Tingkat Kesulitan Wilayah Tambang untuk Ormas Keagamaan Punya Kesulitan Rendah

Staf Ahli Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Kementerian ESDM Lana Saria menuturkan, kepemilikan saham ormas keagamaan di WIUPK harus mayoritas dan menjadi pengendali.

oleh Agustina Melani diperbarui 26 Jun 2024, 23:55 WIB
Diterbitkan 26 Jun 2024, 23:55 WIB
Tingkat Kesulitan Wilayah Tambang untuk Ormas Keagamaan Punya Kesulitan Rendah
Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIPUK) yang ditawarkan kepada badan usaha organisasi masyarakat (ormas) keagamaan dinilai punya tingkat kesulitan relatif rendah. (Liputan6.com / Yuliardi Hardjo Putro)

Liputan6.com, Jakarta - Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIPUK) yang ditawarkan kepada badan usaha organisasi masyarakat (ormas) keagamaan atau ormas keagamaan dinilai punya tingkat kesulitan relatif rendah. Selain itu, wilayah tambang batu bara yang ditawarkan pernah berproduksi.

Demikian disampaikan Staf Ahli Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Kementerian ESDM Lana Saria dalam acara bertajuk, “Polemik Pemberian Izin Pengelolaan Tambang Kepada Ormas Keagamaan”, di Jakarta, Rabu, (26/6/2024), seperti dikutip dari Antara.

“WIUPK eks PKP2B yang akan ditawarkan kepada badan usaha swasta yang dimiliki oleh ormas hanya akan mengusahakan komoditas batu bara, yang memiliki tingkat kesulitan penambangan yang relatif rendah,” tutur dia.

Adapun WIUPK yang bisa dikelola oleh badan usaha ormas keagamaan merupakan wilayah tambang batu bara yang sudah pernah berproduksi atau lahan dari eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi pertama. Selain itu, Lana juga menuturkan, komoditas batu bara dapat secara langsung memberikan manfaat bagi masyarakat.

"Penawaran wilayah izin usaha pertambangan khusus secara prioritas (kepada badan usaha ormas keagamaan) bertujuan untuk melakukan pemberdayaan,” ujar dia.

WIUPK yang ditawarkan berasal dari penciutan wilayah eks PKP2B, Lana menuturkan, badan usaha yang dikelola oleh ormas keagamaan tidak perlu membuka lahan-lahan baru untuk mengelola WIUPK tersebut.

Lana juga mengingatkan, badan usaha ormas keagamaan dilarang untuk bekerja sama dengan pemegang PKP2B sebelumnya, maupun afiliasinya. Apabila, badan usaha yang sahamnya sebagian besar dimiliki ormas keagamaan telah menerima WIUPK, Lana mengatakan, kepemilikan saham ormas keagamaan tersebut tidak dapat dipindahtangankan dan/atau dialihkan tanpa persetujuan Menteri ESDM.

"Kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan dalam badan usaha harus mayoritas dan menjadi pengendali,” ujar Lana.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


6 Wilayah Tambang

Ilustrasi penambangan. (Freepik)
Ilustrasi penambangan. (Freepik)

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan pemerintah sudah menyiapkan enam wilayah tambang batu bara yang sudah pernah berproduksi atau eks PKP2B untuk badan usaha ormas agama.

Adapun keenam WIUPK yang dipersiapkan, yaitu lahan eks PKP2B PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Adaro Energy Tbk, PT Multi Harapan Utama (MAU), dan PT Kideco Jaya Agung.

Pemberian WIUPK kepada badan usaha ormas keagamaan akan diatur oleh Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi. Adapun Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi dikepalai oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia.


Ormas Keagamaan Wajib Bayar KDI

Sebelumnya, Badan usaha organisasi masyarakat (ormas) keagamaan yang kelola wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) wajib membayar kompensasi data dan informasi (KDI). Hal ini seperti pengelola wilayah tambang lainnya.

Hal itu disampaikan Staf Ahli Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Kementerian Lana Saria, dalam acara bertajuk, “Polemik Pemberian Izin Pengelolaan Tambang Kepada Ormas Keagamaan” di Jakarta, Rabu, (26/6/2024), seperti dikutip dari Antara.

“Jadi, nanti kalau sudah ditentukan siapa yang akan menggunakan wilayah tersebut, tentunya ada kewajiban membayar yang namanya KDI atau Kompensasi Data dan Informasi,” tutur dia.

Kewajiban tersebut akan termaktub dalam revisi Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 tentang Pengalokasian Lahan Bagi Penataan Investasi, yang diprakarsai oleh Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Kewajiban badan usaha ormas keagamaan untuk membayar KDI menunjukkan tidak ada perlakuan khusus bagi ormas keagamaan dalam mengelola WIUPK terkait pembayaran KDI.

Hal ini karena, badan usaha lainnya yang mengelola wilayah tambang juga diwajibkan untuk membayar KDI. Pembayaran itu akan masuk ke kas negara dan dihitung sebagai penerimaan negara bukan pajak.

 

 


Pengaturan Izin

Dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 23.K/MB.01/MEM.B/2023 tentang Formula Perhitungan Harga Kompensasi Data Informasi Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK), diatur mengenai perhitungan KDI yang harus dibayarkan oleh pihak pengelola wilayah tambang.

Selain kewajiban untuk membayar KDI, revisi Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 juga akan mengatur pengajuan izin oleh ormas keagamaan dalam bentuk badan usaha, IUPK dan/atau kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan pada Badan Usaha tidak dapat dipindahtangankan dan/atau dialihkan tanpa persetujuan menteri. 

revisi tersebut juga akan mengatur soal kepemilikan saham ormas keagamaan dalam badan usaha yang harus mayoritas dan menjadi pengendali, mengatur larangan bagi badan usaha untuk bekerja sama dengan pemegang PKP2B sebelumnya dan/atau afiliasinya. Revisi tersebut juga nantinya akan mengatur pembatasan periode penawaran WIUPK, yakni berlaku dalam jangka waktu lima tahun sejak berlakunya Peraturan Pemerintah (PP) 25/2024 tentang Kegiatan Usaha Mineral dan Batubara.

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya