Liputan6.com, Jakarta Dalam operasional bisnisnya, perusahaan jasa pengendalian hama telah mendukung berbagai kegiatan industri dalam mengelola kesehatan lingkungannya, mulai dari pabrik, pergudangan, perhotelan, perkantoran hingga permukiman.
Namun, kali ini pelaku usaha pengendali hama harus menemui kendala ketika dihadapkan dengan kebijakan yang belum memperhatikan entomologi pemukiman sebagai bagian dari aspek Kesehatan.
Baca Juga
Sebelumnya, Peraturan Menteri Kesehatan No 14 Tahun 2021 telah terbit dan menimbulkan respons , khususnya terkait standar usaha pengendalian vector dan binatang pembawa penyakit.
Advertisement
Berkenaan dengan hal tersebut, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Industri Pest Management Indonesia (APJIPMI), Boyke Arie Pahlevi menjelaskan, ada salah satu klausal yang menyebutkan tenaga entomolog kesehatan menjadi salah satu persyaratan dan/atau tenaga kesehatan lingkungan yang mempunyai sertifikat pelatihan di bidang vector penyakit dan binatang pembawa penyakit.
“Definisi entomolog kesehatan masih bias dan kebijakan-kebijakan seperti ini perlu dikoreksi, apalagi dalam klausal tersebut juga menyebutkan yang telah memiliki sertifikat pelatihan yang dilakukan oleh pemerintah atau organisasi profesi entomolog kesehatan. Karena di lapangan, tenaga-tenaga Kesehatan lingkungan atau sanitarian mengikuti latihan 6 hari sudah menjadi entomolog kesehatan,” kata Boyke dikutip Minggu (17/3/2024).
Menurutnya, Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI) bisa menjadi rujukan atas koreksi terhadap kebijakan pemerintah yang kurang tepat dan merugikan dunia usaha agar tidak salah tafsir terkait definisi-definisinya.
“Sejak aturan itu diberlakukan, cukup menyulitkan pengusaha jasa pengendalian hama, utamanya dalam izin operasionalnya,” kata Boyke.
APJIPMI, lanjut dia, berharap agar PEI bisa mengambil sikap untuk memperjelas dan menegaskan kembali kriteria terkait entomolog kesehatan. Ke depan, PEI juga diharapkan bisa melahirkan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dan bisa membuat kategori entomolog permukiman dengan jenjang Pratama, Muda, Madya dan Utama.
“Pest Management (Pengendalian Hama) di Indonesia dilirik internasional, banyak negara-negara luar yang ingin berinvestasi atau mengembangkan usahanya di Indonesia karena pangsa pasarnya besar," kata Boyke.
UMKM
Namun, lanjutnya, mayoritas pelaku usaha di Indonesia masih UMKM yang manajemennya masih konvensional dan SDMnya rendah, serta kurang mengikuti perkembangan inovasi teknologi. Dengan adanya LSP, diharapkan bisa meningkatkan daya saing industri pengendalian hama nasional.
Ketua Pusat PEI, Dadang menyambut kerja sama dengan APJIPMI di masa yang akan datang. Sehingga dapat kontribusi nyata dalam entomologi Kesehatan, entomologi pertanian hingga entomologi permukiman.
“PEI akan menyusun program kerja berbasis kebutuhan masyarakat, bagaimana entomolog dapat berperan dengan situasi dan kondisi di lintas sektor terkait,” ungkap Dadang dalam acara Sarasehan dan Pengukuhan Dewan Pengurus PEI 2023-2027, pekan lalu di Jakarta.
PEI, kata dia, mengajak semua pihak bekerja sama dalam inovasi baik dalam lingkup bisnis, riset maupun rekomendasi atas kebijakan untuk kemajuan perindustrian.
Advertisement
Bioekologi Serangga
Anggota Bidang Penelitian PEI, Upik Kesumawati Hadi mengatakan, penelitian terkait bioekologi serangga permukiman dan vector, terkait efikasi insektisida rumah tangga perlu mendapat perhatian serius, mengingat perkembangannya yang sangat cepat.
Menurutnya, urgensi untuk dibentuknya LSP Entomologi Permukiman harus dipertimbangkan untuk ditindak lanjuti.
“Bersama APJIPMI, PEI bisa bekerjasama meningkatkan kemampuan SDM pest control (pengendalian hama) dengan berbagai pelatihan. PEI juga akan berperan aktif dalam memberikan rekomendasi terhadap regulasi atau kebijakan yang kurang tepat” pungkas Upik.