Liputan6.com, Jakarta Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi melihat peran koperasi dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Salah satunya, koperasi susu untuk memasok kebutuhan MBG.
“Koperasi susu Indonesia potensinya besar sekali, sehingga perlu diorganisir dan diberikan investasi berupa alat pengolahan susu yang berkualitas,” ujar Budi Arie dalam keterangannya, dikutip Rabu (6/11/2024).
Baca Juga
Dia memastikan ada banyak koperasi susu berkualitas, seperti di Lembang, Subang, Garut, Malang, Pujon, hingga Boyolali.
Advertisement
Dia mengantongi data, koperasi susu di Indonesia mayoritas baru bisa memproses pasteurisasi. Untuk melakukan pengembangannya, dia mengusulkan ada bantuan dana dari Lembaga Pembiayaan Dana Bergulir (LPDB) Koperasi dan UMKM.
“Koperasi susu kita hari ini baru sampai pasteurisasi, sementara untuk makan bergizi ini perlu sampai UHT. Nanti kami akan berkeliling, jika ada yang perlu penguatan modal, ada LPDB Koperasi yang siap membiayai koperasi-koperasi lewat dana bergulir," tuturnya.
Wakil Menteri Desa PDT Ahmad Riza Patria menyatakan dukungannya. Ia siap berkoordinasi dengan Kemenkop dan Badan Gizi Nasional. Kemendes membina 75.265 desa dan sekitar 20.367 BUMDes. Setengah dari BUMDes tersebut bergerak di sektor pangan.
“Kami akan mempersiapkan semua dan mengarahkan BUMDes yang tersebar, bekerja sama dengan koperasi terkait pembagian distribusi bahan pokok untuk program makan bergizi gratis,” ucapnya.
Satuan Pelayanan Gizi
Kepala BGN Dadan Hindayana menyatakan MBG berfokus pada pembentukan satuan pelayanan gizi di seluruh Indonesia. Ada sekitar 30 ribu satuan, sebagian besar di Pulau Jawa.
“Satuan pelayanan ini akan berfungsi sebagai pengambil produk lokal, dengan 85 persen dana digunakan untuk membeli bahan baku pertanian lokal,” ucapnya.
Dadan menegaskan peran koperasi dan BUMDes dalam memastikan pasokan bahan baku dari petani lokal. Ia juga menyebut potensi pengembangan infrastruktur dan ekonomi masyarakat.
“Kolaborasi antara pemerintah, koperasi, BUMDes, dan petani sangat dibutuhkan demi keberhasilan program gizi ini,” ujarnya.
Dadan mencontohkan pelaksanaan MBG di Warungkiara, Sukabumi. Proyek percontohan selama 10 bulan ini telah menyerap banyak tenaga kerja lokal. Koperasi dan BUMDes berperan penting dalam program ini. Mereka mengoordinasikan petani dan masyarakat desa untuk menanam sayuran yang dibutuhkan oleh satuan pelayanan.
Advertisement
BUMN Ikut Terlibat
Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan dukungannya terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG). Salah satunya melalui pembentukan Satuan Pelayanan Gizi bersama perusahaan pelat merah.
Hal ini jadi salah satu poin bahasan antara Erick dengan Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana. Swasembada pangan jadi target besar yang dibahasnya, disamping meramu implementasi Makan Bergizi Gratis di berbagai daerah.
"Saya mendukung sinergi antara Kementerian BUMN dan BUMN dengan Badan Gizi Nasional untuk percepatan program swasembada pangan," ujar Erick dalam keterangannya, dikutip Rabu (6/11/2024).
Dia bilang, pendirian SP Gizi dirancang untuk menyediakan makanan bergizi bagi masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. SP Gizi ini ditargetkan dapat melayani sekitar 3.000 peserta dengan menyediakan makanan bergizi gratis sehari sekali atau lima kali dalam seminggu.
"Program ini telah berjalan dalam bentuk pilot project di Magelang dan menunjukkan potensi positif dalam meningkatkan gizi masyarakat," ucap Erick.
Erick memastikan, dukungan penuh terhadap program ini dan menekankan pentingnya peran BUMN dalam membangun ekosistem yang terintegrasi guna mendukung operasional SP.
"Dengan kolaborasi yang kuat, kita dapat memastikan distribusi pangan bergizi yang merata dan berkelanjutan di seluruh Indonesia," sambungnya.
Butuh Dana
Erick mengungkapkan bahwa pembentukan SP membutuhkan dana investasi sekitar Rp 3-5 miliar, yang bersumber dari APBN, SP kerja sama dengan BUMN, dukungan instansi seperti TNI, serta kontribusi BUMDes dan pihak swasta.
Dalam operasionalnya, lanjut Erick, SP akan didanai oleh APBN dengan rata-rata anggaran Rp 11 miliar per tahun. Biaya operasional ini dapat bervariasi tergantung pada lokasi, biaya pangan, dan logistik di masing-masing wilayah.
"SP juga membutuhkan ekosistem yang terintegrasi dari beberapa BUMN khususnya BUMN klaster pangan seperti Bulog, RNI, dan PTPN," ujar Erick.
Advertisement