Liputan6.com, Jakarta - Donald Trump resmi menjadi presiden ke-47 Amerika Serikat usai membacakan sumpah jabatan pada Senin 20 Januari 2025 di US Capitol, Washington D.C. Pelantikan Donald Trump ini memberikan dampak besar ke dunia. Â
Peneliti Senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dewi Fortuna Anwar mengatakan, kembalinya Donald Trump ke panggung politik Amerika Serikat tidak mengagetkan banyak pihak, namun dampak dari kebijakan yang dibawanya tetap akan memberi kejutan di kancah internasional.
Advertisement
Baca Juga
Kebijakan "America First" yang diusung Trump pada periode kedua kepresidenannya mengutamakan kepentingan nasional Amerika Serikat (AS), dengan mengesampingkan nilai-nilai globalisasi dan multilateralism yang sebelumnya menjadi pilar utama kebijakan luar negeri AS.
Advertisement
"Nah, kembalinya Trump 2.0 ini tidak mengagetkan. Ketika Trump pertama kali jadi presiden karena orang sudah memahami bahwa agenda ini akan kembali. America First, anti-globalisasi, anti-multilateralism, pokoknya yang mementingkan kepentingan nasionalnya sendiri," kata Dewi dalam Liputan6 Update Spesial, Selasa (21/1/2025).
Lebih lanjut Dewi menjelaskan, meskipun pada 2017 banyak yang meragukan kemungkinan kemenangan Trump, pada kali ini kemenangan yang diraih Trump, baik di popular vote maupun electoral college, memberinya mandat lebih besar dan meningkatkan rasa percaya dirinya dalam menjalankan agenda-agenda populisnya.
"Waktu itu polarisasi luar biasa di masyarakat Amerika Serikat dan masih banyak yang mencemooh Trump dan yang tidak mengambilnya serius, tidak dianggap, kemudian kita terkaget. Nah sekarang dia menang dengan mandat yang lebih besar, dia menang popular vote," ujarnya.
Â
Trump Ubah Sistem Internasional yang Telah Mapan
Dewi menyampaikan Amerika Serikat, sejak akhir Perang Dunia II, dikenal sebagai kekuatan utama yang mendukung sistem internasional yang berbasis pada hukum internasional, perdagangan bebas, dan kerja sama multilateral.
Ia menyoroti bahwa di bawah kepemimpinan Presiden Barack Obama, Amerika berperan sebagai juara dalam berbagai isu global, seperti perubahan iklim. Namun, Trump dengan kebijakan "America First" membalikkan arah kebijakan luar negeri Amerika Serikat, memandang globalisasi sebagai sesuatu yang merugikan Amerika, terutama dengan munculnya tantangan dari China.
"Di bawah Obama itu menjadi champion misalnya dalam climate change. Tetapi begitu Trump menjadi presiden, dia putar balikan. Dia berargumentasi bahwa globalisasi yang tadinya didorong oleh Amerika Serikat justru telah merugikan Amerika Serikat," jelasnya.
Trump menganggap komitmen Amerika Serikat yang luas di dunia, seperti peran dalam menjaga keamanan global melalui NATO dan aliansi di Asia, terlalu mahal dan merugikan bagi pembayar pajak Amerika. Salah satu dampak paling mengejutkan dari kebijakan ini adalah menarik diri dari berbagai organisasi multilateral yang sebelumnya dipimpin oleh Amerika Serikat, seperti WHO dan UNESCO.
Bahkan, Trump juga menarik diri dari perjanjian-perjanjian internasional mengenai perubahan iklim, yang sebelumnya didorong oleh Amerika sebagai upaya untuk mengurangi emisi karbon dan mempercepat transisi ke energi bersih.
"Yang lebih mengagetkan lagi adalah dia menarik diri dari berbagai sistem multilateral. Jadi sebetul-betul Amerika First itu berbeda sekali dengan Amerika yang kita kenal selama ini," ujarnya.
Â
Advertisement
Perubahan Drastis Peran Global Amerika
Dewi menjelaskan bahwa kebijakan "America First" menciptakan perubahan drastis dalam posisi Amerika Serikat di dunia. Negara yang sebelumnya dikenal sebagai pemimpin dalam berbagai aliansi internasional dan yang banyak disukai atau tidak disukai, kini lebih mengutamakan kepentingan domestik.
"Sekarang dia menarik diri. Nah ini yang membuat terkaget-kaget banyak pihak. Dia menarik diri dari climate change, framework itu. Jadi bukannya Amerika yang mendukung ide tentang clean energy dan sebagainya, dia membalik itu semuanya. Sehingga dunia betul-betul terkaget," ujarnya.
Padahal kata Dewi, Amerika Serikat yang sebelumnya terlibat aktif dalam menjaga perdamaian dunia, kini menjadi lebih terisolasi dan menuntut biaya lebih tinggi dari sekutu-sekutunya untuk mendapatkan dukungan.
"Amerika yang dibuat oleh Trump itu sangat berbeda dari Amerika yang dikenal, disayang, dibenci, tapi orang sudah kenal dengan Amerika yang tadinya sangat globalis, sangat multilateralis," pungkasnya.