Liputan6.com, Jakarta - Tunggal putri Gregoria Mariska Tunjung menjaga tradisi medali Indonesia di Olimpiade dengan merebut perunggu Paris 2024. Namun, capaian ini diiringi catatan minor.
Gregoria semestinya masih harus berjuang demi menempati podium terakhir Olimpiade 2024 setelah kalah dari An Se-young (Korea Selatan) 21-11, 13-21, 16-21 di semifinal, Minggu (4/8/2024).
Namun, laga perebutan perunggu urung digelar menyusul laga semifinal lainnya. Carolina Marin (Spanyol) mundur akibat cedera pada duel melawan He Bing Jiao (China) di Porte de la Chapelle. Padahal dia tengah memimpin 21-14, 10-8.
Advertisement
Gregoria pun mendapat berkah karena tidak perlu bertanding demi perunggu. Pengalaman serupa pernah dirasakan Saina Nehwal (2012) dan Nozomi Okuhara (2016), kebetulan juga di nomor tunggal putri. Mereka dianugerahi medali perunggu Olimpiade karena lawan masing-masing mundur.
"Pastinya ini bukan cara mendapatkan medali yang saya mau, sedih juga melihat Marin dalam kondisi seperti itu, mengalami cedera lagi," kata Gregoria pada keterangan PBSI.
"Saya bersyukur bisa mendapat medali perunggu tapi saya tidak harus merasa terlalu bahagia atau bagaimana karena sebagai atlet, saya tahu perjuangan kami semua sangatlah sulit apalagi menghadapi sebuah cedera."
"Semoga medali ini bisa memacu tema-teman yang lain untuk bisa bertanding dengan sehat, maksimal, dan bisa menang. Saya bantu doa supaya bisa mendapatkan medali untuk Indonesia," sambungnya.
Â
Tradisi Medali Bulu Tangkis Indonesia di Olimpiade Terjaga
Sejak cabor bulu tangkis dipertandingkan pada Barcelona 1992, sukses Gregoria menjaga tradisi Indonesia menyumbang medali di Olimpiade. Rapor di Paris 2014 bahkan lebih baik ketimbang London 2012 ketika wakil tepok bulu Merah Putih gagal naik podium sama sekali.
Terlepas itu, kinerja keseluruhan wakil bulu tangkis Indonesia di Paris 2024 terbilang buruk. Untuk pertama kali sepanjang sejarah, Merah Putih gagal mengirim wakil di 16 besar tunggal putra dan 8 besar ganda campuran.
Sektor ganda putra juga urung merebut emas sejak Hendra Setiawan/Markis Kido melakukannya pada 2008.
Advertisement