15 Februari 1989: Pasukan Soviet Hengkang dari Afghanistan Usai 9 Tahun Berperang

Pada 15 Februari 1989 Uni Soviet akhirnya menyelesaikan proses penarikan pasukannya dari Kabul, menandai berakhirnya keterlibatan mereka dalam perang Afghanistan.

oleh Alya Felicia Syahputri Diperbarui 15 Feb 2025, 06:00 WIB
Diterbitkan 15 Feb 2025, 06:00 WIB
Tentara Soviet mundur dari Afghanistan pada 15 Februari 1989. (AFP/Arsip)
Tentara Soviet mundur dari Afghanistan pada 15 Februari 1989. (AFP/Arsip)... Selengkapnya

Liputan6.com, Kabul - Sejarah mencatat, tepat 36 tahun yang lalu atau pada 15 Februari 1989, pasukan Soviet secara resmi menarik diri dari Afghanistan setelah sembilan tahun sejak pertama kali bertugas di negara tersebut.

Laporan BBC On This Day yang dikutip Sabtu (15/2/2025), konvoi kendaraan lapis baja Soviet menempuh perjalanan sepanjang 418 km menuju perbatasan Uni Soviet, sementara beberapa tentara lainnya diterbangkan menggunakan pesawat angkut Ilyushin 76.

Sebelumnya, pemerintah Soviet mengumumkan bahwa pasukan terakhir telah meninggalkan Afghanistan, meskipun salju telah menunda pengangkutan udara lima hari dari Kabul.

Jalur mundur pasukan Soviet bukan tanpa rintangan. Medan berbahaya di Salang Pass, yang melintasi Pegunungan Hindu Kush, menjadi tantangan utama. Lebih dari 10.000 militan beroperasi di kawasan ini, kerap melancarkan serangan untuk memaksa mundurnya tentara Soviet.

Selain ancaman serangan, salju tebal menghalangi jalur selatan menuju perlintasan, sementara bagian utara tertutup oleh lapisan es. Salah satu tentara Soviet, Letnan Aleksandr Korotkin, mengungkapkan, "Saya telah menunggu hari ini selama 18 bulan. Tidak semua orang berhasil keluar." 

Tidak hanya pasukan Soviet yang meninggalkan Afghanistan. Keluarga pengungsi Afghanistan juga turut menyeberang ke Pakistan. Laporan dari penjaga perbatasan menyebutkan bahwa dalam beberapa jam terakhir, belasan keluarga telah melintasi Khyber Pass. Dalam dua bulan terakhir, sekitar 20.000 warga sipil melarikan diri akibat pertempuran sengit antara mujahidin dan pasukan Soviet.

Beberapa jurnalis asing diperbolehkan mengikuti konvoi Soviet yang meninggalkan Kabul. Namun, mereka hanya diizinkan meliput bagian akhir perjalanan yang telah diamankan oleh tentara.

Sementara itu, Presiden Afghanistan kala itu, Sayid Mohammed Najibullah, yang didukung oleh Soviet, mengakui penarikan pasukan dengan pernyataan singkat. "Saya menyampaikan apresiasi kepada rakyat dan pemerintah Uni Soviet atas bantuan menyeluruh serta solidaritas dalam membela Afghanistan," ujarnya.

Sebelum penarikan penuh pasukan Soviet, militan dilaporkan melancarkan serangan roket ke ibu kota. Empat roket ditembakkan, tiga di antaranya jatuh di sekitar bandara, sementara satu lainnya menghantam kawasan pertokoan. Meski demikian, penerbangan domestik dan internasional masih beroperasi seperti biasa.

Sekitar 30.000 militan mengepung Kabul, dengan kota tersebut berada di bawah gempuran artileri dan roket. Sepanjang malam hingga pagi hari, suara tembakan senapan mesin dan artileri masih terdengar. Di Kedutaan Besar Inggris, sebuah papan bertuliskan "tutup sementara" telah dipasang, sementara Kedutaan Besar Amerika Serikat menuliskan "libur panjang untuk seluruh staf - tanggal kembali belum ditentukan."

Seorang diplomat melaporkan bahwa meski kelelahan, Presiden Najibullah tetap bertekad memainkan peran dalam masa depan Afghanistan.

Surat kabar Soviet, Trud, melaporkan bahwa beberapa garnisun Soviet telah dijarah setelah penarikan pasukan. Kembalinya Tentara Merah --sebutan untuk tentara Soviet-- ini bertepatan dengan keputusan Presiden Soviet Mikhail Gorbachev untuk memangkas kekuatan militer hingga 500.000 personel. Kremlin menekankan keberanian para tentara yang bertempur dalam perang ini.

Di jalanan Kabul, keberadaan pasukan kepolisian bersenjata semakin terlihat, sementara antrean panjang untuk mendapatkan roti tetap menjadi pemandangan sehari-hari.

Perang ini bermula pada 24 Desember 1979, ketika Presiden Leonid Brezhnev mengirimkan pasukan untuk mendukung pemerintahan komunis yang berjuang menghadapi perlawanan. Ribuan tentara Soviet dikerahkan guna menopang rezim pro-komunis, yang akhirnya memicu konfrontasi besar melibatkan Amerika Serikat dan negara-negara tetangga Afghanistan.

Selama sembilan tahun pendudukan Soviet, sekitar satu juta warga Afghanistan kehilangan nyawa, sementara jutaan lainnya mengungsi ke luar negeri. Di pihak Soviet, sekitar 15.000 tentara tewas.

Pemerintah Soviet mengklaim penarikan ini sebagai sebuah kemenangan. Namun, banyak pihak yang melihatnya sebagai pukulan telak bagi kekuatan militer Tentara Merah.

Setelah kepergian pasukan Soviet, perang saudara tetap berkecamuk. Militan terus berupaya menggulingkan pemerintahan Najibullah, yang akhirnya jatuh pada tahun 1992.

Video Pilihan Hari Ini

Live dan Produksi VOD

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya