Bank Dunia Ramal Suku Bunga BI Turun di 2025, Jadi Berapa?

BI pada April 2024 menaikkan suku bunga acuan BI rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6,25%, menandai level tertinggi sejak tahun 2016

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 24 Jun 2024, 15:00 WIB
Diterbitkan 24 Jun 2024, 15:00 WIB
Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, Carolyn Turk saat berpidato dalam acara peluncuran laporan Economic Prospects Report Edisi Juni 2024 di Jakarta, Senin (24/5/2026).
Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, Carolyn Turk saat berpidato dalam acara peluncuran laporan Economic Prospects Report Edisi Juni 2024 di Jakarta, Senin (24/5/2026). (Natasha)

 

Liputan6.com, Jakarta Bank Dunia memproyeksi Bank Indonesia (BI) akan mulai menurunkan suku bunganya pada tahun 2025 mendatang.

Seperti diketahui, BI pada April 2024 menaikkan suku bunga acuan BI rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6,25%, menandai level tertinggi sejak tahun 2016.

Kemudian untuk bulan Juni 2024, BI mempertahankan suku bunga acuan atau Bank Indonesia 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di angka 6,25 persen.

"Bank Indonesia diperkirakan akan mulai menurunkan suku bunganya pada tahun depan,” ungkap Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Carolyn Turk dalam peluncuran laporan Economic Prospects Report Edisi Juni 2024 di Jakarta, Senin (24/5/2026).

Bank Dunia, penurunan akan terjadi meskipun dengan kecepatan yang lebih lambat, juga dengan normalisasi kebijakan moneter cadangan devisa yang diperkirakan masih mencukupi untuk memenuhi impor 6 bulan ke depan.

Ramalan Inflasi

Sementara untuk inflasi, Bank Dunia memperkirakan harga konsumen utama Indonesia akan mencapai rata-rata sekitar 3% pada tahun 2024.

Angka tersebut menurun dari perkiraan sebelumnya sebesar 3,2%. Bank Dunia menyoroti kenaikan harga pangan menyebabkan meningkatnya inflasi utama Indonesia saat ini.

Seperti diketahui, inflasi konsumen Indonesia telah naik 2,8% dari 2023 lalu pada Mei 2024, menandai dari 2,6% tahun ke tahun (yoy) pada bulan Januari.

Kondisi iklim yang buruk mengurangi jumlah panen beras dalam negeri dan memengaruhi harga pangan secara lebih luas, jelas Bank Dunia.

Apa yang Dimaksud dengan Suku Bunga

Uang Rupiah
Teller menunjukan mata uang rupiah di Jakarta, Senin (26/2/2024). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menurut laman resmi OJK, suku bunga bank diartikan sebagai balas jasa yang diberikan bank kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya.

Bunga juga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayarkan oleh bank kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dan harga yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank (jika nasabah yang memperoleh fasilitas pinjaman).

Bunga bank bisa dibedakan ke dalam dua jenis, yaitu bunga simpanan dan bunga pinjaman. Bunga simpanan adalah balas jasa dari bank kepada nasabah atas jasa nasabah menyimpan uangnya di bank.

Sedangkan bunga pinjaman adalah balas jasa yang ditetapkan bank kepada peminjam atas pinjaman yang didapatkannya.

Berapa Suku Bunga Bank Indonesia?

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulan November 2023, dikutip Kamis (23/11/2023).
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulan November 2023, dikutip Kamis (23/11/2023).

 Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di angka 6,25 persen. Keputusan suku bunga itu diambil setelah hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan Juni 2024.

"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 19 dan 20 Juni 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 6,25 persen, suku bunga Deposit Facility tetap sebesar 5,50 persen, dan suku bunga Lending Facility tetap sebesar 7 persen," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers, disiarkan pada Kamis (20/6/2024).

Keputusan ini konsisten dengan kebijakan moneter yang pro-stability sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5 plus minus 1% pada 2024 dan 2025.

Kebijakan ini didukung dengan penguatan operasi moneter untuk memperkuat efektifitas stabilisasi nilai tukar Rupiah dan masuknya aliran masuk modal asing, jelas Perry.

Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya