Liputan6.com, Jerez - Usia Valentino Rossi memang sudah 37 tahun. Namun, opsi pensiun mungkin tak akan diambil pembalap Movistar Yamaha itu sebelum mendapatkan gelar juara dunia ke-10. Apalagi, ia masih memiliki kemampuan untuk mewujudkannya.
Kebetulan, karier Rossi di lintasan MotoGP masih berlangsung hingga dua tahun lagi. Itu karena The Doctor menerima tawaran perpanjangan kontrak hingga akhir musim 2018. Namun, bukan berarti Rossi akan gantung helm di akhir musim 2018. Banyak yang meyakini Rossi akan tetap bertahan di Yamaha setelah itu.
Baca Juga
Rossi sendiri nyaris mendapatkan gelar juara dunia MotoGP pada 2015. Sayang, perseteruannya dengan Marc Marquez dan Jorge Lorenzo membuat dirinya gagal menjadi juara dunia. Musim 2016, ia gagal karena tertinggal jauh dari Marquez.
Mantan pembalap Aprilia itu mengalihkan targetnya di musim 2017. Namun, ada sejumlah faktor yang bisa membuat Rossi sulit merebut takhta juara dunia MotoGP 2017. Liputan6.com coba merangkum lima faktor itu.
Advertisement
1. Kehadiran Vinales
Bagi Yamaha, kehadiran Maverick Vinales adalah kabar yang membahagiakan. Itu karena Vinales adalah pembalap yang memiliki bakat untuk menjadi hebat seperti Lorenzo. Terbukti Vinales tampil hebat bersama Suzuki di musim 2016.
Namun, berbeda dengan apa yang dirasakan Rossi. Kehadiran Vinales justru membuat Rossi memiliki rival baru di musim depan. Pasalnya, penampilan Vinales akan jauh lebih meningkat setelah mendapatkan motor sekaliber Yamaha YZR-M1.
"Saya lebih suka seseorang seperti Dani Pedrosa sebagai rekan setim. Ia jauh lebih senior dari Vinales. Dengan Vinales, saya awalnya berharap hanya akan mendapatkan sedikit masalah. Namun, setelah melihat tes pertama, ia akan memberikan saya banyak masalah seperti Lorenzo," kata Rossi seperti dikutip Motorsport.
Tak hanya Rossi, legenda balap 500cc Randy Mamola pun memprediksi hubungan dengan Vinales akan memburuk setelah enam bulan. Pasalnya, Rossi tak suka jika ada pembalap yang lebih hebat darinya. Jika itu terjadi, fokus Rossi di lintasan juga akan terganggu.
Advertisement
2. Konsistensi Marquez
Di musim 2016, bisa dibilang Rossi kalah telak dari Marquez. Padahal, start Rossi di awal musim begitu memukau. Puncak klasemen pun sempat dihinggapi Rossi dalam beberapa seri. Sayang, perlahan tapi pasti, koleksi poin Rossi mulai dikejar Marquez.
Sejatinya, The Baby Alien hanya mendapatkan lima kemenangan dalam semusim. Itu jumlah kemenangan yang sama seperti saat Marquez gagal jadi juara di musim 2015. Namun, Marquez jauh lebih baik jika bicara mengenai konsistensi.
Secara keseluruhan, pembalap berusia 23 tahun itu mendapatkan 12 podium dari 18 balapan. Di lintasan, Marquez memang terlihat lebih dewasa dan berhati-hati dalam mengambil keputusan.
Karenanya, jarang terlihat ada manuver-manuver berbahaya ala Marquez di musim 2016. Dan, itu yang menjadi kunci Marquez memastikan gelar juara dunia sejak MotoGP Jepang.
3. Motivasi Lorenzo
MotoGP 2017 akan menjadi musim perdana Jorge Lorenzo bersama Ducati. Kehadiran Lorenzo adalah bukti investasi besar yang dilakukan Ducati untuk mendapatkan gelar juara dunia. Lorenzo akan dipasangkan dengan Andrea Dovizioso.
Penampilan Lorenzo bersama Ducati pun ditunggu banyak pihak. Maklum, hingga kini Casey Stoner masih disebut sebagai satu-satunya pembalap yang mampu memaksimalkan potensi Ducati. Pembalap seperti Rossi saja terpuruk saat menjalani petualangan bersama Ducati.
Bagi Lorenzo, tentu ia terpacu menggeser Stoner sebagai ikon Ducati. Jauh lebih bersemangat karena ia ingin mengalahkan Rossi setelah finis di urutan ketiga klasemen pembalap.
Kebetulan, pembalap asal Spanyol itu menunjukkan pertanda bagus saat menjalani tes di Sirkuit Ricardo Tormo, Valencia, 15-16 November 2016. Pada hari pertama, Lorenzo membuntuti Vinales dan Rossi dari posisi ketiga.
Advertisement
4. Faktor Cuaca
Rekor baru tercipta ketika Andrea Dovizioso tampil sebagai juara MotoGP Malaysia 2016. Pasalnya, ia adalah pembalap kesembilan yang merebut podium juara di musim 2016. Jumlah itu menorehkan rekor baru soal jumlah pemenang terbanyak dalam semusim di MotoGP.
Salah satu alasan yang membuat rekor itu tercipta adalah faktor cuaca. Ya, sebagian besar dari mereka mampu mengambil keuntungan dari cuaca. Maklum, sebagian besar seri di musim ini dihiasi dengan balapan basah.
Dalam kondisi tersebut, hasil balapan tentu akan sulit diprediksi. Tak heran jika para pembalap terus berkomentar soal cuaca sebelum dan sesudah balapan. Pasalnya, kondisi cuaca yang sulit ditebak menuntut para pembalap mengambil keputusan tepat dalam penggunaan strategi ban.
Bisa saja kondisi itu akan kembali menaungi perjalanan semua pembalap di MotoGP 2017. Jika itu terjadi, Rossi pun akan kembali kesulitan mendapatkan kecepatan maksimalnya di setiap seri.
5. Keras Kepala
Tak hanya MotoGP, Rossi juga menorehkan rekor baru di musim 2016. Total, ia harus mengakhiri empat balapan tanpa menyentuh garis finis. Itu adalah kesialan terbanyak yang dialami The Doctor sejak promosi menjadi pembalap di kelas utama.
Sebagian kesialan Rossi juga diakibatkan sikap keras kepalanya sendiri. Tengok saja apa yang terjadi pada MotoGP Jerman 2016 di Sirkuit Sachsenring. Kala itu, Rossi sempat memimpin balapan pada lap ketiga. Pada pertengahan lomba atau lap ke-17, lintasan sirkuit mulai kering.
Memasuki lap ke-20, kru tim Rossi meminta dirinya untuk mengganti motornya dengan ban kering. Anehnya, Rossi malah mengabaikan pesan para krunya dengan terus bertahan di lintasan. Alhasil, ban yang semakin habis membuat Rossi hanya bisa finis di posisi kedelapan.
Jika sikap ini tak bisa dirubah, sulit bagi Rossi untuk mendapatkan takhta juara musim 2016. Ia harus mulai memberikan kepercayaan penuh kepada krunya saat mereka memberikan masukan.
Advertisement