Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menyebut pinjaman online (Pinjol) masih menjadi alternatif yang diperlukan masyarakat ketika membutuhkan pembiayaan dengan cepat.
"Ini merupakan alternatif yang betul-betul diperlukan," kata Mahendra Siregar dalam sambutannya di acara Apresiasi Media Massa di Hotel Kempinski Indonesia, Jakarta, Selasa (28/11/2023).
Baca Juga
Hal itu terbukti dari akumulasi nilai outstanding pembiayaan peer to peer lending yang sudah mendekati nominal Rp 600 triliun. Berdasarkan data OJK, mayoritas masyarakat yang menggunakan pinjol sebagai alternatif pembiayaan merupakan mereka yang belum memiliki akses ke industri perbankan.
Advertisement
"Mengenai pinjaman online, realitanya adalah akumulasi dari outstanding pembiayaan yang sudah disalurkan sudah mendekati Rp 600 triliun, dan tentu pihak yang belum memiliki akses langsung atau memiliki keterbatasan pada pembiayaan yang ada yang dilakukan industri yang lain," ujarnya.
Di sisi lain, OJK pun melihat dampak negatif dan positif yang muncul dari pinjol. Bahkan, banyak masyarakat yang terjerat pinjol karena tidak mampu membayar utangnya.
Kendati begitu, Mahendra menegaskan, OJK siap melakukan penanganan terhadap damp negatif yang ditimbulkan pinjol yang merugikan masyarakat.
"Namun bagaimana kita memperkuat itu, bagaimana kita mengatasi dampak yang tidak baik bahkan sampai yang merugikan masyarakat. Itu kami sangat siap dalam berbagai aspek, regulasinya, enforcementnya,malasannya, dan juga perlindungan kondsumen dan penegakan hukum. Jadi, end to end dan kami akan respons dengan utuh kami ikut bantu penanggulangan mitigasi penyelesaian," pungkasnya.
Ada Peta Jalan Pinjol, Konsumen Makin Diuntungkan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan Roadmap Pengembangan dan Penguatan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau Fintech Lending 2023-2028 atau Pinjaman online (pinjol).
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengungkapkan, peluncuran roadmap LPBBTI 2023-2028 memiliki dua tujuan utama.
Pertama, untuk memperkuat kerjasama dan sinergi, serta komitmen yang tinggi untuk membenahi, memperkuat, meningkatkan integritas, memperbaiki kualitas pelayanan dan produk yang dihasilkan bagi masyarakat indonesia dari LPBBTI.
"Kedua, industri fintech lending ini memasuki suatu era berbasis kepada legalitas yang begitu kuat yang turun dan dimandatkan langsung oleh undang-undang yang sebelumnya tidak ada," ujarnya.
Menanggapi kebijakan OJK ini Pengamat Ekonomi Eko Listiyanto menyambut kehadiran roadmap LPBBTI ini penting untuk lebih menata industri P2P lending ini ke depan sehingga dampaknya bisa lebih optimal bagi perekonomian, terutama UMKM kelas bawah yang belum bankable.
"Manfaatnya ke perekonomian akan sangat positif karena akan meningkatkan pembiayaan produktif khususnya ke UMKM," ujar Eko kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (14/11/2023).
Roadmap ini merupakan upaya OJK untuk mewujudkan industri fintech peer to peer (P2P) lending yang sehat, berintegritas, dan berorientasi pada inklusi keuangan dan pelindungan konsumen serta berkontribusi kepada pertumbuhan ekonomi nasional. Peran roadmap adalah sebagai panduan bagi segenap stakeholders di industri fintech P2P lending mencapai visi tersebut.
Implementasi pengembangan dan penguatan industri fintech P2P lending dilakukan pada tiga fase dalam kurun waktu 2023 sampai dengan 2028, diawali dengan fase penguatan fondasi, dilanjutkan dengan fase konsolidasi dan menciptakan momentum, dan diakhiri dengan fase penyelarasan dan pertumbuhan.
Advertisement
Suku Bunga Lebih Adil
Di sisi lain, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) ini juga menyambut baik kehadiran regulasi P2P lending yang dikeluarkan bersamaan dengan roadmap pinjol.
OJK mengeluarkan SEOJK Nomor 19/SEOJK.05/2023 tanggal 8 November 2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Berbasis Teknologi Informasi. SEOJK ini antara lain mengatur mengenai manfaat ekonomi atau tingkat bunga yang ditunggu oleh masyarakat luas.
Eko bilang, ke depan regulasi ini akan membedakan suku bunga pembiayaan produktif dan non produktif. Harapannya beleid ini bisa membuat kompetisi di pasar sehingga terjadi efisiensi harga dana (bunga).
"Di sisi lain, peminjam akan terdorong untuk mengarah ke pembiayaan produktif karena bunga lebih rendah, sehingga diharapkan kontribusi P2P bagi ekonomi naik," pungkasnya.
Untungkan Konsumen
Dalam kesempatan berbeda, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembga Jasa Keuangan lainnya OJK, Agusman menuturkan, pembatasan suku bunga dilakukan untuk melindungi konsumen agar tidak dirugikan.
"Jika kita tidak mengatur suku bunga dengan baik, maka yang paling dirugikan adalah konsumen," tegas Agusman.
Dalam SE tersebut, diatur pula penetapan batas maksimum manfaat ekonomi dan denda keterlambatan berdasarkan jenis pendanaan sektor produktif dan sektor konsumtif yang akan diimplementasikan secara bertahap dalam jangka waktu tiga tahun (2024-2026).
Adapun batas maksimum manfaat ekonomi yang berlaku sejak 1 Januari 2024 yaitu manfaat Ekonomi – Pendanaan Produktif 0,1 persen per hari di tahun 2024/ 2025 dan menjadi 0,067 persen per hari di 2026. Manfaat Ekonomi - Pendanaan Konsumtif 0,3 persen per hari di tahun 2024), sebesar 0,2 persen per hari di 2025 dan sebesar 0,1 persen per hari di 2026.
Selain itu, untuk melindungi kepentingan konsumen, seluruh manfaat ekonomi dan denda keterlambatan yang dapat dikenakan tidak dapat melebihi 100 persen dari nilai pendanaan yang tercantum dalam perjanjian pendanaan.
Di dalam SE OJK tersebut juga diatur bahwa Penyelenggara harus memperhatikan kemampuan membayar kembali dari penerima dana, dengan memastikan tidak menerima pendanaan lebih dari tiga Penyelenggara fintech P2P lending.
Advertisement