Nilai tukar rupiah yang kembali melemah bahkan telah menyentuh level Rp 12 ribu per dolar Amerika Serikat (AS) menekan indutri semen dalam negeri.
Direktur Keuangan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) Tju Lie Sukanto mengungkapkan pelemahan rupiah sangat mempengaruhi karena 40%-50% biaya produksi menggunakan dolar, terutama dari bahan baku.
"Bukan hanya kita yang tertekan akibat pelemahan rupiah, tapi pabrik semen serta industri secara keseluruhan," ujarnya di Jakarta, Kamis (28/11/2013).
Namun Sukanto meyakini, meskipun pelemahan rupiah terhadap dolar ini memberikan efek pada biaya produksi akan tetapi masih dapat ditahan perusahaan. Hal ini karena Indocement sendiri ini tidak memiliki utang.
"Memang arena domainnya mata uang asing sangat besar, untungnya kita nggak punya utang baik dalam rupiah maupun dalam bentuk asing. Tetap mempengaruhi cost produksi, namun kalau utang tidak," katanya.
Sukanto belum bisa memastikan apakah pelemahan ini akan memberikan efek pada kenaikan harga jual produk. Namun dia berharap rupiah bisa kembali menguat karena pemerintah mengatakan bahwa hal ini merupakan efek dari tappering off.
"Rp 12.000 per doalr AS tentu akan berefek pada pabrik semen lainnya, pabrik lain beli batubara pakai dolar AS akan sama juga, mau nggak mau naikkan harga jual. Tapi itu satu sisi, namun dilihat sisi lain ada demand, kita lihat ada permintaan atau nggak, percuma kita naikkan harga tapi nggak ada, ya sama kaya hukum ekonomi penjualan," tandas dia. (Dny/Nrm)
Direktur Keuangan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) Tju Lie Sukanto mengungkapkan pelemahan rupiah sangat mempengaruhi karena 40%-50% biaya produksi menggunakan dolar, terutama dari bahan baku.
"Bukan hanya kita yang tertekan akibat pelemahan rupiah, tapi pabrik semen serta industri secara keseluruhan," ujarnya di Jakarta, Kamis (28/11/2013).
Namun Sukanto meyakini, meskipun pelemahan rupiah terhadap dolar ini memberikan efek pada biaya produksi akan tetapi masih dapat ditahan perusahaan. Hal ini karena Indocement sendiri ini tidak memiliki utang.
"Memang arena domainnya mata uang asing sangat besar, untungnya kita nggak punya utang baik dalam rupiah maupun dalam bentuk asing. Tetap mempengaruhi cost produksi, namun kalau utang tidak," katanya.
Sukanto belum bisa memastikan apakah pelemahan ini akan memberikan efek pada kenaikan harga jual produk. Namun dia berharap rupiah bisa kembali menguat karena pemerintah mengatakan bahwa hal ini merupakan efek dari tappering off.
"Rp 12.000 per doalr AS tentu akan berefek pada pabrik semen lainnya, pabrik lain beli batubara pakai dolar AS akan sama juga, mau nggak mau naikkan harga jual. Tapi itu satu sisi, namun dilihat sisi lain ada demand, kita lihat ada permintaan atau nggak, percuma kita naikkan harga tapi nggak ada, ya sama kaya hukum ekonomi penjualan," tandas dia. (Dny/Nrm)