Serap Banyak Tenaga Kerja, Industri Tembakau Harus Dilindungi

Kebijakan kemasan rokok tanpa identitas merek di Indonesia memicu kekhawatiran akan intervensi asing melalui Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), sebuah perjanjian internasional yang diinisiasi oleh WHO.

oleh Septian Deny diperbarui 11 Feb 2025, 18:02 WIB
Diterbitkan 11 Feb 2025, 18:00 WIB
Gappri
Cukai rokok memang senikmat kepulan asap tembakau. Bisa dibilang, inilah ATM bagi pemerintah yang tak pernah kering.... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Kebijakan kemasan rokok tanpa identitas merek di Indonesia memicu kekhawatiran akan intervensi asing melalui Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).

Ahli Hukum Hikmahanto Juwana menyoroti pentingnya menjaga kedaulatan dan mempertimbangkan dampak ekonomi domestik.

Diduga ada upaya memasukkan agenda Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dalam penyusunan kebijakan kemasan rokok tanpa identitas merek di Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan. Hal ini dianggap sebagai bentuk intervensi asing dalam pembuatan kebijakan. FCTC adalah perjanjian internasional yang disusun oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mengatur pengendalian tembakau secara ketat.

"Saat ini ada upaya-upaya pihak asing untuk melakukan intervensi pada industri tembakau Indonesia. Padahal, industri tembakau di Indonesia membuka lebar penyerapan tenaga kerja di negara ini,” ujar Hikmahanto dikutip Selasa (2/1/2025).

Perhatian dunia kini tertuju pada perjanjian internasional dan agenda WHO, terutama setelah Amerika Serikat, sebagai donatur terbesar WHO, memutuskan keluar dari badan kesehatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tersebut.

Langkah AS ini dipandang sebagai upaya menjaga kedaulatan negara dari dominasi korporasi tertentu dalam bidang kesehatan. Keputusan ini seharusnya menjadi pertimbangan penting bagi pemerintah Indonesia di tengah ancaman intervensi asing terkait rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek.

Hikmahanto Juwana menekankan pentingnya Indonesia menjaga kedaulatan agar tidak terpengaruh oleh pihak asing. Ia menegaskan bahwa kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia harus didasarkan pada kondisi domestik, bukan untuk memenuhi keinginan asing.

"Bila aturan ini diterapkan, justru rokok ilegal yang akan marak di masyarakat. Kalau rokok ilegal makin banyak, pemerintah bisa kehilangan pendapatan dari cukai rokok. Jangan sampai masalah gas elpiji terulang kembali di industri tembakau," seru Hikmahanto.

Intervensi Asing

(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Petani Tembakau (Foto:Liputan6.com/Dian Kurniawan)... Selengkapnya

Ia menyarankan agar pemerintah mewaspadai intervensi asing yang mendorong ratifikasi FCTC, baik secara langsung maupun melalui adopsi kebijakannya. Keputusan untuk tidak mengikuti perjanjian internasional tersebut adalah hak sebuah negara, sehingga tidak bisa dipaksakan oleh pihak lain. Apalagi, Indonesia merupakan produsen tembakau dengan ekosistem yang kompleks dan banyak masyarakat yang bergantung pada industri ini.

Lebih lanjut, rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dapat menimbulkan berbagai masalah baru, seperti peningkatan rokok ilegal dan pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi pekerja di industri tembakau.

Bila aturan ini diterapkan, justru rokok ilegal yang akan marak di masyarakat. Jika rokok ilegal makin banyak, pemerintah bisa kehilangan pendapatan dari cukai rokok. Jangan sampai masalah gas elpiji terulang kembali di industri tembakau, tegas Hikmahanto.

Hikmahanto menyarankan agar lebih banyak koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait industri tembakau, seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Ketenagakerjaan, untuk memastikan kebijakan yang berimbang. Langkah ini penting agar pemerintah tidak terjebak dalam ego sektoral.

Bungkus Rokok Seragam, Siap-Siap Penerimaan Negara Tak Capai Target

20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)... Selengkapnya

Sebelumnya, peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024, serta wacana kebijakan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek yang tertera pada Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) terus mendapat kritikan tajam. Menyusul adanya ancaman perlambatan pertumbuhan ekonomi, hingga potensi kehilangan penerimaan negara hingga ratusan triliun rupiah.

Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi di Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Andry Satrio Nugroho, mengatakan bahwa dampak ekonomi yang hilang atas rencana kebijakan penyeragaman kemasan rokok polos tanpa identitas merek dapat mencapai Rp 308 triliun.

Menurut dia, rencana aturan tersebut juga akan meningkatkan peredaran rokok ilegal di masyarakat. Tanpa merek dan identitas yang jelas, produk ilegal akan lebih mudah menyerupai produk legal di pasaran.

"Produsen rokok ilegal tidak perlu lagi repot memikirkan desain kemasan yang kompleks. Dengan aturan kemasan tanpa identitas merek, mereka bisa langsung memasukkan produknya ke pasar, dan pemerintah akan kesulitan dalam pengawasan serta identifikasi produk," ujarnya, Kamis (7/11/2024).

Dari sisi penerimaan negara, Andry melanjutkan, ada potensi hilangnya Rp 160,6 triliun, atau sekitar 7 persen dari penerimaan pajak jika aturan itu disahkan. Jika regulasi ini diterapkan, target penerimaan negara sebesar Rp 218,7 triliun untuk tahun ini kemungkinan besar tidak akan tercapai.

Pasalnya, lanjut Andry, industri hasil tembakau merupakan salah satu penyumbang signifikan bagi Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Sebelum pandemi Covid-19, industri ini menyumbang hingga 6,9 persen terhadap PDB, namun angka ini terus menurun setiap tahunnya.

 

Kedaulatan Ekonomi

Gapri 21 Sept 2016
Harga rokok Rp50.000/bungkus dari Hoax jadi wacana pemerintah untuk direalisasikan.... Selengkapnya

Lebih dari itu, ia mengingatkan bahwa industri hasil tembakau adalah sektor yang besar dalam menyerap tenaga kerja. Berdasarkan data INDEF, sekitar 2,29 juta orang atau sekitar 1,6 persen dari total pekerja akan terdampak langsung oleh regulasi ini. .

"Pada 2019, industri ini menyerap 32 persen dari total pekerja di sektor manufaktur. Namun, tekanan regulasi terus membuat para pekerja di sektor ini rentan terdampak," kata Andry.

Di sisi lain, Rancangan Permenkes yang mengatur penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek pun kian dipandang bertentangan dengan kedaulatan ekonomi Indonesia, dan merupakan ancaman bagi industri hasil tembakau nasional.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menjelaskan, penerapan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek sejatinya mirip dengan kebijakan yang diterapkan Australia pada 2012. Saat itu, Indonesia menjadi salah satu negara yang menolak kebijakan tersebut.

"Sekarang kita justru ingin menerapkan apa yang pernah kita lawan. Ini sangat membingungkan," ungkapnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Live dan Produksi VOD

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya