PT Pertamina (Persero) diminta transparan dalam menghitung kerugiannya karena menjual harga gas elpiji non subsidi ukuran 12 kilogram (Kg).
"Kalau Pertamina mengusulkan kenaikan harga dan lalu memaparkan kerugian yang dideritanya, maka sebaiknya Pertamina harus transparan bagaimana menghitung kerugian itu," kata Pengamat energi Kurtubi, saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, seperti yang dikutip Minggu (1/12/2013).
Kurtubi mengungkapkan, jika Perusahaan energi plat merah tersebut mengacu pada harga gas di pasar internasional maka kerugian Pertamina sangat rugi besar.
"Kalau menghitung kerugian itu mengacu pada harga pasar maka besar kerugian Pertamina besar sekali tetapi mengacu pada harga elpiji internasional itu karena dilarang Mahkamah Konstitusi," ungkapnya.
Karena itu dirinya menyarakan agar Pertamina melakukan perhitungan ulang kerugiannya berdasarkan Biaya Pokok Produksi (BPP). Dengan begitu kerugian Pertamina bisa diperkecil.
"Maka pertamina harus menghitung ulang berapa kerugian sebenarnya dengan mengacu pada BPP lalu setelah dihitung dan diaudit," tuturnya.
"Kalau Pertamina mengusulkan kenaikan harga dan lalu memaparkan kerugian yang dideritanya, maka sebaiknya Pertamina harus transparan bagaimana menghitung kerugian itu," kata Pengamat energi Kurtubi, saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, seperti yang dikutip Minggu (1/12/2013).
Kurtubi mengungkapkan, jika Perusahaan energi plat merah tersebut mengacu pada harga gas di pasar internasional maka kerugian Pertamina sangat rugi besar.
"Kalau menghitung kerugian itu mengacu pada harga pasar maka besar kerugian Pertamina besar sekali tetapi mengacu pada harga elpiji internasional itu karena dilarang Mahkamah Konstitusi," ungkapnya.
Karena itu dirinya menyarakan agar Pertamina melakukan perhitungan ulang kerugiannya berdasarkan Biaya Pokok Produksi (BPP). Dengan begitu kerugian Pertamina bisa diperkecil.
"Maka pertamina harus menghitung ulang berapa kerugian sebenarnya dengan mengacu pada BPP lalu setelah dihitung dan diaudit," tuturnya.
Dua Pilihan
Dengan begitu, Pertamina memiliki dua pilihan untuk mengurangi kerugian, yaitu menaikan harga elpiji 12 Kgnya berdasarkan BPP, atau jika pemerintah tidak mengizinkan Pertamina menaikan harga maka sebaiknya kerugian Pertamina harus ditanggung negara.
"Maka opsinya dua, satu Pertamina dizinkan untuk menaikkan harga mengacu pada BPP, opsi kedua Pertamina dilarang menaikkan harga dan kosekuensi kerugiannya ditanggung negara," ungkapnya
Diantara kedua pilihan tersebut, menurutnya jalan keluar untuk mengurangi kerugian Pertamina adalah dengan ditanggungnya kerugian Pertamina oleh negara. Pasalnya dengan skema tersbut kedua belah pihak yaitu masyarakat pengguna gas elpiji 12 Kg dan Pertamina tidak dirugikan.
"Pertamina nggak boleh menaikan harga tanpa persetujuan pemerintah. Harus BPP bukan harga pasar kalau BPP subsidi lebih kecil, bisa dipotong dari skema pemerintah, Pertamina dan rakyat tidak terbebani," pungkasnya.
PT Pertamina harus menanggung kerugian Rp 20 triliun dari penjualan elpiji 12 kilogram dalam lima tahun terakhir. Kerugian itu disebabkan perusahaan pelat merah itu menjual elpiji 12 kg lebih murah dari harga keekonomian.
Menurut data Pertamina, harga jual elpiji saat ini sekitar Rp 5.750 per kg, sedangkan harga keekonomiannya fluktuatif berkisar Rp 11 ribu per kg.
Kerena itu Pertamina bakal menaikkan harga pada awal tahun depan. Kenaikan harga tersebut dilakukan guna menekan kerugian yang harus ditanggung perseroan akibat penjualan elpiji non subsidi tersebut. (Igw/Pew)
Advertisement
Lanjutkan Membaca ↓