Indonesia Belajar dari Belanda Cari Solusi Hadapi Bencana di Pesisir, Butuh Investasi Berapa?

Indonesia tengah jajaki solusi berbasis alam untuk mengatasi bencana air di wilayah pesisir. Pakar Maritim dari Belanda Peter van der Hulst menuturkan, biaya tidak jauh berbeda dari cara tradisional.

oleh Arief Rahman H diperbarui 29 Feb 2024, 20:51 WIB
Diterbitkan 29 Feb 2024, 20:51 WIB
Indonesia Belajar dari Belanda Cari Solusi Hadapi Bencana di Pesisir, Butuh Investasi Berapa?
Indonesia tengah menjajaki solusi dalam menangani bencana air di wilayah pesisir. Salah satunya adalah dengan solusi berbasis alam atau Natural Based Solution (NBS). (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia tengah menjajaki solusi dalam menangani bencana air di wilayah pesisir. Salah satunya adalah dengan solusi berbasis alam atau Natural Based Solution (NBS).

Solusi ini digadang menjadi upaya menanggulangi bencana seperti banjir rob di wilayah pantai Indonesia. Caranya, dengan menanam rumput laut hingga rehabilitasi koral.

"Kita ingin melihat, mengundang, apa teknologi ini, apakah bisa diterapkan di Indonesia. Dan kalau memang ada kebutuhan spesifik untuk recovery lingkungan kita, kenapa enggak kita terapkan saja," ungkap Asisten Deputi Bidang Infrastruktur Dasar, Perkotaan, dan Sumber Daya Air Kemenko Marves, Lukijanto dalam sebuah workshop di Jakarta, Kamis (29/2/2024).

Lantas, berapa investasi yang harus disiapkan untuk menerapkan konsep itu?

Pakar maritim dari Belanda sekaligus Direktur Delta Marine Consultant, Peter van der Hulst menghitung investasi yang dikeluarkan tidak jauh berbeda dengan cara-cara tradisional. Meski begitu, diakui biayanya sedikit lebih tinggi.

Cara tradisional yang dimaksud adalah dengan membangun pemecah ombak dari batuan-batuan atau beton di sekitar pesisir. Apalagi, jika bahan-bahan tersebut didatangkan dari luar wilayah Indonesia.

"Sebenarnya, banyak padat karya, tapi dari sisi biaya tidak terlalu tinggi juga. Bisa dibayangkan membawa batu berukuran besar sebagai pemecah ombak dan harus memindahkan batu dari luar negeri ke titik pembangunan, itu sangat mahal, dan hal itu tidak bertahan lama juga, dan kemudian harus melakukannya lagi selanjutnya," tuturnya.

"Tapi kalau NBS ini mungkin sekitar 20 persen lebih tinggi dari apa yang dilakukan dengan cara tradisional, tapi dalam jangka panjang biaya yang dikeluarkan akan sangat murah. Jadi secara investasi di awal enggak jauh beda, tapi perawatannya lebih mudah dan murah ke depannya," Peter menambahkan.

 

Tak Butuh Waktu Terlalu Lama

Sisa Banjir Rob di Pantai Marunda dan Kawasan Si Pitung
Aktivitas warga di pantai Marunda dan kawasan Si Pitung, Jakarta, Kamis (9/12/2021). Di beberapa titik masih tergenang akibat banjir rob (air laut pasang) dan gelombang pasang air laut merupakan masalah serius yang dihadapi beberapa wilayah pesisir di Indonesia. (merdeka.com/Imam Buhori)

Peter mengatakan, proyek penanggulangan bencana pesisir berbasis alam ini tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama. Asalkan, pemerintah berani untuk sedikit menambah upaya pada awal pelaksanaannya.

"Jadi tidak perlu menunggu terlalu lama. Lebih lagi, anda tidak perlu mengulanginya di tahun kedua atau tahun ketiga, atau tahun ke lima. Jadi hanya dilakukan diawal. Kita pernah melakukannya, dan itu bisa bertahan lama hingga 8-10 tahun mendatang," ujar dia.

Manfaat jangka panjangnya pun cukup komprehensif. Peter merinci, dengan solusi berbasis alam ini, ekosistem pesisir dan laut akan terjaga.

Pasokan Ikan Terjaga Hingga Undang Wisatawan

Misalnya, melalui penanaman rumput laut yang jadi habitat ikan. Kemudian, rehabilitasi dan memperbanyak karang atau koral sebagai penahan alami terhadap abrasi. Dampaknya akan menjaga biota laut sekaligus menjadi daya tarik wisatawan.

"Kehidupannya akan terus berjalan, misalnya lapangan untuk menangkap ikan akan terjaga, rumput laut, sebagai habitat ikan akan bisa mengundang wisatawan untuk menikmatinya, orang akan datang ke sini untuk menikmati keindahan pantai dan alam bawah lautnya," paparnya.

 "Dan kita bisa meningkatkan pendapatan dari situ dibandingkan sengan melakukan cara yang biasa saja," tegas Peter.

 

Bangun Giant Sea Wall

Sisa Banjir Rob di Pantai Marunda dan Kawasan Si Pitung
Aktivitas warga di pantai Marunda dan kawasan Si Pitung, Jakarta, Kamis (9/12/2021). Di beberapa titik masih tergenang akibat banjir rob (air laut pasang) dan gelombang pasang air laut merupakan masalah serius yang dihadapi beberapa wilayah pesisir di Indonesia. (merdeka.com/Imam Buhori)

Sebelumnya diberitakan, Pemerintah Indonesia berencana untuk membangun tanggul laut raksasa atau giant sea wall di sisi utara Pulau Jawa. Proyek ini disebut membawa manfaat yang baik bagi wilayah pesisir.

Salah satunya pandangan dari seorang pakar maritim asal Belanda. Direktur Delta Marine Consultant, Peter van der Hulst mengaku sepakat dengan rencana pemerintah itu. 

"Itu ide sangat bagus. Tidak hanya itu ide bagus tapi menurut saya itu memang diperlukan," ungkap Peter saat ditemui di Hotel ShangRi-La, Jakarta, Kamis (29/2/2024).

Dia mengatakan, Giant Sea Wall bisa menjadi solusi atas bencana yang dihadapi di pesisir utara Pulau Jawa. Misalnya, ancaman semakin menurunnya permukaan tanah Jakarta yang membuat sebagian wilayah tenggelam.

"Karena giant sea wall bertujuan tidak hanya untuk menahan air laut, tapi juga bisa menjadi solusi untuk tenggelamnya Jakarta. Jakarta sekarang sedang tenggelam karena masifnya pengunaan air tanah oleh masyarakat dan meningkatnya permukaan laut," urainya.

Peter memandang, Giant Sea Wall bahkan bisa jadi salah satu sumber air bagi masyarakat pesisir. Meski hal ini perlu dikembangkan dan dilengkapi dengan kajian lebih lanjut.

"Jika dikembangkan lebih jauh, tanggul laut raksasa itu bisa berfungsi untuk menyimpan air minum di musim kemarau. Di musim hujan, air yang tertampung bisa diturunkan untuk mengumpulkan air hujan yang datang dari dataran tinggi di sekitar utara Pulau Jawa," tuturnya.

"Selain keamanan, Giant Sea Wall bisa menyediakan air bersih untuk industri, hotel, dan masyarakat. Jadi itu ide yang sangat bagus," imbuh Direktur Van Oord Indonesia ini.

Solusi Ramah Lingkungan

Sisa Banjir Rob di Pantai Marunda dan Kawasan Si Pitung
Aktivitas warga di pantai Marunda dan kawasan Si Pitung, Jakarta, Kamis (9/12/2021). Di beberapa titik masih tergenang akibat banjir rob (air laut pasang) dan gelombang pasang air laut merupakan masalah serius yang dihadapi beberapa wilayah pesisir di Indonesia. (merdeka.com/Imam Buhori)

Peter memandang pula perlu ada upaya keberlanjutan (sustainability) dalam mengatasi bencara air seperti banjir rob di wilayah pesisir. Konsep ini biasa disebut dengan Natural Based Solution (NBS).

Caranya dengan penguatan hutan bakau, pemanfaatan rumput laut, hingga rehabilitasi karang atau koral di lautan. Aspek keberlanjutannya bisa membuat biaya pemeliharaan jangka panjang lebih efisien.

"Di Belanda kita sudah menerapkan ini, NBS diterapkan sekali dam bisa bertahan dalam jangka panjang. Memang membutuhkan komitmen pemerintah dan pemangku kepentingan. Daripada membetom laut dan pantainya hilang, mengapa tidak mengintegrasikan upaya yang lebih berkelanjutan," bebernya.

Rencana Pemerintah

Pemerintah akan membangun mega proyek tanggul laut pulau Jawa atau giant sea wall. Pembangunan Tanggul Laut Pulau Jawa diperkirakan memakan waktu 40 tahun.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mencatat, biaya pembangunan giant sea wall mencapai Rp164,1 triliun untuk tahap pertama melalui skema pendanaan  Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

Adapun, total anggaran untuk pembangunan Tanggul Laut Pulau Jawa diperkirakan mencapai USD 50 miliar. Nilai ini setara Rp 778,78 triliun dengan asumsi kurs Rp 15.575 per USD.

"Dari hasil kajian yang telah dilakukan oleh Kementerian PUPR, estimasi kebutuhan anggaran pembangunan tanggul laut dan pengembangan kawasan serta penyediaan air baku dan sanitasi adalah sebesar Rp164,1 triliun," kata Airlangga dalam acara Seminar Nasional Pembangunan Tanggul Laut, di Kempinski Hotel, Jakarta, Rabu (10/1/2024).

Airlangga menyebut, pembangunan mega proyek Tanggul Laut Pulau Jawa untuk mengatasi ancaman penurunan muka tanah (land subsidence) dan fenomena banjir rob yang sering terjadi di kawasan Pantura Jawa.

"Diperkirakan setidaknya terdapat 70 Kawasan Industri, 5 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), 28 Kawasan Peruntukan Industri, 5 Wilayah Pusat Pertumbuhan

Industri, dan wilayah perekonomian lainnya yang akan terdampak apabila tidak segera ditangani," ujar Menko Airlangga.

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya