Liputan6.com, Jakarta Dinas Perhubungan (Dishub) Jakarta berencana menghapus koridor Transjakarta yang berhimpitan 100 persen dengan jalur Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta.
Terkait hal ini, Ketua Institut Studi Transportasi (Instran) Ki Darmaningtyas mengungkapkan dirinya kaget membaca pernyataan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta (Daerah Khusus Jakarta) Syafrin Lupito melalui akun IG-nya yang menjelaskan bahwa kelak ketika MRT tahap II sudah selesai (diperkirakan tahun 2027), maka layanan Transjakarta Koridor 1 (Blok M – Kota) akan ditiadakan.
Baca Juga
“Ini jelas langkah yang tidak tepat, untuk tidak menyebut konyol. Kadishub dipastikan tidak tahu kondisi lapangan, termasuk kondisi pelanggan MRT dan Transjakarta (TJ). Kalau memahami kondisi atau karakter pelanggan MRT dan TJ tentu tidak akan mengeluarkan pernyataan tersebut,” kata Darmaningtyas dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (22/12/2024).
Advertisement
Perbedaan Karakter Pelanggan
Darmaningtyas menyoroti karakter pelanggan Transjakarta itu berbeda dengan karakter pelanggan MRT, baik dari aspek sosial ekonomi, tarif, maupun pola perjalanannya, sehingga tidak bisa keberadaan MRT itu menggantikan layanan TJ, meskipun satu rute.
Pertama, dari aspek sosial ekonomi, pelanggan MRT memiliki kelas sosial ekonomi yang lebih tinggi, terlihat dari penampilan fisiknya yang lebih glowing, jenis pakaiannya yang rata-rata bermerk, parfum yang digunakan, maupun tentengan tasnya.
Sangat jarang (boleh dikatakan tidak pernah terlihat sama sekali) pelanggan MRT menenteng tas plastik (tas kresek) atau kardus. Tapi terlalu mudah menemukan pelanggan TJ membawa tentengan tas kresek atau kardus. Jadi dari aspek sosial ekonomi ini saja, sangat tidak realistis memindahkan pelanggan TJ ke MRT.
“Begitu mereka dipaksa pindah ke MRT karena layanan TJ Koridor 1 dihapuskan, maka mereka akan pindah ke sepeda motor, dan ini jelas suatu kekonyolan yang tidak terampuni,” jelasnya.
Perbedaan Tarif
Selanjutnya menurut Darmaningtyas, dari segi tarif, tarif MRT jelas jauh lebih mahal karena berdasarkan jarak tempuh. Saat ini saja, jarak Lebak Bulus–Bunderan HI tarifnya mencapai Rp 14.000 sedangkan TJ hanya Rp 3.500.
Seandainya pada 2027 nanti tarif TJ naik menjadi Rp 5.000, akan tetap jauh lebih murah dibandingkan tarif MRT dari Lebak Bulus sampai Kota yang mungkin bisa mencapai Rp 30.000.
“Dengan tarif sebesar itu, jelas tidak mungkin terjangkau oleh pengguna TJ. Tarif itu terjangkau bagi pengguna mobil pribadi,” lanjutnya.
Darmaningtyas menambahkan cara berfikir insan Dinas Perhubungan Daerah Khusus Jakarta (DKJ) itu bukan menghapus layanan TJ Koridor 1, tapi bagaimana memindahkan pengguna mobil pribadi ke angkutan umum khususnya MRT.
Advertisement
Kebijakan 15 Tahun Digodok
Menurutnya, kebijakan-kebijakan yang sudah lebih dari 15 tahun digodok dan dikaji, seperti misalnya tarif parkir tengah kota yang mahal, tidak boleh parkir di badan jalan, dan harga BBM untuk kendaraan pribadi yang mahal, saatnya untuk diimplementasikan.
“Kalau menghapus layanan Koridor 1 jelas bukan kebijakan yang cerdas, dan bertentangan dengan Pembangunan MRT itu sendiri yang sejak diwacanakan untuk memindahkan pengguna kendaraan pribadi, bukan memindahkan pengguna angkutan umum lainnya,” pungkasnya.