Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berhasil menguat tipis pada pembukaan Rabu, 19 Juni 2024. Berdasarkan data google finance, Rupiah berada di level Rp 16.406. Rupiah sempat mencapai Rp 16.486 pada Jumat lalu.
Ekonom sekaligus Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengatakan, pelemahan Rupiah disebabkan perang dagang antara Uni Eropa, AS dengan Tiongkok yang semakin panas. Uni Eropa menerapkan tarif tinggi untuk komponen mobil listrik.
Baca Juga
Ibrahim menuturkan, hal ini membuat Tiongkok sedikit kewalahan karena saat ini Tiongkok adalah salah satu negara yang gencar melakukan produksi mobil listrik. Sehingga ada kemungkinan besar akan melakukan perlawanan dengan memberikan pajak bea impor besar untuk barang dari Eropa.
Advertisement
"Ini yang membuat ketegangan sehingga dolar AS menguat dan berdampak pada melemahnya Rupiah,” kata Ibrahim kepada Liputan6.com, Rabu (19/6/2024).
Meskipun begitu, Ibrahim mengungkapkan ada jeda hari libur perayaan Idul Adha di Indonesia membuat Rupiah kembali menguat walaupun hanya sebesar 36 poin. Namun, tidak menutup kemungkinan pekan ini Rupiah akan kembali melemah disebabkan oleh berbagai sentimen.
"Bisa saja ini kembali lagi mengalami pelemahan di minggu ini ada neraca perdagangan yang akan dirilis minggu ini. Ada yang bilang terjadi surplus ada yang bilang defisit tetapi informasi perang dagang ini sudah tidak terdengar lagi. Sehingga membuat pasar sedikit lebih tenang pada perdagangan hari ini,” ujar Ibrahim.
BI Diprediksi Menaikkan Suku Bunga
Selain itu, Ibrahim menjelaskan nilai Rupiah terhadap dolar AS skenario terburuknya bisa mencapai level 16.500, tetapi menurut dia Bank Indonesia (BI) diperkirakan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan bulan ini. Kenaikan suku bunga ini dilakukan BI untuk kembali menstabilkan nilai tukar Rupiah.
"Kenaikan suku bunga ini dipandang tidak memungkikan bagi para ekonom tetapi dalam kondisi saat ini di mana Rupiah sudah tembus 16.300 sebaiknya BI menaikkan suku bunga untuk menjaga nilai Rupiah,” tutur Ibrahim.
Ibrahim mengungkapkan, BI pada awal 2024 mengatakan ada kemungkinan untuk menaikan suku bunga hingga 6,75 persen dengan kondisi ekonomi global yang tidak menentu. Jika BI menaikan suku bunga 25 poin bulan ini, maka suku bunga BI berada di level 6,50 persen.
"Masih ada sis 25 poin untuk BI menaikan suku bunga hingga mencapai 6,75 persen. 25 poin ini menjadi senjata BI jika Rupiah menembus level Rp 16.500,” pungkas Ibrahim.
Advertisement
Rupiah Terpuruk, DPR RI Minta Pemerintah Tak Tutup Mata
Sebelumnya, Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah meminta pemerintah mulai mengantisipasi dampak pelemahan nilai tukar rupiah. Dia juga meminta pemerintah tak menutupi kondisi saat ini kepada masyarakat.
Said menyadari kondisi pelemahan nilai tukar rupiah dan berbagai indikator lainnya menunjukkan kondisi yang tidak baik-baik saja. Maka, dia meminta perlu upaya menjaga kondisi ekonomi serta mengedepankan rakyat.
"Situasi kita tidak mudah, dan harus menjadikan keadaan itu sebagai national bonding. Kesampingkan terlebih dahulu kepentingan kepentingan sesaat, diantara para elit. Sebab jika keadaan ekonomi ini semakin memburuk, lagi-lagi yang akan menerima resiko paling awal adalah rakyat kita sendiri," ujar Said Abdullah dalam keterangannya, Senin (19/6/2024).
Dia berharap para pejabat terkait tidak menutupi kondisi yang djalami saat ini. Namun, disampaikan sesuai dengan kondisinya, agar dapat diantisipasi ke depannya.
"Saya benar benar mengharapkan pemangku kebijakan untuk tidak membuat komunikasi publik, bahwa kita sedang baik baik saja. Sampaikan keadaan seobyektif mungkin, agar rakyat sejak dini bisa bersiap menghadapi segala kemungkinan, dan bersatu padu," pintanya.
Level Rupiah
Data Said menyampaikan, secara years to date, Rupiah di level 15.317-16.483 per USD. Dibandingkan dengan tahun lalu, posisi rupiah minus 5,25 persen. Kecenderungan rupiah loyo disebabkan situasi eksternal dan internal. Belakangan investor menarik diri, khususnya dalam perannya sebagai buyer di Surat Berharga Negara (SBN).
"Investor asing melepas SBN sejak pandemi Covid 19. Pada tahun 2019, porsi asing dalam SBN sebanyak 38,5 persen, setahun kemudian tinggal 25,1 persen, dan akhir Mei 2024 tersisa 14 persen. Perginya investor asing pada SBN mengakibatkan kepemilikan US Dolar (USD) juga kian menurun," tuturnya.
Harga CPO Anjlok
Kemudian, ada kondisi harga komoditas ekspor andalan Indonesia seperti batubara, dan CPO pada tahun 2023 dan 2024 tidak setinggi tahun 2022.
Sejak pertengahan tahun 2023 hingga kini harga batu bara hanya dikisaran 120-an USD/ ton, padahal awal kuartal II 2022 hingga kuartal I 2023 harga batubara di level 400 USD/ton. Demikian halnya dengan harga CPO yang tidak lebih menguntungkan dari tahun 2022.
Harga CPO di tahun 2022 dilevel 4.200-4.400 Ringgit/ton, sedangkan kini hanya 3.800-3.900 Ringgit/ton. Menurunnya dua komoditas andalan Indonesia ini tidak membuat dompet devisa negara tebal.
"Disaat yang sama, pemerintah malah membuka keran impor. Besarnya arus impor ini membuat arus USD makin pergi. Bukan hanya rupiah yang terpukul karena meluaskan kran impor, sejumlah industri dalam negeri seperti tekstil malah gulung tikar dan merumahkan karyawannya," tegas Said Abdullah.
Advertisement