) di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). (Dok PLN)
Co-firing biomassa berkontribusi sebesar 3,6% dari total target bauran EBT 23% di tahun 2025. (Dok PLN)

Liputan6.com, Jakarta PT PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) terus meningkatkan co-firing, yaitu penggunaan biomassa sebagai subtitusi batu bara yang menjadi bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), untuk mencapai target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23% pada tahun 2025.

Vice President Pengembangan Bisnis, Pemasaran & Perencanaan Biomassa PT PLN Energi Primer Indonesia (EPI) Anita Puspita Sari menjelaskan, penerapan co-firing biomassa sangat kompetitif dilakukan dalam mengejar target dekarbonisasi di Indonesia. Sebab, co-firing biomassa memiliki Levelized Cost of Electricity (LCOE) terendah dibanding akselerasi ke EBT lainnya.

“Co-firing biomassa berkontribusi sebesar 3,6% dari total target bauran EBT 23% di tahun 2025. Langkah ini sangat kompetitif untuk dilakukan, mengingat LCOE-nya terendah dibanding EBT lain seperti energi surya, air, angin, geothermal, serta energi terbarukan lainnya,” kata Anita, dikutip, Kamis (23/11/2023).

Anita menuturkan, tak hanya biayanya yang paling rendah. Namun yang lebih penting adalah, penerapan co-firing dapat berkontribusi signifikan dalam menggerakkan perekonomian nasional dengan menciptakan lapangan kerja bagi bagi masyarakat lokal tanpa harus menghentikan PLTU yang existing.

”Masyarakat lokal akan memainkan peran penting dalam hal ini menyediakan bahan baku biomassa. Jadi ini akan banyak membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sejalan dengan prinsip ESG yang (Environmental Social and Government) yang kami jalankan,” lanjut Anita.

Perubahan Iklim

Apalagi kata Anita, sejalan dengan komitmen pemerintah dalam mengatasi perubahan iklim, kebutuhan biomassa ke depan makin meningkat tajam. Total 10,2 juta ton biomassa dibutuhkan hingga tahun 2025 mendatang.

”Sejalan dengan komitmen Pemerintah dalam mengejar target co-firing pada tahun 2025, PLN membutuhkan biomassa sebesar 10,2 juta ton untuk menyediakan energi bersih sebesar 11.8 Terawatt hour (TWh). Kebutuhan ini meningkat tajam atau sebesar 300% hingga tahun 2025 mendatang,” papar Anita

 

Kebutuhan Biomassa

Sebanyak 28 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) milik PT PLN (Persero) menerapkan co-firing atau pencampuran biomassa dengan batu bara.
Sebanyak 28 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) milik PT PLN (Persero) menerapkan co-firing atau pencampuran biomassa dengan batu bara.

Perencana Strategis dan Analis Rantai Pasokan PT PLN Energi Primer Indonesia (EPI), Akhmad Kunio Fadlullah Pratopo menuturkan, guna memenuhi kebutuhan biomassa yang terus meningkat, pihaknya secara agresif terus mengembangkan ekosistem biomassa dengan menggandeng komunitas lokal mau pun usaha mikro kecil (UMK) yang berada di sekitar lokasi sumber biomassa berada.

”Baru-baru ini misalnya, kami bekerja sama dengan Kesultanan DI Yogyakarta dalam mengembangkan Green Economy Village (GEV) untuk mendukung langkah NZE 2060 berdasarkan keterlibatan masyarakat lokal. Tujuan utama Pengembangan GEV adalah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat lokal sekaligus mengurangi emisi CO2 dari menggunakan pupuk organik dan menyediakan biomassa untuk proses co-firing biomassa pembangkit listrik,” jalas Kunio.

Namun demikian, Kunio mengatakan saat ini keberadaan biomassa masih terbilang lebih mahal dibanding harga batu-bara. Sehingga menurutnya dukungan dari sisi regulasi sangat dibutuhkan dalam memasifkan pengembangan ekosistem biomassa.

”Pasokan biomassa yang ada sebagian besar memiliki harga lebih tinggi dibandingkan batubara, target co-firing Biomassa PLN pada tahun 2024 dan tahun 2025 cukup tinggi dan merupakan tantangan besar, sehingga dukungan regulasi sangat diperlukan untuk hal ini,” tutup Kunio.

Top, Indonesia Sulap Limbah Sabut Kelapa Jadi Bahan Bakar

Sabut kelapa disulap jadi bahan bakar terbarukan.
Sabut kelapa disulap jadi bahan bakar terbarukan.

Matahari hampir tepat di atas kepala saat Founder JHL Group Jerry Hermawan Lo beserta rombongan menarik dua utas tali berbarengan. Tirai merah lantas tersingkap. Sejurus berselang tanda nama perusahaan pun terpampang.Terdapat logo delapan helai daun dan satu buah kelapa di sebelah tulisan PT Dewa Agricoco Indonesia berwarna hijau dengan latar putih.

"Tempat ini jadi sejarah," kata Jerry Hermawan Lo menunjuk lokasi Dewacoco di Desa Goal Kecamatan Sahu Timur, Kabupaten Halmahera Barat, Provinsi Maluku Timur.

"Dengan dibukanya pabrik di sini akan menjadi berkah sumber kemakmuran bagi masyarakat setempat," lanjut dia.

Penyingkapan tirai merah itu menjadi tanda pembukaan pengoperasian pabrik Dewacoco di total lahan seluas 58 hektare di antara perkebunan kelapa.

Pabrik pengolahan kelapa terpadu itu tak semata mengolah kelapa di daerah dengan sumber daya tanaman kelapa begitu melimpah, tetapi juga menjadi perusahaan netral karbon penghasil energi terbarukan dari bahan bakar biomassa limbah sabut kelapa.

"Dewacoco jadi perusahaan satu-satunya di dunia penghasil bahan bakar biomassa dari limbah sabut kelapa," sahut Jerry Hermawan Lo.

Setelah menyingkap tanda nama perusahaan, Jerry Hermawan Lo bersama rombongan langsung meninjau pabrik dimulai dari bagian Open Area.

Di bagian depan tampak timbunan kelapa varietas Dalam telah disortir berumur tiga bulan diangkut para pekerja untuk masuk tahap dehusking atau memisah sabut dengan tempurung.

Tempurung kelapa lantas masuk proses pengolahan lanjutan sementara sabut dipadatkan menjadi briket menjadi bahan bakar biomassa. Briket sabut kelapa itu kemudian dibakar di suhu tinggi tanpa oksigen sehingga material mentah akan mengalami pemecahan struktur kimia menjadi fase gas atau proses itu disebut pembakaran pirolisis.

"Saat ini Dewacoco sudah menghasilkan 1 megawatt untuk menyuplai listrik di perusahaan. Analogi sederhananya, jika satu rumah punya besaran daya 2.000 watt maka akan bisa menyuplai untuk 500 rumah dari situ," kata Chief Executive Officer PT Dewa Agricoco Indonesia Arthur Pelupessy.

 

Biomassa

Pabrik Dewacoco
Sabut kelapa disulap jadi bahan bakar terbarukan.

Dewacoco, lanjut Arthur Pelupessy, berharap kapasitas dari biomassa bisa ditingkatkan agar bisa bermanfaat pula untuk masyarakat setempat.

Dewacoco, sambungnya, memiliki harapan dapat menjadi manfaat secara ekonomis, memacu energi keberlanjutan, dan membangun kesadaran bersama tentang perbaikan lingkungan baik di masyarakat Jailolo sampai ke seluruh dunia.

Proses membangun kesadaran bersama tentang lingkungan tersebut nyatanya telah dilakukan Dewacoco dengan tak ada satu pun sampah (waste) tersisa.

Setelah sabutnya menjadi briket untuk bahan bakar biomassa, selanjutnya tempurung masuk ke tahap dewatering untuk diambil air. Berlanjut, tempurung kelapa akan dipisah dari batoknya untuk dijadikan charcoal.

Sementara itu, kulit kelapa berlanjut di tahap paring. Para pekerja kebanyakan perempuan secara manual akan memisah kulit kelapa bewarma cokelat muda dengan daging kelapa. Bagian kulit kelapa itu kemudian diolah menjadi coconut paring oil. Seturut itu pula daging kelapa dipisah dengan bagian ari.

Ari kelapa tersebut selanjutnya akan diproses menjadi Crude Coconut Oil (CCO). Tepat di hadapan alat penyaring berbuku-buku dengan keran merah di bawahnya, Jerry Hermawan Lo mendadak menghentikan langkah. Telunjuknya langsung menadah kucuran CCO pada ujung keran. Serenta, minyak kelapa murni terbuat dari ari kelapa di telunjuknya lekas diseruput ke mulutnya.

"Wah enak. Rasanya gurih. Wangi lagi," katanya dengan wajah semringah.

CCO diproses pada suhu relatif rendah. Ari kelapa diperas menjadi santan lalu dipanaskan dengan suhu relatif rendah untuk lebih lanjut difermentasi, pendinginan, penambahan enzim, dan masuk tahap sentrifugasi.

Sesudah ari kelapa diubah menjadi CCO, bagian dagingnya kemudian masuk ke tahap drying diubah menjadi desicated dan tepung. Deiscated kelapa tersebut didistribusikan menjadi bahan pangan, tetapi dapat pula menjadi bahan untuk pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO).

Setelah ikut menyaksikan proses demi proses pengolahan kelapa terpadu, Anggota DPD RI Namto Hui Roba mengaku gembira karena kelapa sebagai produk utama di Halmahera Barat akhirnya bisa punya nilai lebih selain sebelumnya hanya menjadi kopra.

"Dewacoco punya dampak besar bagi masyarakat karena mampu membuat kelapa di Halmahera Barat bisa memiliki nilai lebih. Apalagi pemanfaatan limbah menjadi energi terbarukan sangat baik bagi lingkungan," Namto Hui Roba.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya