Tingkat Inflasi di Turki Sentuh 75% pada Mei 2024, Sektor Ini Penyumbang Terbesar

Bank sentral Turki telah mempertahankan suku bunganya sebesar 50% sejak Maret, dengan alasan masih adanya kebutuhan untuk melawan kenaikan inflasi di negara tersebut.

oleh Gagas Yoga Pratomo diperbarui 09 Jun 2024, 16:01 WIB
Diterbitkan 09 Jun 2024, 16:01 WIB
Tingkat Inflasi di Turki Sentuh 75% pada Mei 2024, Sektor Ini Penyumbang Terbesar
Inflasi di Turki mencapai 75% pada Mei, naik dari 69,8% pada April 2024. (Photo by Freepik)

Liputan6.com, Jakarta - Inflasi di Turki mencapai 75% pada Mei, naik dari 69,8% pada April 2024. Menurut para ekonom ini adalah puncak inflasi di Turki sebelum harga mulai kembali turun. Harga konsumen naik 75,45% pada Mei secara tahunan dan 3,37% secara bulanan, menurut Institut Statistik Turki, sebuah lembaga pemerintah.

Sektor-sektor yang mengalami kenaikan harga tahunan paling tajam adalah sektor pendidikan sebesar 104,8%, perumahan sebesar 93,2%, serta hotel, kafe, dan restoran sebesar 92,9%.

Para ekonom sebelumnya memperkirakan inflasi di negara berpenduduk 85 juta orang akan mencapai puncaknya sekitar 75%. Turki telah menempuh perjalanan selama setahun dengan terus menaikkan suku bunga dalam upaya untuk mendinginkan harga, yang mengakibatkan kesulitan keuangan yang signifikan bagi rata-rata konsumen Turki.

Bank sentral Turki telah mempertahankan suku bunganya sebesar 50% sejak Maret, dengan alasan masih adanya kebutuhan untuk melawan kenaikan inflasi di negara tersebut. 

Bank sentral Turki tersebut mengatakan pada saat itu sikap moneter yang ketat akan dipertahankan sampai terjadi penurunan yang signifikan dan berkelanjutan dalam tren inflasi bulanan.

Kenaikan CPI bulan ke bulan sebesar 3,4% pada Mei lebih tinggi dibandingkan Maret dan April, sehingga menyebabkan beberapa analis memperkirakan arah pelonggaran harga tidak terlalu langsung.

Ekonom senior pasar negara berkembang di Capital Economics yang berbasis di London, Liam Peach dalam catatan penelitian mengatakan pihaknya yakin inflasi di Turki telah mencapai puncaknya.

Rilis ekonomi Turki mengandung beberapa kejutan yang tidak menyenangkan, laju disinflasi pada paruh kedua tahun ini terlihat sedikit lebih tidak pasti,” kata Peach, dikutip dari CNBC Internasional, Minggu (9/6/2024).

Perusahaan tersebut sebelumnya memperkirakan inflasi akan turun menjadi 41% pada akhir tahun, sementara bank sentral Turki memperkirakan inflasi akan mencapai 38% pada akhir tahun.

Penilaian di kalangan ekonom masih beragam mengenai apakah bank sentral Turki akan memangkas suku bunga pada akhir tahun ini atau menunggu hingga 2025.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Tingkat Inflasi di Turki Sentuh 75% pada Mei 2024, Sektor Ini Penyumbang Terbesar

Lira Anjlok, Turis Bulgaria Serbu Turki
Turis Bulgaria berbelanja di bazaar di Edirne, dekat perbatasan Bulgaria, di Turki, pada 24 Desember 2021. Pemberhentian pertama mereka adalah penukaran mata uang, kemudian pasar dan toko kelontong untuk membeli mulai dari bahan makanan hingga perlengkapan kebersihan. (AP Photo/Emrah Gurel)

Sebelumnya, pada akhir kuartal I 2024, lonjakan inflasi di Turki belum menunjukkan tanda pemulihan. Turki mencatat kenaikan inflasi tahunan menjadi 68,5% pada Maret 2024, meningkat dari inflasi bulan Februari sebesar 67,1%.

Melansir CNBC International, Kamis (4/4/2024), laporan Institut Statistik Turki menyebutkan bahwa kenaikan harga konsumen bulanan sebesar 3,16%, dipimpin oleh sektor pendidikan, komunikasi, dan hotel, restoran, serta kafe, yang mengalami kenaikan bulanan masing-masing sebesar 13%, 5,6%, dan 3,9%.

Secara tahunan, pendidikan kembali mengalami inflasi biaya tertinggi sebesar 104% YoY, diikuti oleh hotel, restoran dan kafe sebesar 95% dan kesehatan sebesar 80%.

Turki telah meluncurkan upaya bersama untuk mengatasi melonjaknya inflasi dengan menaikkan suku bunga, yang terbaru adalah menaikkan suku bunga utama negara tersebut dari 45% menjadi 50% pada akhir Maret 2024.

Sebagian besar inflasi Turki dalam beberapa bulan terakhir berasal dari kenaikan signifikan terhadap upah minimum yang diamanatkan pemerintah pada tahun 2024.

Upah minimum untuk tahun tersebut telah naik menjadi 17.002 lira Turki (sekitar USD 530) per bulan pada Januari 2024, kenaikan 100% dari angka yang sama pada periode setahun sebelumnya.

Para ekonom menilai kenaikan suku bunga lebih lanjut dari bank sentral Turki akan diperlukan.

"Meskipun penghitungan inflasi bulan Maret menunjukkan kenaikan bulanan terkecil dalam tiga bulan dan menunjukkan bahwa dampak kenaikan upah minimum yang besar di bulan Januari mungkin sudah sebagian besar telah berlalu, hal ini masih jauh dari konsisten dengan inflasi satu digit yang coba diupayakan oleh para pembuat kebijakan," tulis Nicholas Farr, ekonom Eropa baru di Capital Economics yang berbasis di London, dalam sebuah catatan analis.

 

 


Pengetatan Moneter Lebih lanjut Diperlukan

Ilustrasi bendera Turki. (Unsplash)
Ilustrasi bendera Turki. (Unsplash)

"Angka inflasi terbaru tidak banyak mengubah pandangan kami bahwa pengetatan moneter lebih lanjut akan terjadi dan upaya yang lebih terpadu untuk memperketat kebijakan fiskal juga diperlukan," bebernya.

Bank sentral Turki menerapkan delapan kenaikan suku bunga berturut-turut dari Juni 2023 hingga Januari 2024, dengan total kumulatif 3.650 basis poin.

Langkah tersebut berhenti pada bulan Februari, menandakan bahwa siklus pengetatan telah berakhir, sebelum menaikkan suku bunga lagi pada Maret 2024 karena memburuknya prospek inflasi.

 


Pemilu Lokal di Turki

Para analis mencatat dengan tidak adanya pemilu lokal di Turki, yang berlangsung pada 31 Maret, maka mendorong kebijakan moneter yang lebih ketat kemungkinan akan lebih mudah.

Pemungutan suara untuk memilih pemimpin kota di seluruh negeri, yang berlangsung pekan lalu, menunjukkan bahwa partai oposisi Turki memberikan pukulan bersejarah terhadap Partai AK yang dipimpin oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, dengan memenangkan lima kota terbesar di negara tersebut dan juga beberapa daerah pedesaan.

"Hasil pemungutan suara memicu ketidakpastian politik dan menimbulkan keraguan apakah Presiden Recep Erdogan akan tetap berpegang pada kebijakan ortodoks yang tidak populer," tulis Bartosz Sawicki, analis pasar di perusahaan fintech Conotoxia, dalam sebuah catatan.

Namun, dia menambahkan, "Dengan tidak adanya pemilu hingga tahun 2028, perombakan lagi yang mengarah pada kembalinya kebijakan moneter ekstra longgar tampaknya tidak mungkin terjadi".

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya