Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak turun pada Kamis, 16 Januari 2025. Koreksi harga minyak terjadi seiring milisi Houthi Yaman akan hentikan serangan terhadap kapal-kapal di Laut Merah.
Selain itu, investor juga mencermati data penjualan eceran Amerika Serikat (AS) yang kuat. Demikian mengutip dari Yahoo Finance, Jumat (17/1/2025).
Advertisement
Baca Juga
Harga minyak Brent berjangka ditutup melemah 74 sen atau 0,9 persen ke posisi USD 81,29 per barel, setelah naik 2,6 persen pada sesi sebelumnya ke harga tertinggi sejak 26 Juli.
Advertisement
Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) merosot USD 1,36 atau 1,7 persen menjadi USD 78,68 per barel, usai naik 3,3 persen pada Rabu ke level tertinggi sejak 19 Juli. Harga minyak mentah AS turun lebih dari USD 2 pada beberapa waktu selama sesi tersebut.
Sementara itu, pejabat keamanan maritim memperkirakan milisi Houthi akan mengumumkan serangannya terhadap kapal-kapal di Laut Merah. Hal ini setelah kesepakatan gencatan senjata dalam perang di Gaza antara Israel dan kelompok militant Palestina Hamas.
Serangan tersebut telah menganggu pengiriman global, dan memaksa perusahaan untuk melakukan perjalanan yang lebih jauh dan lebih mahal di sekitar Afrika Selatan selama lebih dari setahun.
"Perkembangan Houthi dan gencatan senjata di Gaza membantu kawasan tersebut tetap tenang, mengurangi sebagian premi keamanan dari harga minyak,” ujar Partner Again Capital, John Kilduff.
“Ini semua tentang aliran minyak,” Kilduff menambahkan.
Namun, investor tetap berhati-hati karena pemimpin Houthi mengatakan kelompoknya akan memantau penerapan kesepakatan gencatan senjata dan melanjutkan serangannya terhadap kapal atau Israel jika kesepakatan itu dilanggar.
"Gencatan senjata di Jalur Gaza akan dimulai pada Minggu sesuai rencana, meskipun negosiator perlu menyelesaikan "masalah yang belum terselesaikan," ujar Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken.
Data Ekonomi AS
Sebelumnya pada Kamis, Departemen Perdagangan AS melaporkan penjualan ritel AS meningkat pada Desember. Hal ini seiring rumah tangga membeli lebih banyak kendaraan bermotor dan berbagai barang lainnya, yang menunjukkan permintaan yang kuat dalam perekonomian.
Harga minyak mentah berjangka AS memperpanjang kerugian setelah investor menafsirkan data tersebut sebagai penguatan pendekatan hati-hati Federal Reserve (the Fed) untuk memangkas suku bunga tahun ini.
Namun, harga kembali menguat setelah Gubernur Fed Christopher Waller mengatakan inflasi kemungkinan akan terus mereda dan mungkin memungkinkan bank sentral AS memangkas suku bunga lebih cepat dari yang diharapkan.
"Komentar Waller benar-benar mengimbangi data ekonomi pagi ini, dalam hal membuatnya tampak seperti ada ruang bagi Fed untuk memangkas," kata Kilduff dari Again Capital.
Suku bunga yang lebih rendah dapat merangsang pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan permintaan minyak.
Advertisement
Sanksi Baru terhadap Rusia
Investor juga terus mempertimbangkan putaran sanksi terbaru pemerintahan Biden yang menargetkan pangkalan industri militer Rusia dan upaya penghindaran sanksi, setelah mengenakan sanksi yang lebih luas pada produsen minyak dan kapal tanker Rusia. Pelanggan utama Moskow kini mencari minyak pengganti, sementara tarif pengiriman juga melonjak.
"Dengan pelantikan Presiden terpilih AS Donald Trump untuk masa jabatan keduanya pada Senin, pasar mendekati fase 'tunggu dan lihat' dan menunggu reaksi dari pemerintahan AS yang akan datang mengenai masalah sanksi,” ujar Tamas Varga di pialang minyak PVM.
Harga minyak yang lebih mahal dapat menyebabkan bentrokan antara Trump dan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak, jika presiden AS yang akan datang mengikuti rencana sebelumnya.
Selama masa jabatan pertamanya, Trump menuntut kelompok produsen untuk mengendalikan harga setiap kali Brent naik ke sekitar USD 80 per barel.
Pendiri Commodity Context, Rory Johnston menuturkan, OPEC dan sekutunya, yang secara kolektif dikenal sebagai OPEC+, telah membatasi produksi selama dua tahun terakhir dan cenderung berhati-hati dalam meningkatkan pasokan meskipun harga baru-baru ini naik.
"Kelompok produsen telah mengalami begitu seringnya optimisme selama tahun lalu sehingga cenderung berhati-hati sebelum memulai proses pelonggaran pemangkasan," kata Johnston.