Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) kembali menggelar Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) di 2023. Pertemuan ini merupakan high level event (HLE) Bank Indonesia yang telah diselenggarakan secara rutin sejak tahun 1969.
Agenda utama PTBI adalah penyampaian pandangan Bank Indonesia mengenai kondisi perekonomian nasional, tantangan yang dihadapi, dan arah kebijakan ke depan serta penyampaian arahan Presiden Republik Indonesia mengenai kebijakan Pemerintah ke depan.
Baca Juga
Di tahun ini, Pertemuan Tahunan Bank Indonesia digelar pada Rabu 29 November 2023 malam dengan tema Sinergi Memperkuat Ketahanan dan Kebangkitan Ekonomi Nasional.
Advertisement
Selain penyampaian pandangan, dalam PTBI ini juga diselenggarakan Bank Indonesia Award (BI Award). Kali ini, dalam penyelenggaraan BI Award disaksikan langsung oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
BI Award ini diberikan kepada para mitra Bank Indonesia yang memberikan dedikasi dan komitmen dalam kontribusinya untuk Indonesia dan mereka yang telah mendukung BI dalam menjalankan tugas dan wewenangnya di area moneter, sistem pembayaran, makro prudensial dan pengembangan UMKM.
Di 2023 ini, terdapat 64 pemenang BI Award dan salah satunya adalah DANA. Dalam gelaran ini, PT Espay Debit Indonesia Koe atau lebih dikenal dengan nama DANA meraih penghargaan sebagai penyedia jasa pembayaran QRIS dengan performa terbaik.
DANA memiliki visi menjembatani masyarakat Indonesia menuju generasi nontunai dengan tingkat literasi dan inklusi keuangan yang lebih baik.
DANA menghubungkan seluruh elemen dalam ekosistem ekonomi digital, mulai dari pemerintah, mitra, hingga pengguna, untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan di Indonesia.
Ketidakpastian Masih Menghantui, Gubernur BI Ramal Ekonomi Global Baru Membaik 2025
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkap ketidakpastian ekonomi masih akan terus berlanjut hingga 2024, tahun depan. Sinyal perbaikan ekonomi global ini diprediksi bisa terjadi pada tahun 2025.
Perry mengatakan, kondisi ekonomi yang belum bangkit dipengaruhi oleh konflik geopolitik global. Pertama, perang Rusia-Ukraina. Kedua, memanasnya ketegangan Israel dan Hamas di Palestina. Di samping itu, ada pula perang dagang antara Amerika Serikat dan China.
"Dunia masih terus bergejolak, perang Rusia-Ukraina perang dagang Amerika dan Tiongkok dan kini konflik Israel di Palestina," kata Perry dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2023, di Jakarta, Rabu (29/11/2023).
"Fragmentasi geopolitik berdampak pada fragmentasi geoekonomi, akibatnya prospek ekonomi global akan meredup pada tahun 2024 sebelum mulai bersinar kembali pada tahun 2025," imbuhnya.
Dia mencatat, setidaknya ada 5 karakteristik ketidakpastian ekonomi global. Ini dirangkum melihat tren yang terjadi dalam gejolak perekonomian setiap negara di dunia.
Pertama, pertumbuhan ekonomi yang diramal menurun ke 2,8 persen pada 2024 dan baru bisa mencapai 3 persen di 2025. Perry menyebut ini sebagai slower and divergent growth.
"Amerika masih baik, Tiongkok melambat, India dan Indoneisa tumbuh tinggi," kara dia.
Advertisement
Penurunan Inflasi Melambat
Kedua, ada istilah gradual disinflation. Menurutnya ini adalah kondisi penurunan inflasi yang lambat meski pengetatan moneter sudah dilakukan secara agresif oleh negara-negara maju. Perry meramal inflasi baru akan turun pada 2024.
"Itupun masih diatas target karena harga energi pangan global dan keketatan pasar tenaga kerja," ungkap dia.
Ketiga, kondisi yang disebut higher for longer. Ini merujuk pada FED Fund Rate yang masih terus tinggi di 2024. Bahkan Perry menyebut ada kecenderungan yield US treasury masih akan meningkat karena membengkaknya utang peemerintah Amerika Serikat.
Keempat, menguatnya dolar Amerika Serikat sehingga mengakibatkan tekanan terhadap depresiasi nilai tukar di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Berdampak Negatif
Kelima, kondisi yang disebut cash is the king. Dimana adanya arus modal yang keluar dalam jumlah besar dari emerging market ke negara maju. Mayoritas, arus modal ini menuju Amerika Serikat karena tingginya suku bunga dan kuatnya posisi dolar.
"Kelima gejolak global tersebut berdampak negatif ke berbagai negara. Indonesia tidak terkecuali, perlu kita waspadai dan antisipasi dengan respons kebijakan yang tepat untuk ketahanan dan kebangkitan ekonomi nasional yang telah susah payah kita bangun," pungkas Perry Warjiyo.
 Â
Advertisement