[Cek Fakta] Anak-anak Bisa Menjelma Jadi Pelaku Kejahatan

Kejahatan seksual terhadap anak di bawah umur kembali terjadi. Yang lebih miris, pelakunya juga dari kalangan bocah.

oleh Edmiraldo Siregar diperbarui 01 Mar 2018, 09:00 WIB
Diterbitkan 01 Mar 2018, 09:00 WIB
Ilustrasi Kekerasan Pada Anak (iStockphoto)
Ilustrasi Kekerasan Pada Anak (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Sudah jadi pengetahuan umum bahwa anak-anak rentan menjadi korban kejahatan seksual. Namun, sulit dibayangkan jika pelakunya adalah para bocah. 

Seperti yang dialami DS, bocah perempuan berusia 8 tahun. Pada Selasa 27 Februari 2018, saat sedang bermain, kejadian traumatis ia alami. 

DS diduga menjadi korban kejahatan seksual yang dilakukan oleh enam orang yang merupakan anak di bawah umur, yang usianya enam hingga 11 tahun. Terduga pelaku berinisial V (8), VK (6), W (10), R (11), G (6), dan R (9).

Fakta:

Kasus kejahatan seksual tersebut terkuak setelah keluarga korban melapor ke kepolisian setempat. Kasus tersebut kini tengah ditangani oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Bogor.

"Ya kasusnya memang ada dan sedang didalami," kata Kabid Humas Polda Jabar Kombes Hari Suprapto, membenarkan kejadian tersebut, saat dihubungi pada Rabu 28 Februari 2018.

Menurut Hari, penyelidikan kasus kejahatan seksual tersebut harus dilakukan dengan hati-hati. Alasannya, menyangkut anak-anak di bawah umur, korban maupun para terduga pelaku.

Kabar tersebut bikin masyarakat shock sekaligus miris. Kok bisa, anak-anak melakukan kejahatan seperti itu?

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait menilai, hal itu tidak bisa dianggap enteng. Ia menduga, kejahatan tersebut adalah dampak tayangan pornografi yang kini mudah diakses lewat gawai. 

Aris mengungkapkan, tindakan pelaku yang berjumlah enam orang itu termasuk dalam kejahatan secara bergerombol. Menurutnya, dalam rentang usia itu, 6-11 tahun, pelaku tak mungkin melakukan tindakan asusila itu secara sendiri.

"Saya belum ketemu pelaku. Namun biasanya, kejahatan seksual anak-anak tidak dilakukan sendiri, mereka bersama-sama," ujar Arist saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Rabu sore (28/2/2018).

Untuk mencegah hal tersebut terulang kembali, Arist meminta pemerintah setempat membangun program perlindungan anak berbasis kampung. Semua elemen, terlebih orangtua, dituntut lebih berperan dalam mengawasi perkembangan anak-anaknya.

"Rumpin (tempat kejadian perkara) ini kan termasuk daerah pedesaan. Dan ternyata di desa menyimpan bibit kejahatan seksual seperti itu," ucap dia.

Peristiwa di Bogor menambah daftar panjang kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur. 

Sebelumnya aksi bullying (perisakan) terhadap siswi SMP di daerah Thamrin City, Tanah Abang, Jakarta Pusat, pada akhir 2017. Dalam bullying yang kental nuansa kekerasan itu, korban dan pelaku dari anak di bawah umur.

Sementara, Indonesia Police Watch (IPW) pada 2014 merilis sejumlah aksi kejahatan yang melibatkan anak-anak di bawah umur sebagai pelaku, dari mencuri sepeda motor, merampok, hingga membunuh rekannya sendiri. Yang miris, ada pembunuhan yang dipicu kasus sepele.

Kesimpulan: BENAR

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya