OJK: Program Restrukturisasi Kredit UMKM Ada di Tangan Menko Airlangga

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta program restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 diperpanjang sampai 2025.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 01 Agu 2024, 14:45 WIB
Diterbitkan 01 Agu 2024, 14:45 WIB
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi meluncurkan Peta Jalan Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen (PEPK) 2023-2027.
Peluncuran Peta Jalan PEPK dilakukan Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dan Kepala Eksekutif Pengawas PEPK OJK Friderica Widyasari Dewi dan dihadiri pimpinan Industri Jasa Keuangan (IJK), perwakilan asosiasi IJK, Kementerian dan Lembaga, anggota Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti) serta akademisi di Jakarta, Selasa. (Dok. OJK)

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta program restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 diperpanjang sampai 2025.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyampaikan bahwa penerapan kebijakan perpanjangan restrukturisasi kredit berada di tangan Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

"Oh, mesti tanya Pak Menko (Airlangga) tuh," kata Mahendra kepada awak media di JCC Senayan, Jakarta, Kamis (1/8)

Dia menyebut, kebijakan perpanjangan restrukturisasi kredit nantinya tidak memerlukan lagi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK). Saat ini, mekanisme perpanjangan restrukturisasi kredit tersebut masih dalam tahap pembahasan di tingkat Kemenko Perekonomian dan kementerian teknis terkait.  

"Ini yang sedang dimatangkan oleh timnya Pak Menko Perekonomian dan tentu dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Koperasi UMKM," ujarnya.

OJK Siap Dukung

OJK siap mendukung kebijakan perpanjangan restrukturisasi kredit bagi UMKM maupun pelaku usaha terdampak covid-19. Hal ini bentuk dukungan terhadap kebijakan pemerintah dalam rangka menjaga stabilitas perekonomian Indonesia.

"Kalau saya sih yang pasti OJK siap untuk mendukung kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dalam melihat bagaimana langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk aspek kredit KUR,"ucapnya.

Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengusulkan kebijakan restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 yang seharusnya selesai pada Maret 2024 diperpanjang hingga 2025.

Sebagai pengingat kebijakan restrukturisasi kredit ini dilakukan saat pandemi Covid-19 tahun 2020 lalu. Relaksasi kredit diberikan kepada debitur yang tak sanggup membayar cicilan atau kredit karena terdampak pandemi.

Dukungan BRI

Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS Menguat
Teller menunjukkan mata uang rupiah di bank, Jakarta, Rabu (22/1/2020). Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan penguatan nilai tukar rupiah yang belakangan terjadi terhadap dolar Amerika Serikat sejalan dengan fundamental ekonomi Indonesia dan mekanisme pasar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pemerintah berencana melakukan perpanjangan restrukturisasi kredit Covid-19. Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) Sunarso mengatakan pihaknya telah mempersiapkan strategi untuk mengatasi kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) usai kebijakan restrukturisasi kredit berakhir pada Maret 2024.

"BRI sudah sangat menyiapkan diri seandainya itu tidak diperpanjang. Oleh karena itu yang paling penting adalah kita menyiapkan segala macam bantalan yang kita sebut cadangan. Itu sudah kita lakukan dengan baik," kata Sunarso dalam konferensi pers, Kamis (25/7/2024).

Sunarso mengatakan saat ini masih ada tantangan terkait NPL.

Namun terkait rencana pemerintah untuk memperpanjang masa relaksasi, BRI akan mengikuti ketentuan yang nanti diberlakukan. Meski, jika tidak ada perpanjangan BRI memiliki cadangan apabila terjadi pemburukan kualitas kredit, terutama di segmen UMKM.

"BRI pada prinsipnya, sepanjang sesuai ketentuan dalam artian aturannya yang dalam hal ini kita tunduk pada aturan OJK, karena itu domainnya OJK, kalau itu diakhiri ya kita ikuti, kalau itu diperpanjang sepanjang itu jelas ada aturannya kita ikuti. Jadi kalau memang rencana itu nanti dituangkan dalam bentuk peraturan, dalam hal ini peraturan OJK, maka BRI akan mengikutinya, akan mematuhinya," ujar Sunarso.

Hingga Juni 2024, penyaluran kredit dan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) BRI tumbuh double digit. Penyaluran kredit BRI tercatat Rp 1.336,78 triliun atau tumbuh 11,20% year on year (yoy). Segmen UMKM masih mendominasi penyaluran kredit BRI, dengan porsi mencapai 81,96% dari total penyaluran kredit BRI, atau sekitar Rp 1.095,64 triliun.

 

Penyaluran Kredit

Ini Alasan Mayoritas Analis Sarankan Beli Saham BBRI
BRI berhasil menyalurkan kredit sebesar Rp1.308,65 triliun atau tumbuh double digit sebesar 10,89% year on year.

Penyaluran kredit yang tumbuh double digit tersebut membuat aset BRI meningkat. Hingga akhir Juni 2024 tercatat aset BRI tumbuh 9,54% yoy menjadi sebesar Rp 1.977,37 triliun. Pertumbuhan kredit tersebut diikuti dengan penyaluran kredit yang selektif dan prudent sehingga Perseroan mampu menjaga kualitas kredit yang disalurkan. 

“Rasio Loan at R isk (LAR) tercatat membaik atau turun, dari semula 14,94% pada akhir triwulan II 2023 menjadi 12,00% pada akhir triwulan II 2024. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (NPL) terjaga di kisaran 3,05% dengan rasio NPL coverage berada pada level yang memadai sebesar 211,60%,” ujar Sunarso.

Dari sisi pendanaan, Dana Pihak Ketiga (DPK) BRI tercatat tumbuh 11,61% yoy menjadi sebesar Rp 1.389,66 triliun. Dana Giro dan Tabungan (CASA) tumbuh 7,66% yoy menjadi Rp877,90 triliun.

“Dana murah masih mendominasi struktur DPK BRI, dimana porsi CASA mencapai 63,17% dari total DPK BRI,” tambah Sunarso.

 

 

 

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya