Lawan Hoaks, Peneliti dan Dokter Harus Lebih Interaktif di Medsos

Hoaks soal covid-19 sangat beragam. Mulai dari penyebab, cara mengatasi, obat hingga vaksin covid-19 yang belakangan ini ramai dibicarakan.

oleh Adyaksa Vidi diperbarui 19 Agu 2020, 15:00 WIB
Diterbitkan 19 Agu 2020, 15:00 WIB
Ilustrasi hoax
hoaks soal covid-19 banyak beredar belakangan ini. (via: istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi virus corona covid-19 masih terjadi di seluruh dunia. Ironisnya, kabar palsu alias hoaks soal penyakit itu juga terus berkembang.

Hoaks soal covid-19 sangat beragam. Mulai dari penyebab, cara mengatasi, obat hingga vaksin covid-19 yang belakangan ini ramai dibicarakan.

Tak hanya di media sosial, hoaks terkait covid-19 juga ramai disebarkan di aplikasi percakapan. Bahkan terkadang ada hoaks yang isinya bercampur dengan sedikit kebenaran sehingga membuat orang menelannya mentah-mentah.

Akibat dari hoaks covid-19 tak main-main. Menurut Studi dari American Journal of Tropical Medicine and Hygiene menyebut 800 orang tewas karena hoaks terkait pandemi virus corona covid-19.

Kematian tersebut terjadi pada tiga bulan pertama tahun 2020. Hasil studi menunjukkan korban tewas disebabkan karena meminum alkohol berkadar tinggi dan meminum disinfektan karena hoaks dua bahan tersebut bisa mencegah covid-19.

Sementara ada 5.900 orang lain harus mendapat perawatan di rumah sakit karena mengonsumsi methanol. Dari jumlah tersebut 60 orang akhirnya menjadi buta.

 

Peran Dokter

banner Hoax
banner Hoax (Liputan6.com/Abdillah)

Itu sebabnya BNPB mengadakan dialog "Merdeka dari Hoaks Corona" yang digelar Selasa (18/8/2020). Dalam acara tersebut dijelaskan pentingnya kehadiran dokter dan peneliti di ekosistem media sosial untuk menangkal hoaks.

"Misalnya gini, seorang dokter bikin Facebook, kemudian ada yg bertanya disitu. Kemudian dijawab sama dokter itu di fitur kolom komentar Facebook. Hal ini akan lebih dipahami si pengguna media sosial ketimbang dia membaca berita maupun informasi yang tersebar di media sosial yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya," ujar Direktur Eksekutif Komunikonten Hariqo Wibawa.

"Interaksi-interaksi seperti itu yang membuat masyarakat semakin teredukasi dengan COVID-19 dan mereka dengan sukarela akan menjadi buzzer (mendengungkan informasi) dari scientist-scientist," katanya menambahkan.

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia. 

Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu. 

Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya