Rencana penerapan skema pemanfaatan pipa gas secara terbuka (open access) yang digadang pemerintah semakin memanas. PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) yang selama ini menguasai bisnis gas nasional meminta pemerintah untuk adil dan fair dalam menerapkan skema open access.
Ketua Tim Regulasi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN), Antonius Aris Sudjatmiko mengatakan sebagai perusahaan gas yang memiliki infrastruktur, perusahaan takkan mungkin mampu bersaing dapat broker gas. Apalagi posisi PGN selama ini menjadi menjadi rantai terujung dalam urutan rente bisnis gas.
"Bagi kami, open access bukan merupakan momok. Permasalahannya bukan pada open access, tapi penerapan alokasi gas diberlakukan secara fair dan adil,” ujar Aris dalam keterangan tertulisnya, Kamis (5/12/2013)
Dengan pengalaman dan kemampuannya selama ini, PGN optimis mampu bersaing dalam bisnis gas manakala pemerintah menerapkan kebhijakan open access.
Aris menyontohkan, perusahaan gas dari Prancis, Gaz de France, diketahui tetap berjaya sekalipun pipanya digunakan perusahaan lain. Bahkan perusahaan tersebut kini menduduki ranking ke-33 dalam daftar Fortune 500. Hal yang sama terjadi dengan perusahaan minyak Perancis, Total, yang menduduki urutan ke-11.
PGN berharap penerapan open access pada jaringan kabel atau pipa gas didahului proses pematangan infrastruktur secara terintegrasi oleh satu badan usaha secara monopoli alamiah.
Tindakan Aksi monopoli ini pernah diterapkan Inggris pada 1967 dengan melebur lebih dari 1.024 perusahaan gas dalam satu perusahaan, British Gas. Baru pada 1986, Inggris menerapkan open access pada jaringan pipa gas.
Perancis pun menjalani proses yang sama, dimana seluruh jaringan pipa gas dibangun secara monopoli alamiah dimana seluruh pengelolaan gas di Perancis dimonopoli oleh Gas de France sejak tahun 1947. Dan baru pada tahun 2008 Perancis menerapkan open access pada pipa gas setelah seluruh wilayah Perancis terlingkupi jaringan pipa gas. (Yas/Shd)
Ketua Tim Regulasi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN), Antonius Aris Sudjatmiko mengatakan sebagai perusahaan gas yang memiliki infrastruktur, perusahaan takkan mungkin mampu bersaing dapat broker gas. Apalagi posisi PGN selama ini menjadi menjadi rantai terujung dalam urutan rente bisnis gas.
"Bagi kami, open access bukan merupakan momok. Permasalahannya bukan pada open access, tapi penerapan alokasi gas diberlakukan secara fair dan adil,” ujar Aris dalam keterangan tertulisnya, Kamis (5/12/2013)
Dengan pengalaman dan kemampuannya selama ini, PGN optimis mampu bersaing dalam bisnis gas manakala pemerintah menerapkan kebhijakan open access.
Aris menyontohkan, perusahaan gas dari Prancis, Gaz de France, diketahui tetap berjaya sekalipun pipanya digunakan perusahaan lain. Bahkan perusahaan tersebut kini menduduki ranking ke-33 dalam daftar Fortune 500. Hal yang sama terjadi dengan perusahaan minyak Perancis, Total, yang menduduki urutan ke-11.
PGN berharap penerapan open access pada jaringan kabel atau pipa gas didahului proses pematangan infrastruktur secara terintegrasi oleh satu badan usaha secara monopoli alamiah.
Tindakan Aksi monopoli ini pernah diterapkan Inggris pada 1967 dengan melebur lebih dari 1.024 perusahaan gas dalam satu perusahaan, British Gas. Baru pada 1986, Inggris menerapkan open access pada jaringan pipa gas.
Perancis pun menjalani proses yang sama, dimana seluruh jaringan pipa gas dibangun secara monopoli alamiah dimana seluruh pengelolaan gas di Perancis dimonopoli oleh Gas de France sejak tahun 1947. Dan baru pada tahun 2008 Perancis menerapkan open access pada pipa gas setelah seluruh wilayah Perancis terlingkupi jaringan pipa gas. (Yas/Shd)