Investasi pembangunan kilang minyak mentah yang ditaksir senilai Rp 90 triliun kemungkinan tidak diambil sepenuhnya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal itu karena pemerintah masih membuka opsi kerja sama dengan investor asing maupun lokal untuk merealisasikan rencana tersebut.
"Pembangunan kilang sepenuhnya akan dilakukan investor, sedangkan untuk pakai dana APBN akan terbatas," ucap Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani saat berbincang dengan wartawan di kantornya, Jakarta, Jumat (7/2/2014).
Lebih jauh dia menjelaskan, pemerintah berhitung dengan seksama apabila investasi senilai Rp 90 triliun harus digelontorkan melalui kas negara. Sebab, alokasi belanja negara sangat terbatas sesuai dengan likuditas pemerintah.
"Kalau pakai APBN secara penuh akan berat. Nah kami harus memikirkan secara tepat Rp 90 triliun ini lebih tepat untuk bangun jalan atau kilang. Kalau kilang kan bisa dibangun oleh BUMN atau investor, tapi kalau jalan harus pemerintah karena memberikan efek (manfaat) ke mana-mana," tuturnya.
Askolani menyebut, PT Pertamina sudah mempunyai hasil studi kelayakan (feasibility study/FS) awal dengan dana kajian di bawah Rp 500 miliar.
"Pagunya memang segitu, dan realisasinya pun di bawah itu. Sedangkan untuk tahun ini, kami belum tahu persis apakah ada anggaran lagi untuk kilang minyak atau tidak karena itu dana dari Kementerian ESDM," tukas dia.
Sebelumnya, Pemerintah telah membatalkan kerja sama dengan Kuwait Petroleum Corporation (KPC) dalam pembangunan kilang minyak mentah bersama Pertamina. Pembatalan ini menyusul penolakan pemerintah Indonesia untuk memberikan insentif fiskal berlebihan kepada KPC.
Askolani mengatakan, pemerintah dan Pertamina sepakat untuk merealisasikan rencana pembangunan kilang minyak mentah melalui skema kerja sama dengan investor. Dalam hal ini, BUMN minyak dan gas itu bertindak sebagai pemimpin dalam proyek senilai Rp 90 triliun itu.
Rencana pembangunan kilang tersebut rupanya dilirik oleh dua perusahaan besar asal luar negeri, yakni KPC dan Saudi Aramco. Keduanya bakal membantu Pertamina untuk mewujudkan rencana besar tersebut dengan syarat pemberian insentif fiskal oleh pemerintah.
"Tapi setelah melihat permintaan insentif KPC, kami tidak bisa penuhi. Karena mintanya kebanyakan atau berlebihan, tidak sesuai dengan Undang-undang (UU). Makanya kami stop kerja sama dengan KPC," tegas dia. (Fik/Ahm)
Baca juga:
Cari Investor Kilang, Jero Kirim Tim Khusus ke Luar Negeri
Jero Wacik Dibuat Malu Gara-gara Kilang
Kilang Cilacap, Pemasok Terbesar BBM di Indonesia
Baca Juga
Advertisement