Tensi Pasar Global Memanas, Bagaimana Nasib Ekonomi Indonesia?

Di tengah tensi global meningkat, pasar domestik Indonesia diyakini memiliki penyangga atau buffer yang kuat.

oleh Septian Deny Diperbarui 08 Apr 2025, 20:30 WIB
Diterbitkan 08 Apr 2025, 20:30 WIB
Proyeksi Ekonomi Indonesia 2022
Suasana gedung bertingkat dan permukiman warga di kawasan Jakarta, Senin (17/1/2022). Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 mencapai 5,2 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

 

Liputan6.com, Jakarta Di tengah tensi global meningkat, pasar domestik Indonesia diyakini memiliki penyangga atau buffer yang kuat. Hal ini diungkapkan oleh Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro.

Andry mengatakan penyangga yang kuat dimiliki Indonesia adalah permintaan di dalam negeri yang stabil selama Ramadan dan kesiapan BI untuk intervensi nilai tukar rupiah dengan cadangan devisa yang berada di level baik.

“Meskipun tensi global meningkat, pasar domestik punya buffer kuat lewat intervensi Bank Indonesia (BI) dan kestabilan permintaan domestik selama Ramadan," kata Andry dikutip dari Antara, Selasa (8/4/2025).

 

Bank Indonesia diperkirakan akan tetap hadir di pasar untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah yang diproyeksi bergerak di kisaran Rp16.610 hingga Rp16.840 per dolar AS hari ini.

Nilai tukar rupiah pada penutupan 26 Maret 2025 menguat tipis sebesar 0,12 persen ke level Rp16.560 per dolar AS. Sejauh tahun berjalan, rupiah tercatat melemah sebesar 2,84 persen. Namun penguatan menjelang libur menunjukkan bahwa pelaku pasar masih melihat fundamental domestik secara positif.

Sebelum libur panjang Lebaran, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,59 persen ke level 6.510,62 dengan aliran dana asing mencatat net inflow sebesar Rp623,6 miliar.

Meskipun IHSG masih terkoreksi 8,04 persen secara year to date, penguatan jelang libur menjadi sinyal positif bahwa pelaku pasar masih menaruh kepercayaan terhadap prospek jangka menengah.

Di pasar obligasi, imbal hasil (yield) surat utang pemerintah tenor 10 tahun dalam rupiah turun signifikan sebesar 12,2 bps menjadi 7 persen. Di saat yang sama, yield obligasi pemerintah dalam dolar AS naik tipis menjadi 5,32 persen.

Meskipun pasar global sedang bergejolak, pembukaan kembali pasar Indonesia hari ini membawa angin segar dan peluang baru. Dengan kebijakan moneter yang responsif dan fundamental ekonomi yang tetap solid, Indonesia berpeluang menjaga stabilitas dan bahkan menarik keuntungan dari perubahan peta perdagangan global.

 “Saat dunia dihantui ketidakpastian, fleksibilitas dan ketahanan domestik justru menjadi nilai jual utama pasar Indonesia," ujar Andry.

 

 

Pasar Keuangan Indonesia

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Dari sisi domestik, aktivitas konsumsi diperkirakan akan menguat pada 2024. Hal itu sejalan dengan terjaganya daya beli masyarakat, inflasi yang terkendali, dan meningkatnya penciptaan lapangan kerja. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Setelah libur panjang, pasar keuangan Indonesia kembali dibuka pada Selasa (8/4) dengan ekspektasi positif meskipun dihadapkan pada tantangan eksternal berupa memanasnya tensi perdagangan global. Investor domestik bersiap mencermati arah pasar setelah dinamika global yang sempat mengguncang pasar saham dunia.

Salah satu pemicu utama gejolak global adalah pengumuman Presiden AS Donald Trump terkait kebijakan tarif impor baru. Trump menetapkan tarif dasar sebesar 10 persen untuk semua impor dan tarif lebih tinggi untuk negara-negara tertentu, seperti China (34 persen), Vietnam (46 persen), dan Uni Eropa (20 persen).

Langkah ini memicu kekhawatiran akan pecahnya perang dagang baru yang berdampak pada inflasi global dan mendorong naiknya imbal hasil obligasi.

 

Negara Terdampak

FOTO: Bank Dunia Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Pemandangan gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan di Jakarta, Selasa (5/4/2022). Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 menjadi 5,1 persen pada April 2022, dari perkiraan sebelumnya 5,2 persen pada Oktober 2021. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)... Selengkapnya

Namun, respons negara-negara terdampak menunjukkan dinamika menarik. China merespons dengan memberlakukan tarif 34 persen untuk semua impor asal AS mulai 10 April. Di sisi lain, Vietnam mengambil pendekatan berbeda.

Situasi semakin memanas setelah Trump mengancam akan menaikkan tarif menjadi 50 persen terhadap impor dari China jika China tidak mencabut tarif balasan mereka sebelum 8 April. Kondisi ini mendorong volatilitas pasar global, namun di sisi lain juga membuka peluang reposisi strategi perdagangan bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia

Pasar saham AS sendiri ditutup melemah pada Jumat (7/4), dengan indeks Dow Jones turun 0,91 persen dan S&P 500 terkoreksi 0,23 persen, menyusul kekhawatiran atas eskalasi perang dagang.

Investor global kini menantikan sejumlah rilis data penting pekan ini, termasuk data inflasi AS (CPI Maret) yang diperkirakan berada di level 2,6 persen secara tahunan dan inflasi inti 3 persen.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya