Analis menyatakan sosok presiden masih menjadi faktor pendorong kepercayaan pelaku pasar dalam membangun pasar modal Indonesia yang berdampak juga terhadap pertumbuhan ekonomi di 2014.
"Ketika pemimpin diganti maka ada harapan baru. Sosok presiden yang dipercaya pelaku usaha menjelang pemilu harus ada agar keadaan pasar bisa tumbuh dengan baik," ujar Analis Trust Securities Reza Priyambada ketika ditemui di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (30/12/2013).
Dia mengungkapkan saat menjelang pemilu 1999-2009, pelaku pasar mendapatkan kepastian untuk memilih sosok presiden.
Berbeda dengan pemilu tahun 2014, pelaku pasar merasa belum menemukan sosok presiden yang bisa diandalkan dan dibanggakan untuk mendorong usahanya hingga kini. Sehingga sangat sulit membayangkan keadaan pasar modal Indonesia di tahun depan.
"Kalau sekarang belum ada kepastian, karena banyak yang mau jadi RI-1 semua, ketimbang mau jadi RI-2. Jadi tidak ada kepastian untuk pelaku pasar," tegas dia.
Adapun sentimen yang datangnya dari global, seperti tapering off yang akan dilakukan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed cukup positif) untuk Indonesia. Jika perekonomian global membaik, maka akan memberikan keuntungan besar bagi Indonesia.
Oleh karena itu, keadaan tapering off yang akan dijalankan pada awal 2014 jangan terlalu ditakutkan. Pasalnya, keuntungan yang didapatkan Indonesia cukup positif.
"Kalau mereka baik, maka untungnya ke kita juga. Jangan berpikir tapering off itu menjadi ancaman semata," jelas Reza.
Selain itu, ia mengungkapkan, adapun yang perlu harus dibenahi pemerintah di tahun pemilu 2014, seperti inflasi, nilai tukar rupiah, defisit neraca transaksi berjalan dan defisit neraca transaksi perdagangan.
Namun, ada yang paling terpenting yaitu mengatur defisit neraca transaksi berjalan dengan menekan sepenuhnya laju impor yang terjadi di tahun depan.
"Pemerintah mengeluarkan kebijakan paket 1 dan 2 itu untuk jangka panjang, sedangkan pelaku pasar ingin untuk jangka pendek saja. Tapi yang harus diperhatikan, menekan inflasi dan defisit neraca transaksi berjalan, tidak lupa menjaga nilai tukar kita," tutupnya. (Dis/Nrm)
"Ketika pemimpin diganti maka ada harapan baru. Sosok presiden yang dipercaya pelaku usaha menjelang pemilu harus ada agar keadaan pasar bisa tumbuh dengan baik," ujar Analis Trust Securities Reza Priyambada ketika ditemui di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (30/12/2013).
Dia mengungkapkan saat menjelang pemilu 1999-2009, pelaku pasar mendapatkan kepastian untuk memilih sosok presiden.
Berbeda dengan pemilu tahun 2014, pelaku pasar merasa belum menemukan sosok presiden yang bisa diandalkan dan dibanggakan untuk mendorong usahanya hingga kini. Sehingga sangat sulit membayangkan keadaan pasar modal Indonesia di tahun depan.
"Kalau sekarang belum ada kepastian, karena banyak yang mau jadi RI-1 semua, ketimbang mau jadi RI-2. Jadi tidak ada kepastian untuk pelaku pasar," tegas dia.
Adapun sentimen yang datangnya dari global, seperti tapering off yang akan dilakukan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed cukup positif) untuk Indonesia. Jika perekonomian global membaik, maka akan memberikan keuntungan besar bagi Indonesia.
Oleh karena itu, keadaan tapering off yang akan dijalankan pada awal 2014 jangan terlalu ditakutkan. Pasalnya, keuntungan yang didapatkan Indonesia cukup positif.
"Kalau mereka baik, maka untungnya ke kita juga. Jangan berpikir tapering off itu menjadi ancaman semata," jelas Reza.
Selain itu, ia mengungkapkan, adapun yang perlu harus dibenahi pemerintah di tahun pemilu 2014, seperti inflasi, nilai tukar rupiah, defisit neraca transaksi berjalan dan defisit neraca transaksi perdagangan.
Namun, ada yang paling terpenting yaitu mengatur defisit neraca transaksi berjalan dengan menekan sepenuhnya laju impor yang terjadi di tahun depan.
"Pemerintah mengeluarkan kebijakan paket 1 dan 2 itu untuk jangka panjang, sedangkan pelaku pasar ingin untuk jangka pendek saja. Tapi yang harus diperhatikan, menekan inflasi dan defisit neraca transaksi berjalan, tidak lupa menjaga nilai tukar kita," tutupnya. (Dis/Nrm)