Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama Perum Bulog Wahyu Suparyono menjamin stok beras yang dikuasainya cukup untuk memenuhi konsumsi di masa Ramadan dan Lebaran 2025. Ia optimistis Bulog bisa menguasai 2 juta ton beras di gudangnya pada bulan suci.
Adapun puncak panen raya diprediksi terjadi pada Maret 2025, bertepatan dengan musim Ramadan dan Lebaran. Saat ini, Bulog melaporkan telah menguasai sekitar 1,7 juta ton beras di gudangnya.
Baca Juga
"Kita optimis dengan stok 2 juta ton itu jika diperlukan itu cukup (untuk Ramadhan dan Lebaran 2025), cukup sekali," kata Wahyu di Bulog Corporate University, Jakarta, Rabu (22/1/2025).
Advertisement
"Enggak sampai dua bulan sudah puasa, stok kita cukup. Aman," dia menegaskan.
Begitu pun harga beras, Wahyu memprediksi tidak akan ada kenaikan. Lantaran, meskipun permintaan beras selama Ramadan dan Lebaran tinggi, namun pasokannya bakal tercukupi dengan adanya panen raya.
"Enggak ada (kenaikan harga beras). Kalau dari Bulog secara operator nyerap Rp 12.000 (per kg). Nanti kalau perlu di penjualan ada perintah untuk SPHP (Stabilisasi Pasoka dan Harga Pangan), kita lakukan SPHP. Kalau tidak, kita tunggu dari regulator," ungkapnya.
Butuh Dana Tambahan
Selain untuk Ramadan dan Lebaran 2025, Bulog juga menyanggupi titah Presiden Prabowo Subianto dalam memenuhi target pengadaan 3 juta ton beras. Secara angka, jumlah itu bertambah dari target sebelumnya, 2 juta ton beras per tahun.
Untuk itu, Bulog membutuhkan dana sekitar Rp 57 triliun untuk bisa mengolah beras hasil serapan petani yang jumlahnya bertambah.
Direktur Keuangan Bulog Iryanto Hutagaol memaparkan, dari 2 juta ton target penyerapan sebelumnya, saat ini ada sekitar 1,7 juta ton stok beras yang tersimpan di gudang perseroan.
Menurut skenario sebelumnya, Bulog diproyeksikan bakal mengelola sekitar 3,7 juta ton beras pada tahun ini. Namun dengan adanya tambahan target menjadi 3 juta ton, alhasil Bulog harus menambah 1 juta ton penyerapan setara beras.
"Artinya, kita akan mengelola kurang lebih 3,7 juta ton beras tahun ini. Tapi dengan kabar akan diminta 3 juta ton menyerap, artinya kita akan mengelola 4,7 juta ton," kata Iryanto pada kesempatan sama.
Â
Butuh Rp 57 Triliun
Dalam proses penyerapan ini, Gabah Kering Petani (GKP) hasil panen nantinya akan dibawa menuju penggilingan. Bulog selanjutnya bakal menyerap beras hasil penggilingan seharga Rp 12.000 per kg.
Berdasarkan penghitungan itu, Iryanto melanjutkan, Bulog membutuhkan dana sekitar Rp 57 triliun untuk bisa memenuhi target pengadaan 3 juta ton. Lantaran Bulog harus mengurus total 4,7 juta ton setara beras sepanjang tahun ini.
"Kalau kita hitung harga Rp 12.000 per kg, artinya 4,7 juta ton kali 12.000. Kurang lebih Rp 57 triliun harus kita sediakan dalam waktu mengolah bisnis ini ke beras ini oleh pemerintah," sebut dia.
Guna mendapat pendanaan itu, Bulog kini tengah berbicara dengan pemerintah. Untuk memberikan bantuan yang lebih terstruktur soal masalah pembiayaan.
"Saat ini kita dibantu perbankan. Kalau struktur kita dibantu oleh pemerintah, nanti pemerintah sebagian memberikan APBN-nya langsung kepada kita," ungkap Iryanto.
Â
Advertisement
Hitungan Bisnis Beras
Secara hitungan bisnis beras, Iryanto menjelaskan, Bulog mengeluarkan kocek internal terlebih dulu untuk melakukan penyerapan dan penyaluran beras. Setelah terjual ke pasar, Bulog baru mengantongi pendapatan.
"Sementara ini kita bisa recovery dari revenue pendapatan kita, pada saat kita menyalurkan. Di situ lah pemerintah membeli beras kami, dan menjadi recovery pendapatan kami," tuturnya.
Menurut dia, Bulog harus menanggung beban yang cukup berat dalam pengadaan beras, dengan harus meminjam dana terlebih dulu dari perbankan. Namun, ia menyebut itu sebagai konsekuensi Bulog yang berstatus sebagai BUMN pelayanan publik (PSO).
"Tapi kita bisa melaksanakan tugas ini dengan baik, mungkin secara teknikal keuangan kita usahakan tetap positif laporan keuangan kita sesuai dengan prinsip akuntansi keuangan Indonesia," tegas dia.
Â