Liputan6.com, Jakarta Sistem digitalisasi perpajakan teranyar, Coretax milik Kementerian Keuangan menghadapi sejumlah kendala di awal peluncurannya. Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menyebut sistem Coretax butuh waktu untuk optimal.
Dia menilai, Coretax bisa jadi sistem kunci perpajakan Indonesia. Namun, dia juga menyadari adanya kendala di masa awal penerapan sistem tersebut.
Baca Juga
"Salah satu cortex yang dibuat kementerian keuangan, langkah yang sangat hebat. Ya tentu dalam satu bulan pertama, orang pastilah ada yang kurang sana-sini. Terus orang kritik," kata Luhut dalam acara Semangat Awal Tahun 2025, di Menara Global, Jakarta, Rabu (15/1/2025).
Advertisement
Dia meminta pihak-pihak untuk tidak buru-buru melayangkan kritik terhadap sistem Coretax. Pasalnya sistem baru ini membutuhkan waktu untuk bisa berjalan secara maksimal.
Misalnya, setelah berjalan dalam 4 bulan, Luhut mempersilakan orang-orang untuk mengkritik Coretax. Harapannya, itu bisa menjadi umpan balik (feedback) terhadap berjalannya sistem.
"Jqngan buru-buru kritik. Makanya saya bilang waktu briefing kami pertama, jangan cepat-cepat kritik," ucapnya.
"Kasih waktu 3-4 bulan untuk ini bisa berjalan. Nanti kita kritik. Harus dikritik juga, memberikan feedback. Karena kita bukan dewa yang sempurna. Pasti banyak kurangnya. Dan itu pengalaman kami," imbuh Luhut.
Dia mengatakan telah menjalin diskusi dengan Kementerian Keuangan. "Tapi kemarin saya beri contoh sama Anda. Kami bertemu dengan tim dari Kementerian Keuangan. Dan kita sharing, dan semua saling memahami dan kira punya spirit untuk bisa membuat ini jadi," pungkasnya.
Keluhan Pengguna
Sebelumnya, Sistem administrasi perpajakan digital terbaru, Coretax, resmi diperkenalkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada 1 Januari 2025. Sistem ini Coretax dirancang untuk memudahkan wajib pajak dalam berbagai layanan, termasuk registrasi, pembayaran, hingga pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT).
Namun, beberapa pengguna sempat mengeluhkan kesulitan akses akibat downtime yang terjadi pada Sabtu (11/1/2025). Salah satunya, Septhia Nurholiza yang merupakan staf perusahaan konsultan pajak di Jakarta.
Septhia mengungkapkan berbagai kendala yang dihadapinya saat mengakses sistem CoreTax, platform yang digunakan untuk mengelola administrasi pajak secara elektronik.
Menurut Septhia, masalah utama yang sering dihadapi adalah kesulitan dalam login ke sistem. Beberapa kali ia gagal masuk, bahkan untuk beberapa akun pribadi yang ingin ditunjuk sebagai kuasa pajak juga tidak bisa login.
"(Kesulitan) banget seringkali gagal login, untuk login nya sangat susah, sampai saat ini ada akun beberapa orang pribadi yang mau di tunjuk menjadi kuasa pun masih gagal login," kata Septhia kepada Liputan6.com, Selasa (14/1/2025).
Advertisement
SPT Pajak
Di sisi lain, Septhia menyebutkan bahwa meskipun ia belum pernah mengalami masalah saat mengajukan atau mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) melalui CoreTax, ia masih menghadapi berbagai kesulitan ketika mencoba membuat faktur.
"Belum mencoba membuat SPT di coretax masih berusaha buat faktur," ujarnya.
Salah satu contoh konkret adalah menu "data info umum" yang sangat sulit diakses. Septhia merasa kesulitan saat ingin menambahkan pihak terkait, di mana sistem gagal mengunggah data secara otomatis meskipun sudah terisi pada saat pengisian.
"(Fitur yang tersedia di Coretax) tidak (berjalan lancar), apalagi bagian menu data info umum, untuk menambahkan pihak terkait saja sangat sulit sekali, pada saat disimpa data akta pendirian harus terisi, namun datanya sendiri pada saat unggah otomatis dari sistem, tidak terunggah, gak ngerti sistemnya gimana, yang jelas banyak data yang tidak terunggah otomatis," ungkapnya.
Pengisian e-Faktur
Lebih lanjut, Septhia juga menyoroti masalah pada pengisian e-faktur. Banyak klien yang kesulitan memahami cara pengisian Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Misalnya, meskipun terdapat nilai PPn sebesar 12%, sistem mencatatnya dengan nilai yang salah, yakni 11%. Hal ini menimbulkan kebingungan di kalangan pengguna yang awam.
"Dalam tahap pengisian e-faktur, dan banyak klien yang tidak mengerti bagaimana cara pengisian dpp, karena tertera ppn 12% padahal masih 11% dengan menggunakan rumus dpp nilai lain 11/12 yang banyak orang awam masih belum mengerti," katanya.
Namun, meski banyak kendala yang ditemui, Septhia mengapresiasi bantuan teknis yang disediakan oleh DJP. Dukungan ini cukup membantu untuk menyelesaikan masalah yang muncul, meskipun ia berharap agar sistem dan fitur yang ada bisa diperbaiki dan dipermudah lagi.
"Ya tapi harus lebih di perbaiki dan di permudah lagi sistemnya, balik lagi ke DJP aja, pusing," pungkasnya.
Advertisement