HEADLINE: Heboh Ormas Keagamaan Dapat Konsesi Tambang dari Jokowi, Pertimbangannya?

Kebijakan Jokowi mengenai pemberian privilege terhadap ormas keagamaan dalam mengelola tambang mencuri perhatian publik. Lantas, apa pentingnya?

oleh Ilyas Istianur PradityaMaulandy Rizky Bayu KencanaArief Rahman HTira SantiaPipit Ika RamadhaniGagas Yoga Pratomo diperbarui 12 Jun 2024, 00:00 WIB
Diterbitkan 12 Jun 2024, 00:00 WIB
Ilustrasi penambangan. (Freepik)
Ilustrasi penambangan. Keputusan mengenai ormas keagamaan kelola tambang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 yang diteken Jokowi pada 30 Mei 2024. (Freepik)

Liputan6.com, Jakarta Ramai-ramai organisasi masyarakat (ormas) keagamaan menjadi bahan perbincangan lantaran mendapat privilege dari Presiden Jokowi (Jokowi) untuk mengelola tambang. Keputusan mengenai ormas keagamaan kelola tambang ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 yang diteken Jokowi pada 30 Mei 2024.

Beleid tersebut merupakan perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Aturan ormas keagamaan bisa mengelola wilayah khusus izin usaha pertambangan (WIUPK) tertuang di Pasal 83A.

Pasal tersebut berisi aturan mengenai penawaran Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus Secara Prioritas. Pasal 83A sendiri merupakan penambahan dari aturan sebelumnya.

"Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan," seperti dikutip dari Pasal 83A Ayat (1).

WIUPK yang bisa dikelola oleh ormas keagamaan tadi merupakan wilayah bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B).

Jokowi menegaskan, IUPK yang dikuasai oleh Badan Usaha milik ormas keagamaan tidak boleh dipindahtangankan atau dialihkan tanpa persetujuan Menteri terkait.

Dalam ayat (4) pasal yang sama menegaskan kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan dalam Badan Usaha harus mayoritas dan menjadi pengendali.

"Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilarang bekerjasama dengan pemegang PKP2B sebelumnya dan/atau afiliasinya," bunyi Pasal 83A ayat (5).

Selanjutnya, penawaran WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku. Serta, ketentuan lebih lanjut mengenai penawaran WIUPK secara prioritas kepada Badan Usaha milik ormas keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden.

Hasil Lobi-Lobi ke Presiden

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, menceritakan landasan filosofis pemberian izin usaha tambang (IUP) kepada ormas keagamaan.

Menurut dia, kebijakan itu berangkat dari kejadian banyaknya individu atau organisasi yang datang kepada Presiden Jokowi maupun dirinya, menanyakan soal pemberian izin tambang yang dirasa timpang.

"Apa omongan mereka? Pak, kenapa IUP itu dikasih ke asing terus? Kenapa IUP itu hanya dikasih ke pengusaha terus, konglo-konglo? Kenapa kita tidak bisa dikasih? Itu aspirasi," ujar Bahlil dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR RI.

Peran Penting Ormas Keagamaan

Di lain sisi, Bahlil tak bisa menafikan kontribusi ormas keagamaan dalam membangun negara. Ia lantas membicarakan sejarah, bagaimana ormas keagamaan di era pra kemerdekaan semisal Sarekat Islam melakukan perjuangan.

"Dan jujur saya harus mengatakan, bahwa pada garda terdepan itu banyak orang, tapi salah satu di antaranya adalah organisasi-organisasi keagamaan, NU, Muhammadiyah, tokoh-tokoh gereja, Buddha, Hindu," urai Bahlil Lahadalia.

 

Infografis 6 Ormas Keagamaan Dapat Konsesi Tambang dari Jokowi. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 6 Ormas Keagamaan Dapat Konsesi Tambang dari Jokowi. (Liputan6.com/Abdillah)

Daftar Ormas Keagamaan yang Bakal Kelola Tambang

Operasi tambang batu bara PT Adaro Indonesia (Foto: laman PT Adaro Energy Indonesia Tbk/ADRO)
Operasi tambang batu bara PT Adaro Indonesia (Foto: laman PT Adaro Energy Indonesia Tbk/ADRO)

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrid mengungkap ada 6 lahan tambang batu bara yang telah disiapkan. Lahan tambang yang diberikan ke ormas keagamaan adalah lahan bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).

Adapun lahan itu berasal dari PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Adaro Energy Tbk, PT Multi Harapan Utama (MHU), dan PT Kideco Jaya Agung.

"Itu hanya diberikan untuk 6 aja. NU, Muhamadiyah, Katolik, Protestan, Hindu, Buddha, kira-kira itu lah. itu kan asalnya dari PKP2B," kata Arifin saat ditemui di Kantor Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Jakarta.

Adapun beberapa ormas keagamaan yang akan mendapat IUPK tambang batu bara diantaranya Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, yang mewakili agama Islam.

Lalu, Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) yang mewakili agama Kristen, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) yang mewakili agama Katolik. Serta, ormas keagamaan lain yang mewakili Hindu dan Buddha.

"Jadi memang ini kan upaya pemerintah untuk bisa memberikan kesempatan kepada ormas-ormas keagamaan yang memang non-profit ya," kata dia.

Arifin mengungkapkan, alasan pemberian konsesi tambang batu bara kepada ormas keagamaan. Harapannya, pemberian IUPK ke ormas keagamaan ini bisa menunjang kerja-kerja organisasi.

Ramai-Ramai Ditolak Ormas Keagamaan

Seakan bertepuk sebelah tangan. Pemberian hak istimewa oleh Presiden Jokowi kepada ormas keagamaan ini ternyata tidak langsung membuat mereka senang.

Nyatanya, sampai saat ini, baru Nahdlatul Ulama (NU) yang girang menerima izin tambang dari pemerintah. Yang lain secara terang-terangan justru menolak.

Muhammadiyah

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti menegaskan organisasinya tidak akan tergesa-gesa terkait konsesi tambang yang ditawarkan oleh pemerintah.

Abdul mengatakan Muhammadiyah belum ada keputusan akan menolak atau menerima konsesi tambang tersebut. Organisasi keagamaan Islam non-pemerintah itu menegaskan akan mengkaji semuanya dari berbagai aspek dan sudut pandang yang menyeluruh.

"Keputusan sepenuhnya berada di tangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Ormas keagamaan mengelola tambang tidak otomatis, tetapi melalui badan usaha disertai persyaratan yang harus dipenuhi," kata Abdul.

KWI

Uskup Agung Jakarta, Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo memastikan, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) tidak akan mengajukan izin untuk usaha tambang.

"Saya tidak tahu kalau ormas-ormas yang lain ya, tetapi di KWI tidak akan menggunakan kesempatan itu karena bukan wilayah kami untuk mencari tambang dan lainnya," kata Kardinal usai bersilaturahmi di Kanwil Kemenag DKI Jakarta, beberapa waktu lalu.

Kardinal mengatakan hal itu menanggapi adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang memberi peluang bagi badan usaha milik organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan mengelola usaha pertambangan batubara selama periode 2024-2029.

PP 25 Tahun 2024 merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. "Pelayanannya kan jelas ya, KWI tidak masuk di dalam (usaha tambang) seperti itu," tegas dia.

Romo Magnis

Filsuf sekaligus rohaniwan Franz Magnis-Suseno menyatakan mendukung sikap Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) yang menyebutkan bahwa mereka tidak akan mengajukan izin untuk usaha tambang.

"Saya dukung sikap KWI bahwa dia tidak akan melaksanakannya. Saya khawatir, orang kami tidak, kami tidak dididik untuk itu dan umat mengharapkan dari kami dalam agama, bukan itu," kata Romo Magnis dikutip dari Antara.

Menurut dia, meskipun pemberian izin usaha tambang bagi ormas keagamaan bisa saja memiliki maksud yang baik, ormas Katolik dan Protestan akan menolak hal tersebut. "Saya tidak tahu, mungkin maksudnya baik, ya. Tapi, saya kira kalau Katolik dan Protestan sama saja, dua-duanya menolak itu," kata dia.

PGI

Pernyataan senada dilontarkan Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Pdt Gomar Gultom. Meski menilai hibah itu sebagai maksud baik, Pdt Gomar meyakini prakarsa Presiden tidak mudah diimplementasikan, mengingat ormas keagamaan mungkin memiliki keterbatasan dalam hal pengelolaan tambang. Apalagi dunia tambang itu sangatlah kompleks, serta memiliki implikasi yang sangat luas.

"Namun mengingat setiap ormas keagamaan juga memiliki mekanisme internal yang bisa mengkapitalisasi SDM yang dimilikinya, tentu ormas keagamaan, bila dipercaya, akan dapat mengelolanya dengan optimal dan profesional," kata dia.

Ketua Umum PGI mewanti-wanti, saat ormas keagamaan mengelola tambang maka hal yang perlu dijaga adalah agar ormas keagamaan tidak mengesampingkan tugas dan fungsi utamanya, yakni membina umat. Sehingga ormas keagamaan tidak terkooptasi oleh mekanisme pasar.

"Jadi yang paling perlu, jangan sampai ormas keagamaan itu tersandera oleh rupa-rupa sebab sampai kehilangan daya kritis dan suara profetisnya," kata Gomar.

Infografis 6 Lokasi Tambang Bakal Dikelola Ormas Keagamaan. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Infografis 6 Lokasi Tambang Bakal Dikelola Ormas Keagamaan. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)

Dikritik DPR

Tambang Batubara
Pertambangan batu bara di Kutai Kartanegara Kalimantan Timur. (Liputan6.com/ Abelda Gunawan)

Terkait hal ini, anggota Komisi VII DPR RI, fraksi PKS mengatakan tidak setuju dengan niat Pemerintah bagi-bagi IUPK (izin usaha pertambangan khusus) untuk ormas keagamaan, apalagi diberikan secara prioritas tanpa lelang. Menurutnya Ini jelas-jelas menyalahi UU Minerba.

“Membentuk badan usaha milik ormas, memberikan prioritas IUPK, lalu mencarikan kontraktor untuk pengusahaan tambang bagi ormas adalah intervensi yang terlalu jauh, memaksakan diri dan dengan risiko yang tinggi. Kita mengkhawatirkan ini bisa jadi jebakan bagi ormas," kata Mulyanto kepada Liputan6.com, Selasa (11/6/2024).

Usul DPRMulyanto menjelaskan, lebih baik menggunakan skema bagi-bagi keuntungan atau profit sharing dengan ormas dibandingkan dengan skema bagi-bagi izin tambang atau business sharing.

Mulyanto menjelaskan skema profit sharing bisa dilakukan dengan cara pembagian keuntungan pengusahaan tambang kepada ormas dapat berbentuk bantuan program CSR (corporate social responsibility) secara tetap dan reguler. 

Selain itu bisa berupa pemberian PI (participating interest) sebagaimana yang diterima Pemda yang di wilayahnya ada tambang.

“Ini lebih logis dan realistis serta tidak menyalahi UU. Kita dapat menimba dari pengalaman profit sharing selama ini dan tentunya itu dapat dievaluasi dan disempurnakan,” pungkasnya.

Harapan Pengusaha Tambang

Meski demikian, para pelaku usaha tetap memiliki harapan terkait kebijakan baru Presiden Jokowi ini, salah satunya dari PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO).

Head of Corporate Communication Adaro Energy Indonesia Febriati Nadira menyimpan harapan, ormas keagamaan nantinya tetap bisa mengelola kegiatan tambang sesuai ketentuan teknis. Selain itu juga turut memberikan manfaat bagi negara dan lingkungan di sekitar wilayah kerja. 

"Kami berharap semoga pengelolaan tambang oleh badan usaha atau badan hukum yang dimiliki oleh ormas ataupun yang lain, nantinya dilakukan secara bijaksana, berdasarkan prinsip-prinsip praktek pertambangan yang baik dan benar (good mining practices) dan senantiasa menerapkan ESG (environmental, social, governance)," ujar dia kepada Liputan6.com, Selasa (11/6/2024).

"Sehingga membawa manfaat yang besar untuk masyarakat, lingkungan, serta memberikan kontribusi positif bagi pembangunan di daerah maupun bangsa dan negara," Febriati menambahkan. 

Respons Walhi

Ilustrasi tambang nikel
Ilustrasi tambang nikel (dok: Foto AI)

Ormas keagamaan yang akan mengantongi konsesi tambang batu bara dari pemerintah menuai banyak komentar dari berbagai pihak.

Manajer Kampanye Tambang dan Energi Eknas Walhi, Rere Christanto  menilai pemberian izin tambang kepada Ormas Keagamaan bisa memicu kerusakan lingkungan.

Menurut dia, seluruh jenis pertambangan mineral dan batu bara memberi ancaman kerusakan lingkungan karena sifatnya yang rakus lahan dan rakus air.

"Operasi pertambangan akan membutuhkan lahan luas untuk operasi produksinya. Karena yang dituju adalah bahan baku di bawah tanah, maka mereka akan lebih dahulu menghancurkan sistem ekologis di atasnya. Entah itu kawasan hutan, sumber mata air, daerah aliran sungai, atau bahkan wilayah produktif masyarakat seperti sawah dan kebun," jelas Rere kepada Liputan6.com, Selasa (11/6/2024).

Setelah sistem ekologis di atasnya dibabat dan dibuka, operasional tambang akan membongkar tubuh bumi di bawahnya untuk diambil mineral atau batu bara-nya. Kemudian akan menyisakan lubang-lubang tambang di wilayah tersebut.

Semua proses ini, lanjut Rere, adalah ancaman untuk kualitas lingkungan dan sumber-sumber penghidupan masyarakat. Pada lahan  pertambangan, akan ada ancaman pencemaran tanah, ancaman tanah longsor, hilangnya vegetasi, dan erosi tanah.

Pada air akan terjadi ancaman pencemaran air, serta sedimentasi dan menurunnya kualitas air dari hulunya bahkan hingga sampai ke laut.

Selain dampak ekologis, konsesi pengelolaan tambang kepada ormas keagamaan akan berdampak dari sisi sosial. Rere mencermati adanya kemungkinan permain lama sektor tambang yang akan campur tangan dan menunggangi konsesi tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya