Program Inkubasi Bisnis Bawa Penyandang Disabilitas Terampil Berbisnis

Empower Academy merupakan program inkubasi bisnis selama delapan bulan yang dirancang untuk mendukung individu penyandang disabilitas dan kelompok marginal

oleh Septian Deny diperbarui 01 Sep 2024, 07:15 WIB
Diterbitkan 01 Sep 2024, 07:15 WIB
UMKM Diajak Manfaatkan Fasilitas GSP Ekspor Produk ke AS
Pekerja membuat mebel di kawasan Tangerang, Selasa (3/11/2020). Generalized System of Preference (GSP) atau fasilitas perdagangan berupa pembebasan tarif bea masuk memungkinkan produk UMKM lebih banyak diekspor ke Amerika Serikat. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

 

Liputan6.com, Jakarta Bangun Bangsa Bentoel Group, meluncurkan program Empower Academy di Malang Creative Center, Kota Malang, Jawa Timur. Empower Academy merupakan program inkubasi bisnis selama delapan bulan yang dirancang untuk mendukung individu penyandang disabilitas dan kelompok marginal di Malang Raya untuk menjadi wirausahawan dan mencapai kemandirian finansial.

Kegiatan ini diinisiasi untuk mendukung pemerintah dalam menciptakan ekonomi yang lebih inklusif dengan memperluas kesempatan dan memberikan akses yang luas pada seluruh lapisan masyarakat.

Selama periode program inkubasi, 25 individu dan pemilik Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dari kelompok disabilitas yang terpilih akan mendapatkan pelatihan dan pendampingan (mentoring) intensif dari para praktisi dan profesional untuk meningkatkan keterampilan bisnis dan literasi digital.

Selain itu, Empower Academy juga akan memberikan pendampingan khusus bagi para peserta untuk mendapatkan akses permodalan dari lembaga finansial serta menciptakan ruang distribusi produk barang dan jasa mereka, baik secara online maupun offline.

Inisiatif Empower Academy ini telah disiapkan dalam jangka waktu yang panjang dan matang, yang dimulai dengan survei dan pemetaan untuk mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai kondisi UMKM difabel di Malang Raya, kebutuhan mereka, serta gap dan tantangan yang mereka hadapi. Oleh karena itu, program ini dirancang secara hati-hati untuk dapat menjawab tantangan dan kebutuhan tersebut yang pada akhirnya akan memberikan nilai manfaat dalam jangka panjang kepada para peserta.

Dian Widyanarti, Penanggung Jawab Bangun Bangsa, mengatakan:

"Selama beberapa tahun terakhir, kami telah turut berkontribusi dalam pembangunan ekonomi kerakyatan melalui berbagai program pengembangan UMKM di berbagai daerah di Indonesia. Hari ini, kami ingin menciptakan dampak positif yang lebih luas dan inklusif melalui program Empower Academy. Sebagai organisasi yang truly inclusive, kami percaya akan potensi yang dimiliki oleh para penyandang disabilitas jika mereka diberikan kesempatan dan akses yang sama.

“Sesuai dengan salah satu dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, no one left behind, Empower Academy ini merupakan komitmen Bangun Bangsa untuk turut memberdayakan dan membina kelompok penyandang disabilitas agar mereka menjadi berdaya dan mandiri, melalui perluasan akses dan kesempatan. Kami juga mengajak para pemangku kepentingan di luar sana untuk turut berkolaborasi dalam menciptakan pemerataan ekonomi yang lebih inklusif.”

 

 

 

 

Pembangunan Berkelanjutan

Pelaku UMKM.
Ilustrasi pelaku UMKM. (Foto: Istimewa)

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengungkap perbedaan UMKM di Indonesia dan Korea Selatan maupun Jepang. Menurutnya, UMKM Indonesia kesulitan mendapat pembiayaan formal.

Dia bilang, aspek pembiayaan dari sektor formal ini menjadi permasalahan yang kerap dihadapi oleh UMKM. Menteri Teten Masduki bilang, skema pembiayaan dari perbankan masih konvensional yang mengutamakan adanya jaminan. Padahal pelaku UMKM khususnya sektor mikro mayoritas tidak memiliki aset yang bisa digunakan sebagai agunan atau kolateral. 

"Ini bedanya dengan UMKM di Korea Selatan dan Jepang. UMKM kita sulit mendapat pembiayaan karena berisiko NPL (non performing loan/ kredit macet) yang sangat tinggi. Ini tantangan terbesarnya karena itu hampir separuh dari UMKM kita belum terhubung ke perbankan," kata Menteri Teten dalam keterangannya, Kamis (29/8/2024).

Sebagai solusinya, Kemenkop UKM tengah mendorong skema pembiayaan bagi UMKM dengan skema credit scoring. Sehingga memungkinkan pelaku usaha khususnya sektor mikro untuk mendapat kemudahan akses pembiayaan. 

Dengan skema ini, lembaga perbankan tidak harus meminta jaminan tetapi hanya perlu membaca data rekam jejak kinerja usahanya. 

"Kami menggunakan metode ini dan sudah kami uji cobakan. Ternyata banyak UMKM atau sekitar 70 persen layak menerima kredit, selama ini mereka tidak terjangkau karena sebagian besar perbankan hanya menggunakan data history kredit," kata Teten.

Teten juga menyoroti karakteristik UMKM Indonesia yang masih mayoritas informal dan skala ekonominya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan harian semata. Akibatnya sulit bagi sektor usaha mikro ini untuk bisa naik kelas dan bersaing di pasar lokal apalagi global. 

"Hari ini kita sudah 30 tahun menjadi negara berkembang dan banyak negara yang gagal memperbaiki struktur ekonomi dengan lebih berkualitas karena karakteristik UMKM mayoritas informal dan tidak terhubung dengan market atau industri," ungkapnya.

Permudah Pembiayaan

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengungkap aspek pembiayaan dari sektor formal ini menjadi permasalahan yang kerap dihadapi oleh UMKM. (Dok Kemenkop)
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengungkap aspek pembiayaan dari sektor formal ini menjadi permasalahan yang kerap dihadapi oleh UMKM. (Dok Kemenkop)

Di sisi lain, Kemenkop UKM juga sedang menjalin kolaborasi dengan venture capital, aggregator, hingga securities crowd funding (SCF) untuk memudahkan akses pembiayaan dan pendampingan bagi UMKM. Strategi ini diharapkan semakin memperbesar peluang UMKM untuk bisa naik kelas dan berkembang. UMKM bisa mendapatkan akses pembiayaan hingga mencapai Rp 10 miliar melalui skema ini. 

"Kami juga bekerja sama dengan BEI (Bursa Efek Indonesia) untuk mempercepat UMKM yang sudah memiliki aset Rp 50 miliar untuk go public atau mendapatkan pembiayaan yang lebih murah dari bursa," ucap Menteri Teten. 

Sementara itu dari sisi peningkatan daya saing UMKM, pihaknya juga sedang membangun rumah produksi bersama (RPB) di berbagai daerah untuk mewadahi UMKM agar bisa menciptakan produk yang lebih baik dan terstandardisasi. Dengan produk yang terstandardisasi, peluang UMKM untuk bermitra dengan industri sebagai bagian dari rantai pasok.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya