Kredit Macet LPEI Tembus Rp 32 Triliun, Apa yang Salah?

LPEI membukukan kredit macet (non-performing loan) gross mencapai 43,5% atau mencapai Rp32,1 triliun dari pinjaman yang disalurkan Rp73,8 triliun.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 04 Jul 2024, 12:15 WIB
Diterbitkan 04 Jul 2024, 12:15 WIB
Ilustrasi LPEI
Ilustrasi LPEI

Liputan6.com, Jakarta Ekonom Senior Ryan Kiryanto menyoroti tata kelola perusahaan (tata kelola) di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berada di luar Kementerian BUMN, seperti PT Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank. Hal ini mengemuka seiring terungkapnya kasus kredit macet di LPEI.

Perlu diketahui, BUMN di bawah Kementerian Keuangan ini membukukan kredit macet (non-performing loan) gross mencapai 43,5% atau mencapai Rp32,1 triliun dari pinjaman yang disalurkan Rp73,8 triliun.

Ryan menjelaskan LPEI merupakan BUMN yang berbeda dengan BUMN kebanyakan, karena berada di bawah kendali Kementerian Keuangan (Kemenkeu), bukan Kementerian BUMN.

Menurutnya, pemahaman yang keliru tentang struktur kepemilikan ini dapat berimplikasi pada tata kelola perusahaan.

"Jangan sampai masyarakat mengira LPEI ini di bawah Kementerian BUMN, padahal bukan," tegas Ryan di Jakarta, Rabu (3/7/2024).

Lemahnya GCG

Menurutnya, kasus kredit macet di LPEI kemungkinan besar disebabkan oleh lemahnya penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (GCG), manajemen risiko, dan kepatuhan terhadap peraturan.

Ia menegaskan bahwa penerapan prinsip-prinsip ini sangat penting bagi pengelolaan BUMN, baik di bawah Kementerian BUMN maupun kementerian lain.

"Itu saja resepnya. Kalau (prinsip GRC) dijalankan pasti bagus kinerjanya," jelas Ryan.

 

 

Transformasi BUMN

Gedung Kementerian BUMN
Gedung Kementerian BUMN (dok: Humas KBUMN)

Ia pun mengapresiasi langkah Kementerian BUMN dalam mentransformasi BUMN dengan berlandaskan prinsip-prinsip GRC dan core values Akhlak. Namun, Ryan mempertanyakan apakah BUMN di luar Kementerian BUMN, seperti LPEI, juga menerapkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang sama.

"BUMN yang di bawah Kementerian BUMN ada nilai budaya kerja yang bagus, Akhlak, itu keren, tapi BUMN yang di luar kendali Kementerian BUMN misalnya LPEI ada tidak dia pakai Akhlak karena di luar supervisi Kementerian BUMN," tanya Ryan.

Lebih lanjut, Ryan menyinggung capaian positif BUMN di bawah Kementerian BUMN yang tak lepas dari pemilihan dewan direksi dan komisaris yang kompeten. Ia mencontohkan proses seleksi yang ketat untuk menjadi direksi di bank BUMN.

"Pertanyaannya apakah di perusahaan negara di luar Kementerian BUMN itu ada juga tidak proses seleksi seperti ini dikerjakan. Kalau pun dikerjakan itu sesuai dengan rule of the game tidak?" tanya Ryan.

 

Kelola BUMN Tak Mudah

20160725-Gedung Kementrian BUMN-AY
Gedung Kementrian BUMN. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Ryan mengingatkan bahwa pengelolaan BUMN bukan perkara mudah. Bahkan, Kementerian BUMN yang telah melakukan transformasi besar pun masih dihadapkan pada sejumlah persoalan di beberapa BUMN.

"Yang di bawah supervisi Kementerian BUMN saja tentu tidak semuanya kinerjanya bagus, masih ada beberapa yang punya masalah seperti BUMN farmasi yang ada fraud," kata Ryan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya