Harga Minyak Dunia Naik 2%, Apa Penyebabnya?

Minyak mentah AS naik lebih dari 2% pada hari Rabu, memulihkan sebagian posisinya setelah harga minyak ditutup pada level terendah

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 12 Sep 2024, 08:30 WIB
Diterbitkan 12 Sep 2024, 08:30 WIB
Harga Minyak Dunia. Foto: Freepik/Atlascompany
Harga Minyak Dunia. Foto: Freepik/Atlascompany

Liputan6.com, Jakarta Minyak mentah AS naik lebih dari 2% pada hari Rabu, memulihkan sebagian posisinya setelah harga minyak ditutup pada level terendah dalam hampir tiga tahun pada sesi sebelumnya.

"Minyak mentah telah kembali naik dengan agresif," kata Bob Yawger, direktur eksekutif berjangka energi di Mizuho Securities, kepada klien dalam sebuah catatan.

Yawger mengatakan bahwa kenaikan ini bisa disebabkan oleh "Badai Francine yang mengacaukan ladang minyak AS di Teluk Meksiko" atau spekulan yang "mencoba mencari titik terendah lagi hari ini."

Daftar Harga Minyak

Berikut adalah harga energi pada hari Rabu dikutip dari CNBC, Kamis (12/9/2024):

  • West Texas Intermediate

Kontrak Oktober: USD 67,31 per barel, naik USD 1,56 atau 2,37%. Sepanjang tahun ini, minyak mentah AS telah turun sekitar 6%.

  • Brent

Kontrak minyak November: USD 70,61 per barel, naik USD 1,42 atau 2,05%. Sepanjang tahun ini, tolok ukur global ini telah turun sekitar 8,4%.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


OPEC Turunkan Prediksi

Dolar Menguat, Harga Minyak Sentuh Level US$ 50
Penguatan dolar dan produksi minyak Rusia serta ekspor Irak tinggi membuat harga minyak dunia merosot 5 persen.

Penurunan tajam pada hari Selasa terjadi setelah OPEC menurunkan prospek pertumbuhan permintaan untuk kedua kalinya dalam dua bulan, serta melambatnya impor minyak mentah dari China pada 2024. Delapan anggota OPEC+ juga diperkirakan akan meningkatkan produksi pada bulan Desember.

"Pedagang memperkirakan prospek permintaan yang memburuk di China, dan mereka juga mengantisipasi pasokan yang lebih tinggi masuk ke pasar daripada yang diperkirakan sejauh ini," kata Claudio Galimberti, seorang analis di Rystad Energy, kepada CNBC dalam program "Squawk Box Asia" pada hari Rabu.

Beberapa pedagang khawatir harga Brent menuju ke $60 per barel, tetapi tingkat pesimisme ini tidak berdasar, kata Galimberti. Fundamental penawaran dan permintaan menunjukkan penurunan stok, dan harga hanya bisa naik jika ekonomi China pulih dan OPEC+ mematuhi kuota produksinya sendiri, jelas analis tersebut.

"Kami masih relatif optimis," kata Galimberti. "Kami tidak berpikir harga akan konsisten berada di $60 per barel selama tiga bulan ke depan."

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya