Bulog: Kenapa Perajin Tahu Tempe Harus Mogok?

Perum Bulog mempertanyakan rencana mogok para pengrajin tahu dan tempe akibat melambungnya harga kedelai.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 04 Sep 2013, 12:30 WIB
Diterbitkan 04 Sep 2013, 12:30 WIB
perajin-tahu-130827b.jpg
Perum Bulog mempertanyakan rencana mogok para perajin tahu dan tempe akibat melambungnya harga kedelai. Mogok massal ini dijadwalkan akan berlangsung pada 9-11 September 2013.

"Kenapa mesti harus mogok, padahal kebijakan yang dikeluarkan pemerintah waktu rapat kemarin sore bahwa cadangan atau stok kedelai harus digelontorkan," terang Direktur Utama Bulog, Sutarto Alimoeso sebelum Rakor Pangan di kantor Kementerian Perekonomian, Jakarta, Rabu (4/9/2013).

Dia menegaskan, pemerintah dan perusahaan tidak perlu menahan stok kedelai supaya perajin bisa segera mendapatkan kedelai.

"Kata Kementerian Perdagangan ada stok 350 ribu ton. Kalau menurut saya tidak perlu ditahan lagi karena jika nanti impor pasti akan datang lebih banyak (kedelai)," tukasnya.

Bulog, menurut Sutarto, telah mendapatkan penugasan untuk mengimpor kedelai dari Amerika Serikat (AS) pekan lalu. Hal ini ditunjukkan melalui izin dari Kemendag pada Jumat lalu (30/8/2013).

"Bulog tidak bisa langsung mendatangkan kedelai impornya, karena baru dapat penugasan. Jadi tidak mungkin barang langsung ada, itu namanya kami bohong, tidak governance," ucap dia.

Sutarto menjelaskan, pihaknya membutuhkan waktu beberapa hari untuk dapat menerbangkan kedelai dari AS ke Indonesia. Meski begitu, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini sudah melakukan negosiasi dan penjajakan bisnis dengan AS.

"Kontak bisnis sudah lama dilakukan, hanya saja tidak mungkin secara riil dilakukan bila izin belum diperoleh. Jadi prosesnya sama dengan mendatangkan daging di Australia," paparnya.

Sayangnya ketika dikonfirmasi lebih lanjut soal realisasi dan besaran impor, Sutarto belum dapat memberikan jawaban secara detail.

"Mudah-mudahan bisa secepatnya karena pasokan kurang. Bulog dan pemerintah sepakat berapapun (jumlah) disetujui tentu sesuai dengan situasi dan keadaan di lapangan, karena yang terpenting harus governance," jelasnya.

Dia mengatakan, impor juga harus berpatokan untuk menjaga harga di dalam negeri, sehingga perlu ada instrumen tertentu tentang pengenaan tarif.

"Produksi dalam negeri pun harus betul-betul aman. Tidak bisa setiap orang impor hanya impor saja tapi tidak menjaga harga di dalam negeri," pungkas Sutarto. (Fik/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya