Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan nilai tukar Rupiah terus menunjukkan penguatan. Hal itu dipengaruhi bauran kebijakan moneter yang ditempuh BI dalam memitigasi dampak rambatan global.
"Nilai tukar Rupiah per tanggal 26 Juli 2024 menguat 0,52% mtd dibandingkan dengan posisi akhir Juni 2024," kata Menkeu dalam konferensi pers KSSK di Kantor Pusat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Jakarta, Jumat (2/8/2024).
Baca Juga
Sementara jika dibandingkan dengan level akhir Desember 2023, nilai tukar Rupiah melemah 5,48% ytd sejalan dengan kondisi global, namun masih lebih rendah dibandingkan dengan pelemahan mata uang negara-negara kawasan, seperti Won Korea (6,93% ytd) dan Yen Jepang (8,27% ytd).
Advertisement
Kinerja Rupiah yang membaik tersebut ditopang oleh komitmen BI menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, serta berlanjutnya aliran masuk modal asing dan surplus neraca perdagangan barang.
Disisi lain, Menkeu menyampaikan, posisi cadangan devisa Indonesia akhir Juni 2024 meningkat menjadi sebesar USD140,2 miliar, setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor atau 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Ke depan, nilai tukar Rupiah diperkirakan bergerak stabil dengan kecenderungan menguat sejalan dengan menariknya imbal hasil, rendahnya inflasi, dan tetap baiknya pertumbuhan ekonomi Indonesia, serta komitmen BI untuk terus menstabilkan nilai tukar Rupiah yang kemudian mendorong berlanjutnya aliran masuk modal asing.
"Bank Indonesia terus mengoptimalkan seluruh instrumen moneter, termasuk memperkuat strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI, dan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah untuk implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023," pungkasnya.
Setelah Perkasa 2 Hari, Rupiah Akhirnya Menyerah
Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan Jumat pekan ini. Pelemahan rupiah ini karena pelaku pasar mengantisipasi potensi pelambatan ekonomi dunia.
Pada Jumat (2/8/2024), nilai tukar rupiah turun 38 poin atau 0,23 persen menjadi 16.275 per dolar AS dari sebelumnya sebesar 16.237 per dolar AS.
Pengamat pasar uang Ariston Tjendra menjelaskan, pelaku pasar kelihatannya mengantisipasi potensi pelambatan ekonomi global ke depan karena melihat data AS semalam.
"Data yang dirilis klaim tunjangan pengangguran yang meningkat, data PMI manufaktur yang masuk ke fase kontraksi," kata Ariston Tjendra dikutip dari Antara.
Klaim tunjangan pengangguran Amerika Serikat (AS) pada pekan yang berakhir 27 Juli naik menjadi 249 ribu. Angka tersebut lebih tinggi dari perkiraan 236 ribu dan kenaikan mingguan sebelumnya sebesar 235 ribu.
Sementara PMI manufaktur ISM (ISM manufacturing PMI) AS masih berada di fase kontraksi, yakni sebesar 46,8.
Pagi ini terlihat indeks dolar AS menguat lagi ke level 104,40. Hal itu disebabkan oleh sentimen pasar terhadap aset berisiko yang negatif.
Selain itu, sikap Bank Sentral Jepang yang akan menaikkan suku bunga juga bisa melambatkan ekonomi Jepang. Di Eropa, data PMI manufaktur Jerman juga masih dalam fase kontraksi.Â
Sementara konflik tensi tinggi di Timur Tengah juga menambah kekhawatiran pasar.
Ariston memprediksi potensi pelemahan rupiah kembali ke area 16.300 per dolar AS, dengan potensi support di sekitar 16.200 per dolar AS hari ini.
Advertisement
BI Prediksi Rupiah Bakal Perkasa dari Dolar AS, Efek Era Suku Bunga Tinggi Tamat
Bank Indonesia mengaku optimis dengan kinerja nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Diprediksi, dalam beberapa bulan ke depan, Rupiah bakal berada di tren penguatan.
Kepala Grup Departemen Pengelolaan Moneter & Aset Sekuritas (DPMA) Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso menjelaskan, salah satu faktor yang menjadi pendorong penguatan nilai tukar rupiah adalah penurunan suku bunga.
"Saya melihat potensi penguatan rupiah sangat terbuka. Kita tahu bahwa sejumlah analis mengatakan bahwa suku bunga AS sudah mencapai puncaknya. Ke depan akan turun," ucapnya dalam diskusi di Sumba Timur, ditulis Selasa (23/7/2024).
Dari data Bloomberg, dijelaskannya, rupiah hingga 12 Juli 2024 terdepresi 4,81 persen. Angka ini sebenarnya menjadi nilai mata uang yang pelemahannya paling minim jika dibandingkan beberapa negara berkembang lainnya.
Misalnya, Brazil yang pada periode yang sama tertekan hingga 12,1 persen. Sementar Lira Turki juga mengalami pelemahan 11 persen.
Â
Kebijakan Moneter
Untuk menjaga rupiah yang lebih stabil dan mengawal penguatan rupiah, kata Denny, Bank Indonesia konsisten menjalankan kebijakan moneter yang pro market. Salah satunya adalah adanya Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Perlu diketahui, SRBI adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka Waktu pendek dengan menggunakan underlying asset berupa Surat Berharga Negara (SBN) milik Bank Indonesia.
"Dengan kebijakan yang Pro Market ini Bank Indonesia punya modal kuat untuk bisa mendapatkan masa depan yang lebih cerah," pungkasnya.Â
Advertisement