Buruh Sebut Jokowi-Ahok sebagai Bapaknya Upah Murah

Kebijakan Gubernur DKI Jakarta dengan hanya menaikkan UMP menjadi Rp 2,4 juta menjadikan Jokowi-Ahok sebagai Bapak Upah Murah.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 20 Nov 2013, 16:09 WIB
Diterbitkan 20 Nov 2013, 16:09 WIB
jokowi-ahok-flashback-131020c.jpg
Buruh terus meradang karena tak kunjung dipenuhi tuntutannya oleh pemerintah. Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menganggap keputusan Gubernur DKI Jakarta dengan hanya menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) menjadi Rp 2,4 juta menjadikan pemimpin Jakarta itu dijuluki sebagai Bapak Upah Murah oleh para serikat buruh.

"Yang pertama kali memutuskan upah murah tanggal 1 November itu Jokowi-Ahok. Foke saja yang dianggap partainya anti perubahan dua kali dia melakukan revisi Upah Minimum Provinsi, jadi Jokowi-Ahok adalah pelopor, bapaknya upah murah sekarang ini," ungkap dia di Jakarta, Rabu (20/11/2013).

Masih mencoba membandingkan dengan Gubernur DKI Jakarta yang lain, Iqbal menambahkan pada saat kepemimpinan Foke keputusan mengenai UMP tidak pernah dilakukan lebih awal mendahului daerah-daerah lain.

"Kemudian dia (Foke) tidak pernah memutuskan UMP itu tanggal 1 November mendahului daerah-daerah lain. Kalau Jokowi mutusin bagus akibatnya baik bagi seluruh buruh, tapi akibatnya Jokowi mempertahankan upah murah, maka seluruh daerah kan tidak di atas DKI, kalaupun di atas paling Rp 5000-Rp 6000," jelasnya.

Said mendesak kepada para Gubernur/Bupati/Walikota di kota-kota industri untuk segera merevisi kenaikan UMP 2014.

Hal itu dikarenakan nilai kenaikan wajar tahun depan untuk kota-kota industri berkisar antara Rp 2,7 juta hingga sekitar Rp 3 juta.

Nilai tersebut diakuinya sesuai dengan hasil rekomendasi KHL yang diajukan anggota dewan pengupahan DKI ke pemerintah dari unsur buruh sesuai Rp 2.767.320, ditambah dengan proyeksi inflasi, pertumbuhan ekonomi dan produktivitas akan mencapai Rp 3 jutaan.

"Kota Bekasi misalnya sebagai contoh sebenarnya mau ngasih upah minimum Rp 2,9 juta tapi akibat daripada Jokowi sudah putusin Rp 2,4 juta, dia pakai inpres, gubernur kan lebih memutuskan lebih dulu daripada kabupaten, maka per kabupaten kan tersandra akibat menggunakan inpres, harusnya dari survei psar, berapa KHL nya, walaupun buruh tidak setuju dengan KHL yang 60 item," tutup Iqbal. (Yas/Nur)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya