Revisi DHE Bikin Rupiah Perkasa, Sekarang Jadi Segini

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan rupiah akan berada di rentang Rp16.250-Rp16.350 pada perdagangan hari ini,

oleh Arthur Gideon diperbarui 23 Jan 2025, 10:15 WIB
Diterbitkan 23 Jan 2025, 10:15 WIB
Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS Menguat
Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan di Jakarta menguat 16 poin atau 0,10 persen menjadi 16.264 per dolar Amerika Serikat (AS) dari sebelumnya 16.280 per dolar AS.(Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar ripiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan Kamis ini. Penguatan rupiah ini didorong oleh revisi kebijakan terbaru mengenai Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (SDA). 

Pada Kamis (23/1/2025), nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan di Jakarta menguat 16 poin atau 0,10 persen menjadi 16.264 per dolar Amerika Serikat (AS) dari sebelumnya 16.280 per dolar AS.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, penguatan rupiah berkat dorongan ekspektasi stabilitas nilai tukar mata uang tersebut pasca pengumuman revisi kebijakan terbaru Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA).

“Kebijakan terbaru ini diharapkan dapat membantu menstabilkan nilai tukar rupiah karena ada dua perubahan besar, yakni lama penyimpanan DHE SDA dan persentasenya. Pemerintah memutuskan menambah kedua potensi tersebut secara signifikan,” ujarnya dikutip dari Antara.

Masa penempatan DHE SDA disebut akan berlangsung selama satu tahun dan persentase DHE yang harus ditempatkan meningkat jadi 100 persen. Hal ini berpotensi menambah cadangan devisa Indonesia lebih dari 90 miliar dolar Amerika Serikat (AS) menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

Pada hari ini, yield Surat Berharga Negara (SBN) ikut turun mengikuti tren apresiasi rupiah. Volume perdagangan obligasi pemerintah pada Rabu (22/1) menurun jadi Rp 16,92 triliun dari Rp 38,99 triliun pada Selasa (21/1).

Kepemilikan asing pada obligasi rupiah juga menurun Rp 520 miliar menjadi Rp 867 triliun atau 14,29 persen dari total per dua hari yang lalu.

“USD/IDR diperkirakan akan berada di rentang Rp16.250-Rp16.350 pada perdagangan hari ini,” ungkap Josua.

Prospek Pasar Obligasi Indonesia di Tengah Penurunan Suku Bunga Acuan

nilai rupiah melemah terhadap dollar
Pegawai memperlihatkan mata uang rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Kamis (5/1/2023). Mengutip data Bloomberg pukul 15.00 WIB, rupiah ditutup turun 0,22 persen atau 34 poin ke Rp15.616,5 per dolar AS. Hal tersebut terjadi di tengah penguatan indeks dolar AS 0,16 persen ke 104,41. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Keputusan Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga acuan baru-baru ini diproyeksikan akan memberikan angin segar bagi pasar obligasi domestik. Langkah ini dinilai dapat meningkatkan minat investor terhadap obligasi, baik dari kalangan institusional maupun individu.

Penurunan suku bunga biasanya berdampak positif pada harga obligasi di pasar sekunder. Obligasi dengan kupon tetap menjadi lebih menarik karena memberikan imbal hasil lebih tinggi dibandingkan suku bunga baru.

Penurunan suku bunga BI juga berpotensi mendorong peralihan dana dari deposito ke obligasi. Dengan imbal hasil deposito yang semakin kecil, investor ritel kemungkinan akan melirik obligasi pemerintah maupun korporasi sebagai alternatif investasi.

Merujuk riset Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Jumat (17/1/2025), selisih antara imbal hasil US Treasury dan INDO GBs untuk seri 10Y telah menyempit, memberikan tekanan lebih lanjut pada Rupiah.

Arus masuk asing ke pasar obligasi menurun tajam pada kuartal IV 2024 dan hingga awal 2025, didorong oleh kinerja ekonomi AS yang lebih kuat dari perkiraan dan meningkatnya ekspektasi kebijakan proteksionis di bawah Presiden terpilih Donald Trump.

Hal ini juga berdampak pada pasar ekuitas, dengan arus keluar yang signifikan tercatat pada kuartal IV 2024 dan YTD 2025, menambah tantangan pasar modal. Meskipun terjadi kenaikan tajam dalam imbal hasil US Treasury, imbal hasil riil pada US Treasury 10Y hanya 2,0%, sedangkan INDO GB 10Y menawarkan imbal hasil riil sebesar 5,7%, didukung oleh inflasi moderat Indonesia.

"Perbedaan imbal hasil yang substansial ini membuat obligasi Indonesia tetap menarik dan memberi ruang bagi BI untuk menurunkan suku bunga lebih lanjut. Secara bersamaan, BI telah secara aktif turun tangan untuk mendukung Rupiah melalui intervensi pasar valas, DNDF, dan pembelian INDO GB di pasar sekunder," mengutip riset Mirae Asset Sekuritas.

Jaga Volatilitas

Langkah-langkah tersebut telah membantu menjaga volatilitas tetap terkendali dan menunjukkan komitmen BI terhadap stabilitas mata uang. Pertimbangan biaya-manfaat mendukung intervensi yang terus-menerus.

Pada Januari 2025, BI memegang 24% INDO GB, turun dari puncak pandemi sebesar 27,4% pada Desember 2022 ketika mengakhiri program pembagian beban dengan pemerintah. Pada tahun 2024 saja, BI telah memborong INDO GB senilai Rp 540,5 triliun untuk menstabilkan imbal hasil dan mata uang.

Selain itu, BI telah menjaga penerbitan SRBI tetap kuat, dengan SRBI yang beredar mencapai Rp 914,7 triliun per 14 Januari 2025. Lelang bulan Januari menghasilkan Rp 30,0 triliun, termasuk Rp15,0 triliun pada putaran terakhir, dan SRBI dengan imbal hasil lebih tinggi pada 7,23% dari puncaknya di 7,30%. Tindakan ini menyoroti pendekatan langsung BI untuk menjaga Rupiah tetap stabil.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya