Duta Besar Afrika Selatan yang Didepak AS Tidak Menyesali Pernyataannya

Apa yang disampaikan duta besar Afrika Selatan hingga memicu ketegangan dengan AS? Berikut selengkapnya.

oleh Khairisa Ferida Diperbarui 24 Mar 2025, 16:22 WIB
Diterbitkan 24 Mar 2025, 16:22 WIB
Duta Besar Afrika Selatan untuk Amerika Serikat Ebrahim Rasool.
Duta Besar Afrika Selatan untuk Amerika Serikat Ebrahim Rasool. (Dok. AP/Cliff Owen)... Selengkapnya

Liputan6.com - Pretoria Duta Besar Afrika Selatan yang diusir dari Amerika Serikat (AS), Ebrahim Rasool, mengatakan dia "tidak menyesal" atas pernyataannya yang menyebabkan ketegangan antara kedua negara. Rasool tiba kembali di Afrika Selatan pada Minggu (23/3/2025) dan disambut meriah oleh ratusan pendukung di Bandara Internasional Cape Town.

Hubungan antara Afrika Selatan dan AS memang semakin memburuk sejak Donald Trump menjabat pada Januari. Rasool, yang berusia 62 tahun, dinyatakan persona non-grata (orang yang tidak disenangi) di AS setelah Menteri Luar Negeri Marco Rubio menyebutnya sebagai "politikus yang memprovokasi ras dan membenci AS". Ini terkait dengan pernyataannya yang mengkritik Trump, dengan menyebutnya sedang "memobilisasi supremasi", sementara populasi kulit putih di AS menghadapi kemungkinan menjadi minoritas.

Setibanya di Cape Town, Rasool membela pernyataannya. Dia menjelaskan bahwa kata-katanya dalam webinar yang diselenggarakan oleh lembaga pemikir Afrika Selatan dimaksudkan untuk "memberi peringatan" kepada intelektual dan pemimpin politik di Afrika Selatan mengenai perubahan posisi mereka di AS. Rasool menekankan bahwa cara lama berhubungan dengan AS sudah tidak relevan lagi.

Di Bandara Cape Town, anggota Partai Kongres Nasional Afrika (ANC), Partai Komunis Afrika Selatan, dan serikat pekerja menyambut kedatangannya dengan nyanyian dan tarian. Beberapa di antaranya membawa spanduk yang bertuliskan "Ebrahim Rasool, Anda telah melayani negara kita dengan penuh kehormatan!"

Pengusiran Rasool ini merupakan langkah yang jarang terjadi, mengingat umumnya diplomat dengan pangkat lebih rendah yang dikeluarkan dari sebuah negara. Namun, hubungan Afrika Selatan dan AS memang sudah memburuk dalam beberapa bulan terakhir.

Pada Januari, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa menandatangani undang-undang yang memungkinkan negara untuk menyita tanah tanpa kompensasi jika itu untuk "kepentingan publik". Langkah ini muncul setelah bertahun-tahun seruan untuk reformasi lahan, dengan tujuan mendistribusikan kembali tanah pertanian yang sebagian besar dikuasai oleh minoritas kulit putih. Sebagai tanggapan, AS memutuskan untuk memotong bantuan kepada Afrika Selatan, dengan alasan adanya "diskriminasi rasial yang tidak adil" terhadap orang kulit putih Afrikaans – keturunan pemukim Belanda yang pertama kali tiba pada Abad ke-17. Namun, Afrika Selatan membantah klaim ini.

Rasool, yang diangkat sebagai duta besar untuk AS tahun lalu karena pengalamannya dan jaringan luas di Washington, menyesalkan bahwa dia tidak diberi kesempatan untuk menanggapi pandangan pemerintahan Trump. Sebelumnya, Rasool juga pernah menjabat sebagai duta besar untuk AS dari tahun 2010 hingga 2015, saat Barack Obama menjadi presiden.

Promosi 1

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya