Alasan Wajib Sertifikasi Halal Diundur: Takut Pelaku UMKM Kena Kasus Hukum

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengungkap alasan diundurnya ketentuan wajib sertifikasi halal bagi UMKM.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 17 Mei 2024, 16:15 WIB
Diterbitkan 17 Mei 2024, 16:15 WIB
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengungkap alasan diundurnya ketentuan wajib sertifikasi halal bagi UMKM.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengungkap alasan diundurnya ketentuan wajib sertifikasi halal bagi UMKM. (dok: Arief)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengungkap alasan diundurnya ketentuan wajib sertifikasi halal bagi UMKM. Dia khawatir banyak pelaku usaha yang terkena kasus hukum jika kebijakan itu diterapkan dalam waktu dekat.

Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memutuskan untuk menunda kewajiban sertifikasi halal bagi produk UMKM jadi 17 Oktober 2026 mendatang. Sebelumnya, pelaku usaha perlu mengantongi sertifikat halal atas produk yang dijualnya paling lambat 17 Oktober 2024, tahun ini.

"Pertimbangannya (kalau diterapkan) 17 Oktober 2024 Itu gak mungkin terpenuhi ya, karena ada aspek waktu, ada masalah biaya, ada masalah pendamping dan lain sebagainya," kata Teten usai Inabuyer Expo 2024 di Smesco Indonesia, Jakarta, Jumat (17/5/2024).

"Sehingga daripada UMKM-nya punya masalah hukum, kami mengusulkan ini untuk ditunda. Alhamdulillah Pak Presiden setuju," imbuhnya.

Tentang Kasus Hukum

Maksud dari kasus hukum yang disebutnya adalah terkait dengan sanksi yang akan diberikan kepada pelaku usaha yang tidak memenuhi ketentuan wajib sertifikasi halal. Padahal, hanya ada waktu sedikit untuk mempersiapkan hal tersebut.

Dia mengatakan, ini merupakan upayanya untuk membela para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah. Mengingat lagi, untuk mengurus sertifikasi cukup membutuhkan waktu.

"Saya paling khawatir memang Kalau dipaksakan 17 Oktober 2024 Itu nanti ada banyak UMKM yang diperiksa polisi. Saya paling khawatir. Retail juga takut. Setelah kita lihat memang tidak mungkin dipaksakan 17 Oktober 2024, Ya saya perjuangkan lah teman-teman UMKM ini," tegasnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Keputusan Jokowi

Presiden Joko Widodo atau Jokowi
Presiden Joko Widodo bersama Ibu Iriana Jokowi meninjau sejumlah stan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. (Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden).

Sebelumnya diberitakan, Pemerintah menunda kewajiban sertifikasi halal bagi produk-produk usaha mikro dan kecil dari semula Oktober 2024 menjadi 2026.

Hal itu disampaikan Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai rapat terbatas soal sertifikasi halal di Istana Kepresidenan, seperti dikutip dari Antara, Rabu (15/5/2024).

"Tadi Presiden memutuskan untuk UMKM makanan, minuman dan yang lain itu pemberlakuannya diundur tidak 2024 tapi 2026. Tentu UMKM tersebut adalah yang mikro penjualannya Rp 1 miliar-Rp 2 miliar (per tahun), kemudian yang kecil yang penjualannya sampai dengan Rp 15 miliar (per tahun),” tutur Airlangga.

Airlangga menuturkan, kewajiban sertifikasi halal 2026 juga ditetapkan untuk kategori obat tradisional, herbal dan yang lain, produk kimia kosmetik, aksesoris, barang gunaan, rumah tangga, dan berbagai alat kesehatan.

 


Usaha Besar Tetap Tahun Ini

Presiden Jokowi di perhelatan UMKM Expo(rt) Brilianpreneur di Jakarta Convention Center, Jakarta, Kamis (7/12/2023).
Presiden Jokowi saat membuka perhelatan UMKM Expo(rt) Brilianpreneur di Jakarta Convention Center, Jakarta, Kamis (7/12/2023). (Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden)

Sedangkan untuk usaha kategori menengah dan besar kewajiban sertifikasi halal tetap Oktober 2024. Salah satu pertimbangan diundurnya kewajiban sertifikasi halal bagi usaha mikro dan kecil adalah karena capaian target sertifikasi halal per tahun baru mencapai 4 juta lebih, dari yang ditargetkan sebanyak 10 juta sertifikasi halal.

Adapun untuk produk dari berbagai negara lain akan diberlakukan kewajiban sertifikasi halal setelah negara tersebut menandatangani Mutual Recognation Arrangement (MRA).

"Tadi dilaporkan Menteri Agama, sekarang ada 16 negara sudah melakukan MRA, maka negara yang sudah melakukan MRA itu diberlakukan karena halalnya disertifikasi di negara asal sehingga barangnya bisa masuk," ujar dia.

Sedangkan untuk negara-negara yang belum menandatangani MRA maka ketentuan belum diberlakukan. Airlangga Hartarto menuturkan, kewajiban sertifikasi halal hanya ditujukan bagi usaha yang telah memiliki NIB atau Nomor Induk Berusaha. Oleh karena itu pemerintah mendorong para pelaku usaha pedagang kategori "kaki lima" untuk mendapatkan NIB sebagai syarat sertifikasi halal.

"Syaratnya itu mendapatkan NIB baru sertifikasi, jadi butuh waktu sosialisasi. Karena ada kekhawatiran (pedagang kaki lima) kalau NIB pajaknya seperti apa, padahal kalau pajak itu kan sudah ada regulasinya kalau di bawah Rp500 juta tidak dikenakan pajak dan sebagainya," kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya