KOLOM: Schweinsteiger dan Kisah Miris De Boer

Simak ulasan Asep Ginanjar soal beda nasib Bastian Scweinsteiger dengan Frank de Boer.

oleh Liputan6 diperbarui 04 Nov 2016, 08:10 WIB
Diterbitkan 04 Nov 2016, 08:10 WIB
kolom bola  Asep Ginanjar
Asep Ginanjar (Liputan6.com/Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta- Persahabatan yang sangat erat. Seperti itulah hubungan yang terjalin antara Bastian Schweinsteiger dan Holger Badstuber. Sewaktu sama-sama berkostum Bayern München, keduanya kerap menghabiskan waktu bersama. Maklum, rumah mereka hanya berjarak 100 meter. Dalam banyak kesempatan, saat jalan dengan pacarnya kala itu, Sarah Brandner, Schweinsteiger kerap mengajak serta Badstuber.

Kini, ketika panji yang dibela tak lagi sama, persahabatan itu tidak pudar. Saat melangsungkan pernikahan dengan Ana Ivanovic, Schweinsteiger hanya mengundang sedikit pemain Bayern. Badstuber salah satunya. Sayangnya, sang defender tak bisa hadir karena harus fokus pada upaya pemulihan pascacedera.

Basti dan Holgi juga terus menunjukkan dukungan bagi satu sama lain. Kala Basti melakoni laga terakhir bersama timnas Jerman dan merayakan ulang tahun ke-32, Badstuber tak lupa mengucapkan selamat lewat media sosial. Basti melakukan hal yang sama saat Badstuber melakukan comeback pascacedera.

Basti dan Holgi memang memiliki banyak persamaan. Keduanya sama-sama didikan akademi Bayern, sama-sama melakoni debut saat masih terbilang belia, sama-sama pula jadi favorit fans. Terakhir, mereka sama-sama bermental baja dan punya kesabaran luar biasa.

Akhir Oktober lalu, tepatnya 26 Oktober 2016, Badstuber mengakhiri penantian 259 hari. Saat laga kontra FC Augsburg menyisakan waktu sepuluh menit, dia kembali menjalani comeback. Para fans Bayern memberikan tepukan tangan meriah ketika dia masuk menggantikan Mats Hummels.

Holger Badstuber (Skysports)

Itu adalah comeback keempat yang dilakukan Badstuber di laga resmi sejak cedera lutut akut diderita pada awal Desember 2012. Dia tak pernah putus asa meski harus jatuh-bangun, cedera, comeback, cedera, comeback, cedera, comeback, cedera lagi, comeback lagi.

Itu terbilang istimewa karena Badstuber berada di Bayern yang punya catatan buruk soal pemain yang didera cedera bertubi-tubi. Sebastian Deisler pada 2007 memutuskan pensiun muda karena depresi oleh cedera yang seolah tak pernah mau pergi. Empat tahun berselang, Breno berlaku lebih parah. Bek asal Brasil itu sampai membakar rumahnya sendiri. Akibatnya, dia harus mendekam di penjara.

Badstuber tak menunjukkan hal itu. Setiap kali cedera, dia selalu memperlihatkan tekad kuat untuk kembali pulih. Dia selalu penuh semangat dan tak kenal lelah menjalani program rehabilitasi cedera yang sungguh membosankan. Rabu, 26 Oktober lalu itu, dia kembali menunjukkan bahwa keuletan dan kesabaran lagi-lagi membawanya pada kemenangan.

Meluluhkan Mourinho

bastian schweinsteiger
Gelandang Manchester United Bastian Schweinsteiger dalam sesi konferensi pers, 7 Desember 2015. (AFP/John MacDougall)

Hal serupa dialami Basti di Manchester United. Awal November lalu, eks kapten timnas Jerman tersebut untuk kali pertama menjalani latihan bersama skuat utama Red Devils. Sebelumnya, sejak manajer Jose Mourinho menginjakkan kaki di Old Trafford, Basti didepak ke tim cadangan tanpa alasan yang jelas.

Basti bisa saja melakukan perlawanan frontal andai mengikuti egonya. Apalagi dia masih dicintai para fans Man. United. Saat Red Devils oleng, tak sedikit dari mereka yang menyerukan nama Basti. Namun, pemain kelahiran 1 Agustus 1984 tersebut memilih jalan lain.

Basti selalu mengatakan hubungannya dengan Mourinho baik-baik saja. Lalu, dia tak henti memberikan dukungan bagi Wayne Rooney cs. Hadir di stadion saat laga kandang dan memberikan ucapan selamat lewat media sosial setiap kali Red Devils menang seperti sebuah kewajiban baginya.

Dalam masa "pengasingan", pemain tersukses di sepak bola Jerman itu menunjukkan tekad kuatnya untuk membuktikan diri masih ada dan berguna bagi tim. Dia menegaskan tak akan berpaling ke klub Eropa lain dan berlatih keras agar selalu siap bila dibutuhkan. Bukan hanya melahap menu latihan di tim cadangan, Basti juga menambah porsi latihan di rumahnya.

Gelandang Manchester United, Bastian Schweinsteiger, kembali berlatih bersama skuat reguler di AON Traning Complex, Manchester, Senin (31/10/2016). (dok. Manchester United)

Sikap itulah yang akhirnya meluluhkan hati Mourinho. Dalam penjelasannya, manajer asal Portugal itu menegaskan putusan memanggil kembali Basti didasarkan pada sikap yang ditunjukkan selama menjalani latihan bersama pelatih kebugaran. Atas dasar itu, Mourinho menyebut putusannya sebagai putusan yang tak hanya manusiawi, tapi juga profesional.

Tentu saja kesempatan berlatih di skuat utama bukanlah jaminan bagi Basti untuk mendapatkan kesempatan bermain. Demikian pula Holgi. Walaupun menginginkan comeback dalam laga kontra Augsburg di DFB Pokal adalah yang terakhir, tak ada yang bisa menjamin dia tak lagi cedera.

Meski begitu, sikap yang ditunjukkan Basti dan Holgi adalah pelajaran berharga bagi siapa saja. Pelajaran bahwa nasib buruk atau perlakuan buruk orang lain tak perlu disikapi dengan cara negatif. Bersabar sambil tak henti berusaha keras justru mampu membuahkan hasil yang lebih baik.

Pelajaran untuk Inter

Pelatih Inter Milan Frank de Boer (REUTERS/Alessandro Garofalo)
Pelatih Inter Milan Frank de Boer (REUTERS/Alessandro Garofalo)

Kesabaran serupa Basti dan Holgi tak dimiliki jajaran teras Internazionale yang baru saja mendepak Frank de Boer. Padahal, pria asal Belanda itu baru menjalani 85 hari dari kontraknya yang berdurasi tiga tahun. Mereka buru-buru gerah karena pelatih asal Belanda itu gagal mempersembahkan prestasi instan.

Manajemen Inter seperti menutup mata pada persoalan pelik yang dihadapi sang pelatih. Mereka lupa, Roberto Mancini yang pernah berjaya di sana pun tak mampu mengatasi itu semua. Mereka pun alpa, De Boer datang hanya dua pekan sebelum Serie-A bergulir. Itu memaksanya melakukan pelbagai eksperimen saat liga sudah bergulir.

Bukan itu saja kendala yang dihadapi De Boer. Seperti diungkapkan saudara kembarnya, Ronald de Boer, ada beberapa faktor lain yang menyulitkan sang allenatore untuk secara instan mewujudkan harapan manajemen melihat gaya main yang bagus dan berbuah hasil-hasil positif.

Pertama, skuat yang terlalu gemuk, 29 pemain, dengan rerata umur 27 tahun. Kebanyakan pemain sudah berpengalaman, berstatus pemain nasional, dan punya gaji tinggi. Ini menyulitkan De Boer yang terbiasa menangani para pemain muda. Raymond Verheijen, pakar sepak bola asal Belanda, sempat mengungkapkan bahwa faktor inilah yang mungkin menghambat karier kepelatihan De Boer.

Hal lainnya, kondisi para pemain juga tidak fit. Inilah yang membuat La Beneamata sulit tampil konsisten. Belum lagi ketegangan antara para ultras dengan striker Mauro Icardi yang berstatus kapten dan sumber gol utama Inter. Bagaimana pun, ini membuat De Boer tak bisa benar-benar fokus pada masalah teknis.
Pelatih Inter Milan Frank de Boer (Reuters / Alessandro Garofalo)

Kompleksitas masalah ini akan menyulitkan siapa pun pelatih yang menjadi pengganti De Boer. Perlu kepercayaan dan kesabaran lebih besar dari manajemen Inter terhadap sang allenatore anyar. Mereka patut mencontoh FC Schalke 04 di Bundesliga.

Lima kekalahan beruntun pada awal musim tak lantas membuat manajemen Die Knappen mendepak pelatih Markus Weinzierl yang baru diangkut dari FC Augsburg. Jajaran manajemen, terutama Direktur Olahraga Christian Heidel, tetap memegang teguh komitmen awal dan percaya sepenuhnya pada program yang dijalankan Weinzierl. Hasilnya, perlahan-lahan Schalke bangkit.

Memang wajar petinggi Inter gerah begitu melihat Icardi cs menelan kekalahan keempat saat bertemu Sampdoria pekan lalu. Terdampar di posisi ke-12 dan terpaut 13 angka dari sang capolista, Juventus, bukanlah start yang diinginkan.

Akan tetapi, apakah start buruk adalah keniscayaan untuk mengakhiri musim dengan buruk pula? Musim lalu, Inter menjalani start sangat apik, lima kemenangan beruntun, tapi tetap saja gagal menjadi scudetto. Bahkan, tiket Liga Champions saja gagal mereka raih.

Segala sesuatu butuh proses. Begitu kata orang-orang bijak, orang-orang sukses, dan tentu saja para motivator. Untuk itu, diperlukan kesabaran, keyakinan, dan keuletan. Apalagi di Inter yang penuh masalah dan tak jarang autopilot karena sang pemegang kendali klub bukan warga Italia.

*Penulis adalah pengamat sepak bola dan komentator. Tanggapi kolom ini @seppginz.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya