Perang Timur Tengah Memanas, Ada Dampak ke Ekonomi Indonesia?

Pemerintah dapat menghadapi gejolak ekonomi yang membawa ketidakpastian, termasuk dampak dari kebijakan suku bunga yang ditetapkan oleh The Fed

oleh Tira Santia diperbarui 04 Okt 2024, 16:30 WIB
Diterbitkan 04 Okt 2024, 16:30 WIB
FOTO: Bank Dunia Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Pemandangan gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan di Jakarta, Selasa (5/4/2022). Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 menjadi 5,1 persen pada April 2022, dari perkiraan sebelumnya 5,2 persen pada Oktober 2021. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Febrio Nathan Kacaribu, memastikan Pemerintah Indonesia mampu mengatasi dampak yang kemungkinan muncul akibat memanasnya perang di Timur Tengah.

Febrio meyakini Pemerintah dapat menghadapi gejolak ekonomi yang membawa ketidakpastian, termasuk dampak dari kebijakan suku bunga yang ditetapkan oleh The Fed di Amerika Serikat sebelumnya.

Meskipun saat ini Pemerintah Indonesia telah berhasil menavigasi perubahan tersebut, namun tantangan masih tetap ada menjelang akhir tahun 2024. Oleh karena itu, penting bagi Pemerintah untuk memiliki strategi mitigasi yang solid.

"Setiap saat kita bisa berhadapan dengan gejolak dgn shock, kalau kemarin kita berhasil menavigasi kaitannya dengan suku bunga kebijakan di Amerika The Fed walaupun ini masih ada ketidakpastian tentuang gimana arahnya dalam beberapa bulan berapa kuartal kedepan itu kita harus mitigasi, akan tetapi seperti yang sekarang tiba-tiba juga terjadi eskalasi," kata Febrio saat ditemui di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (4/10/2024).

Andalkan APBN

Salah satu strategi yang diandalkan Pemerintah adalah penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai "shock absorber".

Mekanisme ini dirancang untuk meredam dampak global yang dapat berpengaruh pada masyarakat. Dengan adanya langkah-langkah antisipatif dalam APBN, pemerintah dapat lebih siap menghadapi kemungkinan kejadian yang merugikan.

"Dampaknya memang selalu kita antisipasi makanya APBN kita itu kita selalu sebut shock absorber kita punya mekanisme untuk gimana kalau terjadi global shock khususnya yang berdampak bagi masyarakat itu bisa kita redam dan mekanisme eksisting yang ada di APBN itu bisa kita gunakan," ujarnya.

 


Situasi Dalam Negeri Kondusif

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Tercatat, Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia hingga Maret 2024 mencapai level 54,2 poin. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Meskipun menjelang akhir tahun 2024 masih diliputi ketidakpastian, tetapi kata Febrio situasi ekonomi dalam negeri relatif aman.

Beberapa indikator positif, seperti penguatan nilai rupiah, penurunan suku bunga, dan harga komoditas yang lebih rendah dibandingkan dengan pertengahan tahun lalu, sehingga memberikan harapan bagi stabilitas ekonomi.

Meskipun demikian, tantangan yang lebih besar akan muncul di tahun 2025. Penting untuk terus memantau kondisi global dan mengembangkan strategi yang lebih adaptif untuk mengantisipasi situasi yang mungkin serupa.

"Kemarin sempet juga rupiah menguat cukup banyak dan tingkat suku bunga juga mulai turun dan juga harga komoditas juga mulai lebih rendah dibandingkan pertengahan tahun kemarin, sampai akhir tahun ini pelaksanaan apbn 2024 kita relatif sudah aman tantangan berikutnya tentu gimana kita antisipasi dan mitigasi untuk 2025 dengan situasi yang mungkin akan tetap sama," pungkas Febrio.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya