Liputan6.com, Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih melanjutkan tren pelemahan sepanjang perdagangan hari ini, Selasa, 8 April 2025.
Meskipun begitu, Kiwoom Sekuritas meyakini IHSG masih akan mampu bertahan di atas level support psikologis 6.000, dengan asumsi didukung oleh kebijakan regulator yang memperluas batas auto reject bawah (ARB) menjadi 15% untuk seluruh fraksi harga saham.
Baca Juga
"Tekanan IHSG kami perkirakan masih akan berlanjut di sepanjang hari dengan estimasi kami IHSG mampu bertahan di atas level support psikologis 6.000 dengan asumsi ditopang perubahan ARB menjadi 15% untuk seluruh fraksi," ujar VP Marketing, Strategy & Planning Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi, kepada Liputan6.com, Selasa (8/4/2025).
Advertisement
Sentimen Global Guncang Pasar Selama Libur Lebaran
Oktavianus menjelaskan selama masa libur bursa dalam rangka Lebaran, sejumlah sentimen negatif global mengguncang pasar keuangan dunia, yang kini menekan pasar saham domestik. Salah satunya adalah kebijakan tarif dagang balasan dari mantan Presiden AS, Donald Trump.
“Trump mengumumkan pengenaan tarif resiprokal sebesar 10% ke seluruh negara mitra dagang, dan tambahan tarif berdasarkan komposisi defisit perdagangan, yang salah satunya ditujukan kepada Indonesia sebesar 32%," ujar dia.
Indonesia termasuk dalam negara yang terdampak karena memiliki surplus perdagangan non-migas terbesar dengan AS senilai USD 16,84 miliar, sementara total surplus dagang Indonesia sepanjang 2024 mencapai USD 31,04 miliar. Kebijakan ini diperkirakan akan berdampak signifikan pada produsen ekspor, memperburuk defisit transaksi berjalan (CAD), serta memicu pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS.
Sentimen Negatif Lainnya
Sentimen negatif lainnya datang dari sisi komoditas. Harga energi dan komoditas andalan Indonesia mengalami tekanan setelah OPEC+ berencana meningkatkan produksi minyak sebesar 440 ribu barel per hari mulai Mei 2025.
Harga minyak mentah pun melemah, diikuti oleh penurunan harga batu bara ke level USD 97 per ton, tembaga turun 9%, CPO bergerak di bawah MYR 4.300 per ton, dan nikel yang turun di bawah batas psikologis USD 15.000 per ton.
Di saat yang sama, pidato Ketua The Fed Jerome Powell pada 4 April lalu juga menambah kekhawatiran pasar. Powell mengingatkan risiko perlambatan ekonomi dan peningkatan inflasi di AS. Hal ini berpotensi memicu gejolak ekonomi global yang lebih besar dan berdampak pada kebijakan suku bunga di negara berkembang, termasuk Indonesia.
“Dampaknya BI rate kemungkinan sejalan, sehingga cost of fund akan tetap tinggi yang akan memperlambat aktivitas emiten dan ekonomi,” terang Oktavianus.
Penjualan Besar-Besaran Hari Ini
Ia juga menyoroti tekanan jual besar-besaran pada perdagangan hari ini merupakan bentuk penyesuaian pasar terhadap sentimen negatif yang tertahan selama libur bursa. Kebijakan otoritas yang memperluas batas ARB menjadi -15% dan memperlebar level trading halt menjadi -8% dipandang sebagai upaya untuk menahan tekanan jual berlebihan.
“Kami berpandangan ini untuk meredam derasnya aksi jual oleh pasar, jika ARB tetap simetris maka kekhawatiran anjlok lebih dalam sangat terbuka. Tetapi kami melihat ini akan lebih bersifat jangka pendek untuk meredam aktivitas pasar, karna pada dasarnya kekhawatiran ini ditimbulkan faktor ekonomi makro dan kebijakan tarif Trump,” lanjutnya.
Advertisement
Strategi Untuk Meredakan Tekanan Pasar
Sebagai langkah jangka menengah hingga panjang, menurut Oktavianus, yang dibutuhkan pasar bukan hanya kebijakan teknis, melainkan strategi pemerintah yang konkret untuk menjaga stabilitas makroekonomi nasional.
“Sehingga menurut hemat kami yang dibutuhkan untuk meredakan tekanan di pasar adalah langkah strategis pemerintah untuk menjaga stabilitas Rupiah terhadap USD, meyakinkan pertumbuhan ekonomi tetap di atas 5%, respons strategi dan langkah praktis untuk menjaga surplus dagang Indonesia,” pungkas Oktavianus.
