Liputan6.com, Jakarta Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, melaporkan stabilitas sektor jasa keuangan nasional Februari 2024 tetap terjaga.
Hal ini yang didukung permodalan solid dan likuiditas memadai meskipun dihadapkan dengan isu resesi yang mengahantui beberapa negara.
Baca Juga
"Rapat dewan komisioner bulanan OJK pada 28 Februari 2024 menilai stabilitas sektor jasa keuangan nasional terjaga didukung oleh permodalan yang kuat dengan likuiditas yang stabil dan profil risiko yang terjaga," kata Mahendra dalam Konferensi Pers RDK Bulanan Februari 2024, secara virtual, Snein (4/3/2024).
Meskipun stabilitas sektor jasa keuangan nasional terjaga di tengah kinerja perekonomian Global yang secara umum membaik dengan tekanan yang cenderung stabil, namun masih perlu dicermati perkembangan geopolitik ke depan.
Advertisement
"Misalnya ei Amerika Serikat capaian inflasi cenderung sticky yang di tengah pertumbuhan ekonomi yang solid mendorong meningkatnya perkiraan no landing," ujarnya.
Ekonomi Eropa
Kemudian di Eropa, ekonomi Jerman dan Inggris mengalami kontraksi dan mulai memasuki resesi dengan tingkat inflasi yang cenderung turun mendekati target Bank sentral. Sementara di Tiongkok, perekonomiannya di bawah rata-rata historis dengan tekanan di pasar keuangan juga terpantau meningkat.
Adapun dari sisi geopolitik, tingginya eskalasi konflik di beberapa kawasan memunculkan potensi instabilitas yang berimbas memicu kenaikan harga komoditas global ke depan.
Kendati begitu, di domestik kinerja perekonomian terpantau solid antara lain tercermin dari PDB kuartal IV-2023 yang mampu tumbuh sebesar 5,04 persen didorong oleh naiknya pengeluaran konsumsi lembaga non profit yang melayani rumah tangga, dan juga belanja investasi pemerintah terkait pembangunan ibukota negara.
OJK Rilis Panduan Pengelolaan Manajemen Risiko Perbankan Hadapi Perubahan Iklim
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis panduan manajemen risiko perubahan iklim untuk sektor perbankan nasional. Panduan Climate Risk Management & Scenario Analysis (CRMS) ini diharapkan bisa menuntun perbankan mewujudkan Net Zero Emission (NZE) di 2050.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, OJK, Dian Ediana Rae menjelaskan, panduan Climate Risk Management & Scenario Analysis ini merupakan bukti nyata kebijakan OJK dalam pengelolaan risiko perubahan iklim.
Konsep CRMS ini kerangka untuk menilai ketahanan model bisnis dan strategi bank dalam menghadapi perubahan iklim tidak hanya dalam jangka pendek tetapi juga jangka menengah dan panjang.
Serta dalam mewujudkan Net Zero Emission (NZE) di 2050 yang dicanangkan pada Paris Agreement dan diturunkan menjadi target NZE Indonesia di 2060.
Dia menyebut penyusunan CRMS dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, salah satunya yakni dari sisi risiko, diketahui Indonesia merupakan negara yang dinilai cukup rentan terhadap isu perubahan iklim.
"Untuk risiko fisik, Indonesia menempati peringkat ketiga sebagai negara dengan risiko fisik terbesar di dunia," kata Dian dalam acara Indonesia Banking Road to Net Zero Emission, Jakarta, Senin (4/3/2024).
Advertisement
Transisi
Kemudian dari risiko transisi, Indonesia menduduki peringkat ke-7 negara di dunia yang menghasilkan emisi karbon tertinggi dengan share sebesar 2,3 persen.
Faktor selanjutnya, terkait sektor perbankan, The Basel Committee on Banking Supervision (BCBS) telah menerbitkan Consultative Document “Principles for the Effective Management and Supervision of climate-related financial risks” yang mendorong sektor perbankan untuk mulai mengintegrasikan risiko iklim ke dalam kinerja keuangan termasuk pengungkapannya.
Menurutnya hal ini diperkuat dengan adanya inisiatif pengembangan model sebagai dasar pengukuran dampak risiko iklim oleh Central Banks and Supervisors Network for Greening Financial System atau NGFS yang merupakan Asosiasi Bank Sentral dan Otoritas Pengawas di dunia dalam menggerakkan respon terhadap isu iklim/pencapaian Paris Agreement.