Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, mencatat ada sekitar 351 pelabuhan tikus yang digunakan sebagai jalur untuk menyelundupkan barang ke dalam dan keluar Indonesia.
Temuan ini menambah tantangan besar dalam upaya pengawasan dan penegakan hukum di sektor kepabeanan.
Advertisement
"Tadi telah disampaikan oleh Pak Menko (Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Budi Gunawan) ada 351 pelabuhan tikus yang sudah teridentifikasi sebagai landing spot dari berbagai kemungkinan penyelundupan," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Hasil Penindakan Impor & Ekspor di Wilayah Jawa Timur 2024-2025, ditulis Kamis (6/2/2025).
Advertisement
Sri Mulyani menjelaskan, dengan frekuensi kapal yang melabuh di Indonesia mencapai lebih dari 894.000 kali, pelabuhan-pelabuhan di seluruh Indonesia menjadi titik rentan untuk praktik ilegal, seperti penyelundupan dan penghindaran kewajiban kepabeanan dan cukai.
Bendahara negara ini mengungkapkan, modus-modus yang sering digunakan oleh para pelaku penyelundupan sangat beragam, mulai dari manipulasi dokumen impor, misalnya dengan under-invoicing atau deklarasi palsu, hingga penyelundupan dengan cara yang lebih kreatif.
Modus Penyelundupan dengan Teknik Mengganti Kode HS
Di bidang impor, pelaku sering kali menggunakan teknik seperti mengganti kode HS (Harmonized System) barang, agar mendapatkan tarif yang lebih rendah atau bahkan tidak membayar kewajiban kepabeanan sama sekali.
"Kalau dari impor, itu modus-modus apakah dia melakukan under-invoicing, atau deklarasi yang salah, atau mis-declaration, atau bahkan tidak menyampaikan deklarasi, dan juga pergeseran dari Harmonized System atau HS Code-nya," ujar Menkeu.
Selain itu, pelabuhan tikus juga sering menjadi jalur bagi kapal-kapal kayu atau moda transportasi yang tidak resmi, serta pelintas batas darat yang sulit diawasi.
"Jalurnya, kalau dari sisi impor, bisa menggunakan kapal kayu, modus-modus yang tidak resmi, atau melalui perbatasan darat," jelasnya.
Fenomena ini membutuhkan perhatian serius dari berbagai pihak. Dalam rangka menghadapi ancaman ini, Pemerintah Indonesia tidak hanya melibatkan Bea Cukai, tetapi juga bekerja sama dengan berbagai instansi terkait, seperti Badan Narkotika Nasional (BNN), Bakamla, TNI Angkatan Laut, Polri, dan Kementerian Perhubungan.
Koordinasi lintas sektoral ini penting untuk mengidentifikasi dan menanggulangi berbagai modus penyelundupan yang terus berkembang.
Â
Cara Penyelundupan
Adapun beberapa modus yang baru ditemukan, antara lain pemindahan barang antar kapal (ship-to-ship) dengan tujuan untuk menyembunyikan kegiatan ekspor atau impor ilegal.
"Itu kita bisa lihat berbagai modus, seperti pemindahan antar kapal atau ship to ship dengan pura-pura antar pulau tapi sebetulnya dia bisa ekspor atau impor kemudian," kata Menkeu.
Tak hanya itu, ada pula penggunaan kompartemen khusus dalam kontainer untuk menyembunyikan barang-barang terlarang, serta penyelundupan dengan menggunakan kapal berkecepatan tinggi yang sulit diawasi.
Untuk menghadapi tantangan ini, Sri Mulyani menekankan pentingnya penggunaan teknologi canggih seperti X-ray untuk memeriksa kontainer secara menyeluruh.
Â
Advertisement
Teknologi Pemindai
Sejumlah pelabuhan besar seperti Pelabuhan Tanjung Priok, Perak, dan Tanjung Emas kini sudah dilengkapi dengan teknologi X-ray yang mampu memindai 100% isi kontainer, sebuah langkah penting dalam upaya memerangi penyelundupan.
"Atau dia melakukan kompartemen dari seperti kotak kontainer, yang sekarang dengan X-ray yang kita miliki di Priok, kita juga melakukan di Perak dan Tanjung Emas, semuanya akan menggunakan X-ray yang bisa melihat 100% isi dari kontainer. Kalau dulu kita tidak mampu," ujarnya.
Namun, meskipun teknologi semakin canggih, pengawasan tetap membutuhkan kerjasama yang solid antar kementerian dan lembaga terkait. Tidak ada satu instansi pun yang dapat menangani masalah ini sendirian.
Menkeu menegaskan, kolaborasi antara Bea Cukai, TNI, Polri, dan instansi lainnya menjadi kunci untuk menekan praktik penyelundupan barang yang merugikan negara ini.