Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai tingginya utang luar negeri swasta yang mencapai US$ 97,8 miliar belum mengkhawatirkan. Meski digunakan untuk hal-hal bersifat produktif, namun pihaknya melarang pemerintah membantu perusahaan swasta dalam mencicil atau melunasi utang-utangnya.
Ketua Umum Apindo, Sofjan Wanandi mengatakan, utang luar negeri swasta membengkak karena perusahaan berbondong-bondong mengambil pinjaman dari luar negeri karena tergiur bunga yang rendah.
"Itu sebenarnya utang-utang dagang yang juga digunakan untuk investasi di Indonesia. Mereka (perusahaan) tidak mau mengambil utang dalam negeri karena mahal (bunga). Makanya dia ambil dari luar karena bisa digaransi dari induk perusahaannya," ungkap dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Minggu (23/2/2014).
Sayangnya kondisi saat ini tak menguntungkan bagi perusahaan. Sebab, ketika nilai tukar rupiah terpuruk, perusahaan berpendapatan dalam bentuk rupiah semakin terseok-seok untuk membayar utang dalam dolar AS.
"Kalau tidak punya jaminan seperti 1997-1998 saat krisis keuangan dan rupiah melemah, bakal susah bayar utang karena pakai dolar," ujar Sofjan.
Parahnya lagi, sambung Sofjan, utang luar negeri swasta sulit atau diperpanjang. Beda dengan utang pemerintah yang bisa kembali di renegosiasi tergantung kesepakatan antar negara.
"Kalau pemerintah bisa bayar utang dengan penerbitan obligasi, sukuk dan lainnya. Beruntung juga negara tidak bisa bangkrut, jadi utang pemerintah mudah di perpanjang," tutur Sofjan.
Namun demikian, dia menyarankan supaya perusahaan swasta bisa menyelesaikan persoalan utang secara internal. Tak perlu campur tangan pemerintah.
"Kalau ada satu atau dua perusahaan yang tidak bisa bayar utang dan mati, biarkan saja tidak usah ditangisi dan dibantu. Itu kan risiko dagang, ada untung dan rugi. Kalau bangkrut ya bangkrut saja, ngapain dibantu," cetus Sofjan.
Sekadar informasi, Bank Indonesia (BI) menegaskan belum ada gagal bayar untuk utang luar negeri swasta hingga November 2013. Saat ini utang luar negeri swasta jangka panjang mencapai US$ 97,8 miliar.
Surat utang luar negeri jangka panjang itu dalam bentuk loan agreement sebesar US$ 91,3 miliar. Sementara itu, sebagian besar utang luar negeri swasta dilakukan oleh korporasi non keuangan sebesar US$ 106,1 miliar. Sedangkan pangsa utang luar negeri perbankan hanya 16,8% atau senilai US$ 23,1 miliar.
Direktur Eksekutif Departemen Statistik Bank Indonesia, Hendy Sulistowaty, mengatakan utang luar negeri swasta itu terutama mengarah kepada sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan mencapai 26%, industri pengolahan mencapai 20%, sektor pertambangan dan penggalian mencapai 18%, dan sektor listrik, gas dan air bersih mencapai 12%.
Adapun sebagian dari utang luar negeri swasta yang diterima induk dan afiliasinya dengan pangsa 35% atau US$ 43,5 miliar pada November 2013. Utang dari induk atau afilisiasi ini merupakan utang relatif rendah risikonya. (Fik/Ahm)
*Bagi Anda yang ingin mengetahui hasil ujian CPNS Honorer K2 2013 silakan klik di cpns.liputan6.com
Baca juga:
Indonesia Kurang Bernafsu Cari Utang ke Luar Negeri
Tahun Depan RI Harus Bayar Utang US$ 36,7 miliar
Kemampuan Indonesia Bayar Utang Masih Aman
Ketua Umum Apindo, Sofjan Wanandi mengatakan, utang luar negeri swasta membengkak karena perusahaan berbondong-bondong mengambil pinjaman dari luar negeri karena tergiur bunga yang rendah.
"Itu sebenarnya utang-utang dagang yang juga digunakan untuk investasi di Indonesia. Mereka (perusahaan) tidak mau mengambil utang dalam negeri karena mahal (bunga). Makanya dia ambil dari luar karena bisa digaransi dari induk perusahaannya," ungkap dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Minggu (23/2/2014).
Sayangnya kondisi saat ini tak menguntungkan bagi perusahaan. Sebab, ketika nilai tukar rupiah terpuruk, perusahaan berpendapatan dalam bentuk rupiah semakin terseok-seok untuk membayar utang dalam dolar AS.
"Kalau tidak punya jaminan seperti 1997-1998 saat krisis keuangan dan rupiah melemah, bakal susah bayar utang karena pakai dolar," ujar Sofjan.
Parahnya lagi, sambung Sofjan, utang luar negeri swasta sulit atau diperpanjang. Beda dengan utang pemerintah yang bisa kembali di renegosiasi tergantung kesepakatan antar negara.
"Kalau pemerintah bisa bayar utang dengan penerbitan obligasi, sukuk dan lainnya. Beruntung juga negara tidak bisa bangkrut, jadi utang pemerintah mudah di perpanjang," tutur Sofjan.
Namun demikian, dia menyarankan supaya perusahaan swasta bisa menyelesaikan persoalan utang secara internal. Tak perlu campur tangan pemerintah.
"Kalau ada satu atau dua perusahaan yang tidak bisa bayar utang dan mati, biarkan saja tidak usah ditangisi dan dibantu. Itu kan risiko dagang, ada untung dan rugi. Kalau bangkrut ya bangkrut saja, ngapain dibantu," cetus Sofjan.
Sekadar informasi, Bank Indonesia (BI) menegaskan belum ada gagal bayar untuk utang luar negeri swasta hingga November 2013. Saat ini utang luar negeri swasta jangka panjang mencapai US$ 97,8 miliar.
Surat utang luar negeri jangka panjang itu dalam bentuk loan agreement sebesar US$ 91,3 miliar. Sementara itu, sebagian besar utang luar negeri swasta dilakukan oleh korporasi non keuangan sebesar US$ 106,1 miliar. Sedangkan pangsa utang luar negeri perbankan hanya 16,8% atau senilai US$ 23,1 miliar.
Direktur Eksekutif Departemen Statistik Bank Indonesia, Hendy Sulistowaty, mengatakan utang luar negeri swasta itu terutama mengarah kepada sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan mencapai 26%, industri pengolahan mencapai 20%, sektor pertambangan dan penggalian mencapai 18%, dan sektor listrik, gas dan air bersih mencapai 12%.
Adapun sebagian dari utang luar negeri swasta yang diterima induk dan afiliasinya dengan pangsa 35% atau US$ 43,5 miliar pada November 2013. Utang dari induk atau afilisiasi ini merupakan utang relatif rendah risikonya. (Fik/Ahm)
*Bagi Anda yang ingin mengetahui hasil ujian CPNS Honorer K2 2013 silakan klik di cpns.liputan6.com
Baca juga:
Indonesia Kurang Bernafsu Cari Utang ke Luar Negeri
Tahun Depan RI Harus Bayar Utang US$ 36,7 miliar
Kemampuan Indonesia Bayar Utang Masih Aman