Liputan6.com, Jakarta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif membantah terkait pernyataan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, yang menyebut Pemerintah akan ada pembatasan pembelian BBM pada 17 Agustus mendatang.
Â
Baca Juga
"Enggak ada pembatasan-pembatasan, masih belum ini kok," kata Arifin Tasrif saat ditemui di kantornya Kementerian ESDM, Jumat (12/7/2024).
Arifin menegaskan, rencana tersebut masih dalam pembahasan lebih lanjut, baik itu skemanya maupun aturannya. Karena Pemerintah ingin BBM bersubsidi tepat sasaran penyalurannya.
Advertisement
"Yang subsidi, kita lagi mempertajam dulu, arahnya kan kita mau tepat sasaran jadi diperdalam lagi," ujarnya.
Lebih lanjut, Menteri Arifin juga menyoroti terkat wacana penggantian BBM subsidi dengan BBM jenis baru. Menurutnya, sejauh ini Pemerintah belum berencana membuat BBM jenis baru. Melainkan, Pemerintah tengah mencari cara untuk menurunkan polusi udara akibat kendaraan yang menggunakan BBM.
"Enggak sih, kita kan sekarang ini banyak bagaimana caranya biar hidup sehat alternatifnya menggunakan BBM yang rendah sulfur," ujarnya.
Disisi lain, sebelumnya Menko Luhut mengatakan, pembatasan BBM subsidi disebut menjadi salah satu cara untuk memangkas konsumsi dan polusi yang dihasilkan. Hal ini juga dinilai sejalan dengan peralihan dari bahan bakar minyak (BBM) ke bioethanol.
Menko Luhut menuturkan, pembatasan BBM subsidi itu juga akan menurunkan tingkat sulfur yang jadi polusi udara seiring pembatasan BBM Subsidi. Sehingga ikut juga mengurangi banyaknya orang yang menderita Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA).
Banyak Dipakai Orang Kaya, Ekonom Setuju Beli BBM Subsidi Dibatasi
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal sepakat pemerintah membatasi pembelian BBM Bersubsidi. Menurutnya, banyak pengguna BBM subsidi merupakan masyarakat yang dipandang lebih mampu.
Dia mengatakan, ditengah kondisi naiknya harga pangan dan tingginya inflasi, masyarakat cenderung mencari BBM yang lebih murah. Dengan begitu, BBM yang mendapat subsidi seperti Pertalite banyak dibeli.
"Karena orang cenderung apalagi kondisi harga bahan atau inflasi tinggi ya meningkat ya, ini banyak yang mengambil BBM bersubsidi walaupun sebetulnya dari kalangan menengah atas dan banyak memang yang tidak tepat sasaran jadinya pemanfaatannya," ungkap Faisal kepada Liputan6.com, Kamis (11/7/2024).
Padahal, sebetulnya BBM Subsidi lebih diprioritaskan bagi kelompok masyarakat menengah ke bawah. Dengan begitu, dia menilai ada penyaluran yang tidak sesuai.
"Jadi banyak yang semestinya BBM itu untuk kalangan menengah ke bawah jadi diambil kalangan atas, jadi ada inclusion error disini. Nah oleh karena itu, sebetulnya ada batasan ada kuota untuk subsidi memang perlu untuk dikontrol," urainya.
Dia menyampaikan, pada 2022 lalu pernah ada kejadian kuota BBM subsidi jebol. Pasalnya, di masa itu, terjadi peningkatan mobilitas masyarakat seiring pemulihan dari pandemi Covid-19.
"Nah ini orang langsung beraktivitas banyak dengan mobilitas tinggi kemudian memanfaatkan BBM terutama yang BBM bersubsidi yang lebih murah dan hingga kuotanya terlewati di kondisi seperti ini," kata dia.
Â
Advertisement
Perlu Mekanisme Baru
Dia menyarankan pemerintah melakukan pembatasan dengan mekanisme khusus. Misalnya melakukan seleksi jenis kendaraan yang boleh membeli BBM subsidi.
"Makanya salah satunya memang perlu dalam penyeleksian di pusat-pusat atau di tempat pengisian bensin ya ini jenis kendaraan misalnya salah satunya. Jadi subsidi itu menyasar pada orang yang betul-betul atau kendaraan yang betul-betul diasosiasikan atau yang merupakan representasi dari kepentingan konsumen menengah ke bawah," sambungnya.
Faisal menyebut, pembatasan bisa dilakukan untuk jenis kendaraan roda dua atau sepeda motor. Kemudian, membatasi mobil-mobil yang cenderung mahal untuk beli BBM Subsidi.
"Misalnya kendaraan umum, sepeda motor, sementara mobil apalagi mobil yang mahal itu semestinya tidak boleh," ucapnya.
Â
Harusnya Dilakukan Lebih Cepat
Faisal mengatakan, dengan wacana yang bergulir sejak beberapa waktu lalu, seharusnya pembatasan ini dilakukan sejak lama. Tujuannya agar kuota BBM subsidi yang sudah dialokasikan tidak jebol.
"Nah jadi ini yang mestinya dilakukan sudah sejak lama supaya subsidi BBM itu lebih tepat sasaran dan dampaknya ke fiskal itu juga menjadi tidak overkuota lagi, kuotanya terlewati. Kalau kuotanya terlewati kan seperti kemarin perlu ada tambahan suplai daripada BBM subsidi yang artinya menambah subsidi," paparnya.
"Nah jadi at least itu yang harus dilakukan karena memang kebutuhan BBM itu makin lama makin meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk konsumsinya meningkat sementara dari kapasitas anggaran itu terbatas ya," pungkasnya.
Advertisement